BAB 23 - KERIUHAN TEPUK TANGAN

159 25 1
                                    

Tiga hari berlalu ...

"Bagaimana keadaanmu?"

Jemima mengangguk meski dengan mata yang sembab. Ditolehnya Benjamin yang ada di sampingnya saat ini. Yang menggenggam tangannya juga mencium keningnya.

"Kamu masih menangis?"

Jemima mengusap air matanya yang kembali terjatuh.

"Aku hanya belum bisa mempercayai semuanya. Kenapa tante bisa sebegitu teganya membunuh Papa ... Mama ... bahkan aku."

Benjamin tampak menarik napas. Ia tahu kalau semuanya pasti berat untuk Jemima. Ia juga teringat oleh kedua orang tuanya, yang ternyata benar, dirinya dan Jemima terikat oleh satu benang merah. Faktanya, Sandra juga yang membunuh kedua orang tuanya.

"Aku juga minta maaf. Tanteku juga yang membunuh kedua orang tuamu dan juga kakakmu."

Benjamin tersenyum kecut. Kini Jemima telah mengetahui semuanya setelah para polisi itu mulai kembali melakukan penyelidikan. Faktanya, memang Sandra dan pasangannya yang telah bekerja sama untuk melakukan pembunuhan.

"Aku tidak percaya kalau motif tanteku adalah harta." Jemima dibuat menangis lagi. "Padahal aku tahu kalau orang tuaku sangat menyayangi tante Sandra."

"Awalnya Ares lah otak semuanya. Dia kekasih Sandra tapi mampu memengaruhinya. Kamu ingat bisnis perhiasan keluargaku kan? Tersangka perampokan itu menyuap Ares dan menyuruh Ares untuk menutupi segala perbuatannya. Namun sayang, Ares terlalu gila hingga harus membunuh kedua orang tuaku dan juga kakakku."

"Dan gilanya lagi, perbuatan itu juga dibantu oleh tanteku."

"Aku juga baru tahu kalau ternyata mereka berdua pernah terlilit hutang hingga nekat melakukan itu."

Mata Benjamin berkaca-kaca, Jemima tahu rasa perihnya.

"Namun ternyata, manusia memang tidak pernah puas. Entah bagaimana bisa mereka juga ikut membunuh kedua orang tuamu untuk menimbun harta mereka."

"Jadi selama ini aku tidak gila. Aku sama sekali tidak pernah berhalusinasi."

Benjamin mengangguk.

"Ares dengan liciknya memanfaatkan jabatannya untuk memanipulasi semuanya. Bahkan dokter Jerissa tertipu oleh perbuatan temannya sendiri oleh bukti yang sudah dibuat sedemikian rupa."

Terdengar helaan napas yang cukup berat. Jemima berusaha untuk menahan tangisnya lagi. Dan kini, ia bingung. Harus ke mana lagi ia bersandar karena sekarang ia sama sekali tidak mempunyai keluarga.

"Ben ...?"

Benjamin menoleh.

"Jangan tinggalkan aku."

Benjamin tersenyum tipis sambil mengecup kening Jemima sekali lagi.

"Pasti."

"Syukur lah rencana kita berjalan sesuai dengan rencana. Tapi ..." beberapa detik kemudian Benjamin menghentikan kalimatnya.

"Kenapa?"

"Bisa kah kamu mulai memanggilku Jacob lagi? Itu nama asliku. Bahkan aku tidak tahu siapa Benjamin itu sesungguhnya. Aku hanya mengarang cerita dan memanipulasi semua dokumen dan tiba-tiba saja menjadi Benjamin."

Jemima terkekeh. Dan untuk pertama kalinya Jacob kembali mendapatkan senyuman itu setelah sekian lama.

"Kenapa? Kamu keberatan?"

PARALYZEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang