06 : Allergy

196 20 0
                                    

ー Saran dan kritik diperbolehkan dengan syarat gunakan bahasa yang sopan.

ー Tidak ada karya yang sempurna, tetapi setidaknya kita mau berusaha mencoba agar lebih baik🌷✨

ー Part ini sedikit panjang, jadi mohon bersabar ya bacanya ^^

ー Happy enjoy it!




◥◤◥◤◥◤






Melihat soal-soal matematika di papan tulis membuat alergi Idan kambuh. Bocah itu merasakan pening di kepalanya, otaknya seakan berhenti bekerja, matanya menolak melihat soal-soal matematika tersebut. Melihat rumusnya saja sudah membuat Idan merinding.

Di sebelahannya, ada Naren yang sedang fokus mengerjakan soal-soal matematika yang tertulis di papan tulis. Bagi Naren, itu hal yang sangat mudah, bocah 16 tahun itu tak berhenti untuk menggores tinta hitam miliknya di lembar putih kosong.

Idan melongo saat ia menengok ke arah Naren, baru tujuh menit saja Naren sudah menjawab tiga soal, sementara Idan, ia hanya menatap soal-soal tersebut dengan wajah cengo.

"Naren, kok cepet banget ngisinya? Emang Naren ngerti?" tanya Idan.

"Emm, ngerti." Naren menjawab tanpa menoleh ke arah Idan, laki-laki itu terlalu fokus mengerjakan soal-soal tersebut.

"Kalo Naren udah selesai, bantuin Idan, ya?" Idan berkata sambil menyengir.

"Oke!"

Beberapa menit kemudian, Naren sudah selesai mengerjakan soal-soal tersebut, ia menyerahkan selembar kertas berisi rumus-rumus yang dapat menemukan jawaban dari soal-soal tersebut.

"Lho, kok cuma rumusnya doang? Idan nggak ngerti," protes Idan dengan wajah cemberut.

Naren merotasikan bola matanya. "Coba dulu, entar kalo ada yang susah baru tanya aku," balas Naren.

Idan mengela napas berat. "Oke deh..." Mau tak mau Idan harus mengerjakan soal-soal tersebut sendiri.

Jarum jam terus berputar, waktu terus berjalan sampai tak terasa bel istirahat sudah berbunyi.

Idan mengembuskan napas lega, kali ini nasibnya tertolong oleh Naren. Untung saja Idan bisa membujuk Naren agar menyontekan dirinya, kalau tidak, habis sudah nasib Idan ditangan guru. Kertas yang diberikan Naren tadi tidak ada gunanya, Idan betul-betul tidak bisa berpikir, sudah beberapa kali bocah itu mencoba, tetapi tetap tidak bisa.

"Kan, Idan bilang juga apa, Idan tuh nggak ngerti. Percuma Naren ngasih rumusnya doang, orang Idan alergi sama matematika, kok!" Perkataan Idan seakan mengejek Naren karena telah memberikan rumus yang sia-sia. Pada akhirnya, Idan tetap mencontek, untung saja Naren baik hati.

Maka dari itu, Idan memeluk Naren sambil berterima kasih. "Makasih, ya, Naren... Nasib Idan tertolong berkat kamu, sebagai gantinya Idan mau traktir Naren, gimana?"

"Enggak usah, aku beli sendiri aja."

"Beneran nih, enggak mau?" tawar Idan sekali lagi, Naren hanya menggelengkan kepalanya. "Yaudah kalo nggak mau, rugi lho... Emang Naren maunya apa?" tanya Idan.

"Mau aku itu cuma kamu belajar matematika yang bener! Cita-cita jadi astronot tapi alergi matematika." Naren memberikan sindiran kepada Idan.

Why Me? || Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang