19 : Berlari di Bawah Hujan

147 16 6
                                    

ー Saran dan kritik diperbolehkan dengan syarat gunakan bahasa yang sopan.

ー Tidak ada karya yang sempurna, tetapi setidaknya kita mau berusaha mencoba agar lebih baik🌷✨

ー  Happy enjoy it!






◥◤◥◤◥◤





Naren kini sudah berada di dalam kelasnya, bocah itu sibuk mencatat hal-hal penting dari penjelasan yang sudah diterangkan oleh guru sejarah. Di sebelahnya ada Idan yang tengah tertidur lelap, mulutnya terbuka lebar, air liurnya menetes ke meja, meski begitu Naren sama sekali tidak jijik.

Naren menoleh ke samping ketika ia mendengar suara orang mengorok. Bocah itu tak habis pikir dengan Idan. "Pasti semalam main game sampai larut," gumam Naren, ia terkekeh sedikit.

Naren kembali melanjutkan kegiatannya, tak lama kemudian bel berbunyi yang menandakan sudah memasuki waktu istirahat pertama. Para murid yang satu kelas dengan Naren mulai meninggalkan kelas; hendak menuju ke kantin dan beberapa dari mereka memilih tinggal di kelas untuk mencatat materi.

Sedang fokus-fokusnya mencatat, Naren dikejutkan dengan cairan kental berwarna merah yang menetes dan mengenai bukunya. Naren buru-buru mendongakkan kepala, tangannya sibuk menggeledah laci meja untuk mencari tisu, saat barang yang ia cari ketemu, Naren langsung menyumbat hidungnya dengan tisu,sementara kedua tangannya penuh dengan darah.

"Naren, kamu mimisan, ya? Buruan ke UKS sana! Darahnya gak berhenti keluar tuh!" ucap Alea, teman sekelas Naren yang tidak sengaja melihat kondisi Naren saat ini. Naren mengangguk, ia lalu bangkit dari tempat duduknya dan berlari keluar dari dalam kelas menuju ke UKS.

Saat bocah itu berlari menyusuri koridor, Harsa dan Al tak sengaja melihat keberadaan Naren. Al mengerutkan dahinya. "Itu si Narendra. Dia kenapa, ya? Hidungnya berdarah gitu," kata Al.

Harsa mengangkat kedua bahunya acuh. "Gak tau... Mungkin kena bogem kali," balas Harsa sambil tertawa kecil.

"Gak mungkin kalau kena bogem. Jangan-jangan dia penyakitan lagi," cetus Al, laki-laki itu tertawa keras, sedetik kemudian ia menghentikan tawanya dan menatap Harsa. "Sorry, gue lupa kalau dia adek lo!" Perkataan Al membuat Harsa berdecak dan merotasi bola matanya.

Sesampainya di UKS, Naren langsung dibantu oleh petugas PMR, mereka mencoba menghentikan mimisan Naren dengan cara mengompres hidungnya menggunakan air es. Namun, darahnya sama sekali tidak berhenti keluar.

"Dek, sebaiknya ke rumah sakit aja, ya? Ini darahnya keluar terus, lho..." kata salah satu petugas PMR.

Naren menggelengkan kepala. "Enggak perlu ke rumah sakit, Kak. Nanti juga berhenti sendiri, saya udah biasa gini, kok." Selain alasan yang ia buat barusan, Naren juga punya alasan lain yang tidak ia ungkapkan. Yaitu, Naren tidak ingin ketinggalan pelajaran, Naren terlalu takut jika nilainya turun walau satu angkapun.

Petugas PMR itu menghela napas. "Beneran gak mau, nih? Di sana bisa diperiksa sama dokter, kalau di sini, kan, gak ada dokter."

Bujukan petugas PMR itu tak membuat Naren goyah dengan keputusannya. "Gak usah, Kak! Saya gak apa-apa, ini udah biasa dan nanti juga berhenti sendiri." Naren meyakinkan petugas PMR tersebut.

Akhirnya, tanpa berdebat lebih panjang lagi, si petugas itu mengalah. Ia membiarkan Naren untuk istirahat di UKS. "Ya udah, kalau gitu kamu di sini dulu aja. Darahnya masih keluar, jadi jangan tiduran, ya? Kompres pake air es, Kakak mau jaga di depan, kalau ada apa-apa langsung panggil!" ucap petugas itu yang hanya dibalas anggukkan kepala oleh Naren.

Why Me? || Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang