ー Saran dan kritik diperbolehkan dengan syarat gunakan bahasa yang sopan.
ー Tidak ada karya yang sempurna, tetapi setidaknya kita mau berusaha mencoba agar lebih baik🌷✨
ー Happy enjoy it!
◥◤◥◤◥◤
Setelah pulang dari les, Naren langsung membersihkan badan, kemudian disusul dengan melanjutkan kembali kegiatannya, yaitu mempelajari soal-soal Olimpiade matematika tahun lalu. Pagi tadi Bu Nisa membagikan satu file berisi soal-soal Olimpiade, Bu Nisa meminta Naren untuk mengerjakan kumpulan soal tersebut.
Baru sepuluh soal yang sudah bocah itu kerjakan, saat dirinya hendak mengerjakan soal ke sebelas, mendadak kepalanya terasa pusing dan berdenyut nyeri.
Naren meringis, tangan kirinya memegang kepala, matanya berkunang-kunang. "Sshtss... Kepalaku sakit banget..." ringisnya.
Dari hidungnya keluar darah segar yang menetes ke bawah hingga mengenai lembar jawaban dari kumpulan soal Olimpiade tersebut.
Naren sedikit terkejut, tetapi dengan cepat bocah itu mendongakkan kepalanya ke atas untuk mencegah mimisannya keluar terus menerus. Sementara itu tangan kanannya sibuk mengambil tisu untuk menyumbat lumbang hidungnya.
Tak apa, Naren sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Naren tidak merasa panik, bocah itu malah dengan santai kembali melanjutkan kegiatan belajarnya meski kepalanya masih berdenyut.
Kemudian, terdengar suara ketukan dari luar kamar Naren. "Naren, ini Papa. Apa Papa boleh masuk?"
"Masuk aja, Pa!" Naren menyahut.
Pintu dibuka oleh Pradipta, di tangan pria itu ada secarik gambar desain baju. Pradipta mendekati Naren, kemudian ditaruhnya secarik gambar tersebut di atas meja belajar Naren.
"Minggu depan pakai baju ini, ya. Besok sehabis pulang sekolah, kamu ambil di butik, nanti Papa kirim alamatnya." Naren merespon dengan dehaman saja, tangannya masih sibuk mencoret-coret lembar jawaban.
Netra Pradipta melihat sosok anaknya yang tengah belajar dengan keras, pria itu juga melihat ada banyak lembaran tisu yang kotor karena terkena darah. "Kamu mimisan?" tanya Pradipta.
"Iya, tapi aku masih bisa tahan, kok, Pa."
"Oke. Kalau darahnya masih keluar, ambil obat di kotak P3K. Papa mau ke kamar dulu," kata Pradipta, lalu pria itu berjalan keluar dari dalam kamar Naren.
Pradipta juga tak merasa khawatir pada kondisi anaknya, sebab mimisan seperti itu sudah menjadi hal yang wajar saat sedang belajar dengan keras. Dulu juga pria itu pernah di posisi Naren.
Keesokan harinya, Naren tengah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Dikarenakan hari ini adalah hari senin yang mana setiap hari itu selalu diadakan upacara bendera, Naren mengambil topi sekolahnya lalu memasukannya ke dalam tas. Kemudian bocah itu menyalakan ponselnya, ada notifikasi chat dari Idan sejak semalam. Naren sengaja tidak merespon Idan lantaran ia harus fokus belajar.
Naren tak berniat membalasnya, ponsel itu kemudian dimasukkan ke dalam saku celana abu-abu miliknya. Naren sekilas melihat pantulan dirinya di cermin, dipantulan itu sosok Naren terlihat kurang baik, meski bocah itu sudah rapi, raut wajahnya terlihat lesu, bibirnya pucat, pun akhir-akhir ini Naren merasa ada sesuatu yang berbeda dari dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Me? || Zhong Chenle
Teen FictionJika mendengar kata rumah, apa yang langsung terlintas dipikiran? Mungkin orang akan berkata; itu seperti sebuah bangunan hangat, yang setiap kita datang membuka pintu, akan selalu ada orang-orang yang menyambut kita dengan senyum lebar. Tempat yang...