BAB 17 - KEMBALI PULANG

118 26 1
                                    

"Lalu, sekarang kita bisa apa?"

Adalah pertanyaan dari Jemima yang sama sekali belum bisa dijawab oleh Benjamin. Benjamin tahu, ia tidak mempunyai rencana sama sekali sekarang ini. Dia sendirian bersama Jemima, tapi tantenya, ada banyak orang yang bisa mencelakakan mereka.

Ben memijat pelipisnya terasa sakit. Dirinya juga tidak mungkin bisa untuk melarikan diri terus menerus bukan? Mengganti identitas lagi, ini tidak semudah yang dipikirkan. Yang harus dilakukan Benjamin sekarang adalah, melawan balik meski sulit.

Sementara itu, Jemima masih terjaga di tidurnya. Diam-diam ia melangkah keluar dari dalam kamar dan mendapati Benjamin berada di ruang depan. Jemima tahu Benjamin sedang gelisah. Ia tidak mempunyai rencana sama sekali untuk bisa mengalahkan mereka. Berulang kali Jemima melihat Benjamin terus menerus memijat pelipisnya sambil sesekali mengumpat.

"Ben?"

Panggilan itu membuat Benjamin menoleh.

"Kamu tidak papa?"

Ben mengangguk.

"Bohong."

"Apa maksudmu, Jem?"

"Mengenai pertanyaanku tadi. Aku benar kan? Kita tidak mempunyai rencana sama sekali."

"Sedang aku pikirkan."

"Mereka terlalu banyak, dan kita hanya berdua."

"Aku sedang memikirkannya, Jema. Mengerti lah."

"Sepertinya tidak ada jalan lain. Aku harus pulang dan membuat semuanya seperti tidak terjadi apa-apa."

"JEMA!"

Setitik air mata keluar dari kedua mata milik Jemima. Ia menatap ke arah Ben yang menatapnya dengan marah. Tapi tiba-tiba, Jemima melangkah ke arah Benjamin, meraih tubuh Ben dan memeluknya erat-erat. Menangis di sana dan tiba-tiba sesenggukan di dalam pelukan Benjamin.

"Tapi tetap, aku harus pulang."

"Jema! Kamu gila!"

"Berulang kali kamu memohon padaku untuk percaya padamu dan pada akhirnya aku bisa mempercayaimu. Dan kali ini saja, aku hanya bisa memohon agar kamu juga bisa percaya padaku."

Jemima melepas pelukan itu, sementara Benjamin menatap Jemima nanar. Tapi tiba-tiba Jemima menjinjitkan kakinya dan meraih wajah Benjamin. Mencium bibir itu selama beberapa detik dan memperdalam ciumannya kemudian.

***

Satu hari berselang dan itu seperti neraka bagi Risma. Ia sudah tidak mempunyai ponsel sama sekali karena disita waktu itu. Selama liburan Risma terus gelisah. Bagaimana kalau Jemima menghubunginya dan diangkat oleh para polisi itu? Bisa-bisa Jemima dalam bahaya sekarang ini.

Memikirkan saja Risma mau muntah. Kekhawatiran itu terus muncul hingga ia kembali menyambut Senin kembali. Langkahannya gontai dan segera masuk kelas untuk memilih duduk di bangku paling belakang.

"Sial!" Risma mengumpat. Para mahasiwa sedang menatapinya dengan dingin. Pertanda bahwa mereka masih ingat dengan kejadian dua hari yang lalu.

Risma hanya berusaha terlihat sibuk dengan membuka-buka buku manajemen bisnis di depannya meski semua materi itu tidak terserap di dalam otaknya. Damn! Bagaimana ia bisa berkonsentrasi padahal ia tahu temannya sedang berada dalam kesulitan?!

Dosen kini sudah masuk ke dalam ruang. Semua mahasiswa juga sudah berkumpul di dalam kelas untuk menerima pelajaran. Tapi tiba-tiba, ada seseorang yang mengetuk pintu yang sudah tertutup.

PARALYZEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang