05 : Kosong

172 24 0
                                    

ー Saran dan kritik diperbolehkan dengan syarat gunakan bahasa yang sopan.

ー Tidak ada karya yang sempurna, tetapi setidaknya kita mau berusaha mencoba agar lebih baik🌷✨

ー Happy enjoy it!






◥◤◥◤◥◤










Setelah perbincangan singkat tadi di TPU, kini Naren sudah berada di dalam mobil milik Kalandra, seorang psikiater muda yang menyandang gelar dr. SpKJ (Spesialis Kedokteran Jiwa).

Sepanjang perjalanan, keduanya sama-sama terdiam mungkin karena merasa canggung. Tetapi tak lama, Kalandra bersuara. "Ngomong-ngomong, kamu siswa SHS?" tanya Kalandra.

Mendengar itu, Naren mengangguk. "Iya, anda tau dari mana?"

Kalandra sekilas melirik Naren. "Dari seragammu. Adik laki-laki saya juga bersekolah di sana, dia kelas tiga," sambung Kalandra.

"Oh, ya? Berarti adik anda kakak kelasku, aku masih kelas dua. Eum... Siapa namanya?" tanya Naren.

Tetapi belum sempat Kalandra menjawab, mobil yang di naiki oleh Naren dan Kalandra kini sudah berhenti di depan gerbang rumah milik Naren. Jangan tanyakan kenapa Kalandra bisa tau alamat rumah Naren, itu karena tadi saat Kalandra hendak menjalan mobilnya menuju rumah Naren, Naren sudah memberitahukannya lebih dulu sebelum keheningan menyelimuti keduanya.

"Sudah sampai rupanya," gumam Naren. Kemudian, Naren berpamitan pada Kalandra, laki-laki itu juga berterima kasih kepada Kalandra karena sudah mengantarkannya pulang.

Mobil Kalandra mulai menjauhi area rumah Naren. Naren juga baru masuk ke dalam rumah setelah memastikan bahwa mobil Kalandra sudah pergi menjauh. Naren melirik jam tangan yang melingkar di lengannya, waktu sudah menunjukan pukul 8 malam.

Naren membuka pintu rumahnya, laki-laki itu berjalan diam-diam tanpa bersuara. Dirinya khawatir jika Pradipta sudah pulang, dan mengetahui bahwa Naren pulang terlambat. Tetapi saat Naren hendak menaiki anak tangga, suara bariton Pradipta terdengar dari arah belakang Naren.

"Darimana saja, kamu? Kenapa baru pulang?" Suara Pradipta yang berat dan tegas membuat tubuh Naren menegang. Darahnya berdesir, jantungnya berdegup kencang.

Dengan hati-hati Naren membalikkan tubuhnya menghadap ke sumber suara. "I-iya, Pa?"

"Kenapa pulang terlambat?"

Naren menundukkan kepalanya. "Maafin Naren, Pa. Naren habis dari makam Bunda, Papa tolong jangan marahi Naren... Naren janji nggak akan pulang terlambat lagi," jawab Naren sambil memejamkan matanya, laki-laki itu merasa ketakutan.

Jawaban Naren sukses membuat tubuh Pradipta menegang. Pria setengah baya itu tiba-tiba membisu, tatapannya meluruh, ada setitik sirat kesedihan yang terpancar di matanya. Lalu tanpa membalas jawaban Naren, Pradipta pergi begitu saja.

Naren menyadari kepergian Pradipta, dengan secepat Naren bertanya. "Papa nggak hukum Naren?" pertanyaan itu terucap tanpa persetujuan dari Naren. Naren tak sadar jika mulutnya berucap demikian.

Langkah Pradipta terhenti. Keduanya dilanda keheningan beberapa detik. Kemudian, Pradipta bersuara. "Lebih baik kamu cepat mandi, makan malam, setelah itu belajar." Hanya itu yang keluar dari mulut Pradipta, pria itu malah kembali melanjutkan langkahnya.

Why Me? || Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang