ー Saran dan kritik diperbolehkan dengan syarat gunakan bahasa yang sopan.
ー Tidak ada karya yang sempurna, tetapi setidaknya kita mau berusaha mencoba agar lebih baik🌷✨
ー Happy enjoy it!
◥◤◥◤◥◤
Idan sedari tadi terus menangisi keadaan Naren yang terluka. Di samping laki-laki itu, ada Mara yang sedang menenangkan Idan.
"Bang Mara, Naren eng-gak papa, kan? Idan takut Naren kenapa-napa, harusnya Idan tadi nggak usah ke kantin, harusnya tadi Idan ja-gain Naren aja..." kata Idan dengan sesenggukan, laki-laki itu berbicara sambil mengusap ingusnya yang keluar, matanya sembap, hidungnya juga memerah.
"Iya, Idan, Naren gak papa kok. Kamu tenang aja, ya? Udah jangan nangis lagi," ucap Mara.
Tak lama, Naren perlahan membuka matanya. Pandangan pertama kali ia lihat adalah Idan yang sedang menangis, di sebelahnya juga ada Mara.
"I-idan..." panggil Naren dengan suara serak.
Suara Naren membuat tangisan Idan berhenti. "Naren! Naren gak papa? Idan khawatir banget sama Naren, kepala Naren keluar darah..."
"Mi-minum..." ucap Naren, kemudian Mara dengan sigap mengambilkan segelas air untuk Naren. Setelah itu, Mara membantu Naren untuk duduk bersandar di brankar UKS.
"Idan gak usah nangis, aku nggak papa kok," ucap Naren, sembari menatap Idan. Laki-laki itu merasa bersalah karena sudah membuat Idan menangis.
"Naren beneran gak papa?" Idan bertanya, sambil mengusap air matanya. Naren membalas dengan anggukkan kepala.
"Kenapa mereka bisa sampe ngehajar lo? Lo buat kesalahan, Ren?" tanya Mara.
"Mungkin Bang. Waktu itu aku gak sengaja liat mereka ngebully adek kelas, terus aku laporin ke guru BK dan mereka pun diskors satu minggu. Sayangnya, mereka tau kalo aku yang ngelaporin mereka, mereka marah sama aku dan berniat bales dendam," jawab Naren.
"Bang Mara sama mereka, kan, seangkatan ya?" tanya Idan, dibalas anggukkan dari Mara.
Mara mengela napas. "Nanti biar gue coba bicara sama mereka. Sebenarnya ini udah keterlaluan sih, dan pembullyan di sekolah itu enggak banget," ucap Mara. Menurutnya, seseorang yang suka membully itu sangatlah kekanak-kanakan, mereka tidak bersikap dewasa.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 16:05 sore, yang mana bel pulang sekolah telah berbunyi dari lima menit yang lalu.
Naren dan Idan keduanya masih berada di dalam kelas, masih sibuk mengemasi alat tulisnya.
"Naren, besokan hari Ibu, Bu guru suruh buat surat untuk Ibu kita masing-masing, kira-kira, enaknya tulis apaan, ya? Aduuhh... Idan bingung banget!" kata Idan, sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Apa aja sih, bebas. Atau gak, tulis aja yang paling istimewa dari Mama kamu itu apa." Naren memberikan saran kepada Idan.
"Oh, betul juga ya! Ya udah deh, makasih sarannya, Nareenn... Yuk pulang!" katanya, sembari menggendong tas sekolahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Me? || Zhong Chenle
Teen FictionJika mendengar kata rumah, apa yang langsung terlintas dipikiran? Mungkin orang akan berkata; itu seperti sebuah bangunan hangat, yang setiap kita datang membuka pintu, akan selalu ada orang-orang yang menyambut kita dengan senyum lebar. Tempat yang...