ー Saran dan kritik diperbolehkan dengan syarat gunakan bahasa yang sopan.
ー Tidak ada karya yang sempurna, tetapi setidaknya kita mau berusaha mencoba agar lebih baik🌷✨
ー Happy enjoy it!
◥◤◥◤◥◤
Orang bilang, keluarga yang utuh adalah salah satu bentuk dari kata cemara. Meski kedua orang tuanya sibuk masing-masing, setidaknya dia masih punya keluarga yang utuh, orang selalu membanding-bandingkan bentuk kata cemara dari sudut padang mereka. Nyatanya, tidak semua keluarga yang utuh bisa dianggap cemara. Mereka yang hidup dengan keluarga yang utuh kadang merasakan rasa sakit juga.
Tidak mesti rasa sakit kehilangan salah satu dari kedua orang tua, tetapi rasa sakit karena kehilangan peran kedua orang tua mereka. Itulah yang dialami oleh Al. Teman-temannya selalu berpikir Al adalah anak yang beruntung karena terlahir di keluarga yang kaya, keluarga yang terpandang dan keluarga yang harmonis.
Dalam hati Al membantah keras anggapan teman-temannya itu, dia memang terlahir dari keluarga yang kaya, tetapi bukan berarti semua kemauan Al terturuti. Dia memang terlahir dari keluarga yang terpandang, maka dari itu Al harus dituntut untuk menjadi sempurna agar tidak mencoreng citra kedua orang tuanya. Terlahir dari keluarga yang harmonis? Kata-kata itu seakan-akan menggelitiki perut Al, laki-laki itu ingin tertawa kerasーmenertawakan anggapan sampah mereka.
Keluarga harmonis itu hanya diciptakan untuk menjaga citra kedua belah pihak, diluar Al memang terlihat bahagia ketika bersama kedua orang tuanya. Tetapi rasanya Al ingin bebas ketika dia berada di rumah, karena banyak sekali suara berisik yang menganggu telinga, banyak cacian, makian dan teriakan yang menusuk.
"Makanya belajar yang bener, biar Om sama Tante gak marahin lo terus!" Kalandra mencoba memberi nasihat. Laki-laki itu tengah mencuci beberapa piring kotor bekas makan malam tadi.
Al masih duduk di kursi meja makan. "Itu mah udah jadi makanan tiap hari gue, Bang! Susah emang kalau nurutin ekspektasi orang, lama-lama tekanan batin gue!" Al menggerutu, raut wajahnya terlihat kesal.
Kalandra tertawa kecil. "Kalau tekanan batin, kan, bisa berobat ke gue. Lagian, lo juga udah tekanan batin kayaknya."
Al merotasikan bola matanya. "Niat hati kabur ke sini buat nyari ketenangan, tapi tetap sama aja. Lo udah kayak nyokap gue, tau, gak!"
"Emang gue pernah kasarin lo? Enggak, kan? Masa iya, gue disamain sama Tante Fel?" ucap Kalandra saat menaruh piring terakhir di rak bersih.
Al masih teringat dengan kata-kata yang keluar dari mulut papanya. Kata-kata itu selalu menjadi luka yang tak akan pernah mengering. Semenjak Al diskors karena ketahuan membully adik kelas, sang papa memarahi Al habis-habisan, bahkan tak jarang ia juga dipukul. Meski Al meminta pertolongan pada sang mama, mamanya itu hanya memandang Al tanpa ekspresi, raut wajahnya datar.
Malam itu benar-benar menjadi malam yang tak pernah Al bayangkan. Malam yang penuh dengan suara erangan karena rasa sakit.
"SAYA SUDAH BILANG JANGAN BERTINDAK SEMBARANGAN MANDALA! KAMU SENGAJA MENCORENG NAMA SAYA, IYA?!" suara papanya yang naik pitam masih teringat jelas, pun dengan suara mamanya.
"HARUSNYA KAMU TAU DIRI MANDALA! KALAU MASIH MAU DIANGGAP ANAK, JANGAN BERBUAT SEMBRONO!" Sang mama berteriak sambil menampar wajah Al.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Me? || Zhong Chenle
Teen FictionJika mendengar kata rumah, apa yang langsung terlintas dipikiran? Mungkin orang akan berkata; itu seperti sebuah bangunan hangat, yang setiap kita datang membuka pintu, akan selalu ada orang-orang yang menyambut kita dengan senyum lebar. Tempat yang...