BAB 5 - KEPINGAN PUZZLE

280 53 2
                                    

Hai gais, budayakan vote dan komen ya
Karena hanya dengan itu para author semangat untuk lanjutin ceritanya

***

Benjamin Vander?

Jacob Russell Briel?

Bahkan, ketika pelajaran kini mulai berlangsung, Jemima sama sekali tidak bisa fokus untuk mendengarkan apa pun meski teman-temannya sedang fokus mempelajari mata kuliah pertama mereka.

Orang yang ada di depan itu, nyatanya benar-benar ada. Otak Jemima kembali diperas kuat. Orang yang selama ini ia tahu bahwa dia hanya lah sebuah kepingan halusinasi, kini hadir bahkan datang dan memperkenalkan diri sebagai seorang dosen.

Atau mungkin ... ini hanya kebetulan saja? Sosok itu mungkin hanya orang baru dan wajahnya mirip dengan orang yang ada di dalam halusinasinya.

Tapi ...

Namanya Benjamin Vander!

Ketika Jemima terus menatap ke arah Benjamin, rupanya mata mereka sempat bertemu. Balasan tatapan mata yang tajam, serta seringaian di sudut bibirnya benar-benar membuat Jemima terbelalak kaget.

Tiba-tiba saja Jemima merasa mual. Otaknya terus berputar disertai serangan panik luar biasa hingga ia merasa ingin memuntahkan semua yang ada di dalam perutnya.

"Jema, kamu tidak papa?"

Benjamin masih memerhatikan Jemima dari depan kelas.

Damn! Jemima mengumpat di dalam hati. Satu-satunya orang yang pernah memanggilnya dengan sebutan Jema adalah Jacob Russell Briel!

Jemima semakin ingin muntah. Ia pusing luar biasa. Tangan Jemima yang terus bergetar karena serangan panik membuat semua mahasiswa menatap ke arahnya.

Benjamin bahkan sudah berjalan dan berdiri di depan Jemima. Dahi Benjamin mengerut melihat segala reaksi yang diberikan oleh Jemima. Tangannya bergetar, wajahnya memucat, serta Jemima terus memegangi perut dan mulutnya seperti ingin muntah.

"Saya izin ke kamar mandi dulu ..."

Tapi baru ketika Jemima akan berdiri untuk pergi, Benjamin menunduk, mengusap kepala Jemima kemudian membisikkan sesuatu ke telinganya.

"Kenapa reaksimu bertemu denganku kembali seperti ini, Jema? Bukan kah kita sama-sama berjanji untuk menikah ketika umurmu sudah delapan belas tahun?"

Dan detik itu juga Jemima sudah tidak bisa menahan lagi gejolak isi perutnya. Mendengar semua hal yang dikatakan oleh Benjamin membuatnya benar-benar muntah saat ini juga. Membuat semua mahasiswa kaget apa lagi ketika Jemima langsung pingsan tidak sadarkan diri.

"Jemima!"

Teriakan Risma terdengar cukup kencang saat Jemima sudah ditangkap oleh Benjamin.

***

Entah, sudah berapa lama Jemima pingsan. Ketika ia bangun, ia sudah berada di sebuah ruangan serba putih. Matanya mengerjap-erjap, kepalanya masih terasa pening luar biasa tapi ia tetap memaksakan untuk bangun.

"Di mana ini?"

Jemima mencoba untuk menarik napasnya dalam-dalam. Begitu ia duduk, ia kaget luar biasa ketika ada sosok orang yang berdiri tegap di depannya.

Benjamin menyedekapkan tangannya. Menatap tajam ke arah Jemima hingga Jemima meringsut mundur ke belakang.

"S-siapa anda sebenarnya?"

Namun baru Jemima sadari bahwa kemeja yang ia pakai telah berganti. Tadi ia ingat sekali memakai kemeja berwarna maroon tapi sekarang dia memakai kaus panjang berwarna hijau bahkan dia tidak memakai bra.

PARALYZEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang