03 : Hurt

149 24 0
                                    

ー Saran dan kritik diperbolehkan dengan syarat gunakan bahasa yang sopan.

ー Tidak ada karya yang sempurna, tetapi setidaknya kita mau berusaha mencoba agar lebih baik🌷✨

ー Happy enjoy it!




◥◤◥◤◥




Pagi ini nampaknya cuaca sedang tidak bersahabat, terbukti dari hembusan angin yang dingin dan awan hitam mulai bergerak menutupi sinar matahari.

Saat ini, Naren sudah bersiap dengan tas sekolahnya. Laki-laki itu menuruni anak tangga. Saat ia melewati ruang tamu, ia tak sengaja melihat Pradipta sedang duduk di atas sofa dengan laptop yang berada di atas meja, di sampingnya ada segelas teh hangat yang masih mengepul.

Naren menghampiri Pradipta. "Hari ini Papa gak ke kantor?"

Pradipta menggeleng, tetapi atensinya berfokus pada layar persegi di hadapannya.

Naren menganggukkan kepalanya dengan mulut yang dibulatkan. "Oh, eum... Pa, Naren mau minta uang."

Pradipta mengangkat kepalanya, menatap Naren. Ia lalu mengeluarkan uang recehan untuk diberikan kepada Naren. "Ambil ini," katanya.

Naren mengambil uang recehan itu. Ia mengerutkan dahinya. "Pa, uang ini gak cukup untuk naik taxi."

"Kalau gak cukup, kan bisa naik bus," balas Pradipta, pria setengah baya itu kembali menatap layar laptopnya.

"Untuk uang jajan, Naren?"

Pradipta mengela napas. Ditatapnya sang anak kembali. "Malam tadi Papa sudah bilangkan?"

"Papa cuma bilang kalo Naren nggak boleh sarapan," jawab Naren, sembari menundukkan kepalanya.

"Mau sarapan pagi atau uang jajan itu tetap sama! Enggak ada! Harusnya kamu bersyukur Naren, Papa masih mau memberikanmu uang!" sarkas Pradipta.

Kaki Naren gemetaran, jika papanya sudah emosi, Naren akan merasa ketakutan. "B-baik, Pa..."

"Ya sudah, sana pergi ke sekolah!"

Naren mengangguk, ia melangkahkan kaki keluar rumah menuju ke halte yang jaraknya hanya 5 meter dari rumahnya, untuk menunggu bus datang.

Saat bus tiba di depan halte, Naren segera masuk ke dalam bus tersebut. Naren mencari tempat kosong, rupanya hanya tersisa satu tempat duduk saja, Naren buru-buru duduk di kursi tersebut sembari bernapas lega karena dia bisa mendapatkan tempat duduk.

"Lah, Naren?" suara seseorang yang Naren kenali terdengar di sampingnya.

Naren menoleh ke samping, rupanya seseorang yang duduk di kursi sebelahnya adalah Rama.

"Bang Rama?" Mereka berdua sama-sama terkejut.

Rama tertawa kecil. "Astaga, gak nyangka ya kalo kita ketemu lagi. Naren mau sekolah ya?"

Naren mengangguk. "Iya, Bang. Bang Rama?" laki-laki bertanya balik.

"Abang juga. Sekolah dimana, Ren?" Rama bertanya kembali.

Why Me? || Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang