ー Apa kabar, all? Gak kerasa ternyata udah 4 bulan aku nggak update WM. Maafin, ya? Belakangan ini minat aku kayak hilang gitu, sedih banget karna yang dulunya selalu excited kalo mau nulis terus tiba-tiba rasa excited itu hilang gitu aja. Kedepannya aku usahain semoga minat aku balik lagi, jadi biar nulis WM-nya gak ketunda.
ー Seperti biasa saran dan kritik diperbolehkan dengan syarat gunakan bahasa yang sopan.
ー Tidak ada karya yang sempurna, tetapi setidaknya kita mau berusaha mencoba agar lebih baik🌷✨
ー Happy enjoy it!
◥◤◥◤◥◤
Dengan keahliannya, cowok berkulit putih itu dengan mudahnya merebut bola basket dari tangan lawan. Matanya menatap lurus ke arah ring basket, dalam seperkian detik ia mampu melakukan gerakan lay up shoot untuk mencetak poin terakhir.
Idan bersorak di atas tribun, cowok itu tak berhenti memuji keahlian sahabatnya, Naren. Idan berpikir, kenapa sedari dulu Naren tidak ikut saja ekstrakurikuler basket? Sehingga bakatnya itu tidak akan sia-sia.
Sementara itu di dalam lapangan, Naren berjabat tangan dengan Mara yang memang menjadi lawan mainnya.
"Kemampuan lo hebat juga, Ren!" puji Mara, kepada Naren.
Naren tersenyum. "Makasih, Bang Mara juga mainnya hebat banget!" Naren membalas pujian Mara.
"Kalian berdua hebat!" tiba-tiba suara Idan menyahut, laki-laki itu berbicara sambil bertepuk tangan dengan keras.
Lalu keduanya berjalan menghampiri Idan, selesai sudah permainan bola basket antara Mara si ketua basket dan Naren. Karena ini pertandingan pertamanya, Naren merasakan rasa senang yang berbeda di dalam hatinya. Selama ini, ia hanya mampu melihat orang-orang bermain basket dengan leluasa, tetapi hari ini salah satu keinginannya kini berhasil terwujud.
Dulu saat kecil, Naren selalu bermimpi untuk menjadi pemain basket, tetapi impian itu harus dikubur dalam-dalam karena sang papa.
"Kenapa gak ikut basket aja?" Pertanyaan itu terucap oleh Mara yang duduk di sebelah kanan Naren.
Naren membisu, ia tak tahu harus menjawab pertanyaan Mara seperti apa. Kemudian, suara Idan mewakili Naren untuk menjawab pertanyaan Mara.
"Naren nggak minat, Bang. Dia minatnya ke hitung-hitungan," jawab Idan, yang langung mendapatkan respon anggukan kepala dari Mara.
Jawaban Idan tidak sepenuhnya benar. Naren memang suka dengan hitung-hitungan, tetapi jika ditanya 'apakah dirinya menyukai basket?' maka Naren akan menjawab 'iya!'. Tetapi Naren sadar betul bahwa hal itu pasti ditentang keras oleh papanya.
Maka dengan begitu, Naren hanya mampu tersenyum kecut sambil berkata, "Iya, Idan bener!"
Hari sudah mulai sore, Naren sengaja melirik jam tangannya untuk melihat pukul berapa sekarang. Jarum jam itu menunjukkan pukul 15:50 yang mana Naren harus segera pergi ke tempat les, jika tidak ia akan terlambat.
"Bang Mara, Idan, aku pergi dulu, ya." pamit Naren, sembari mengemasi barang-barangnya ke dalam tas.
"Lho, mau kemana?" tanya Mara.
"Ke tempat les." jawab Naren, sebelum dirinya keluar dari lapangan basket indoor.
Mara dan Idan menatap punggung Naren yang semakin menjauh. Kemudian Idan bersuara. "Naren itu rajin banget les-nya. Jadi, jangan kaget kalau setiap hari Naren selalu pulang cepet, ya itu karna mau ngejar waktu biar les-nya gak telat. Mungkin, itu juga alasan kenapa Naren enggak ikut basket," kata Idan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Me? || Zhong Chenle
Teen FictionJika mendengar kata rumah, apa yang langsung terlintas dipikiran? Mungkin orang akan berkata; itu seperti sebuah bangunan hangat, yang setiap kita datang membuka pintu, akan selalu ada orang-orang yang menyambut kita dengan senyum lebar. Tempat yang...