BAB 15 - BENANG MERAH YANG MULAI TERSAMBUNG

123 27 0
                                    

Malam semakin larut dan Jemima belum bisa tidur sama sekali. Seluruh hal yang telah terjadi kepadanya membuat Jemima semakin frustrasi. Berkali-kali Jemima menarik napas tapi entah kenapa malah terasa semakin sesak. Apa lagi ketika Jemima teringat kembali detik-detik pembunuhan itu, di mana hatinya sakit saat harus menyadari bahwa Tante lah dalang di balik semua ini.

"Tidak mungkin ..." berulang kali Jemima meyakinkan diri bahwa ini semua bukan ulah Tantenya, tapi kenapa semua bukti malah mengarah kepada tantenya?

Tiba-tiba terdengar suara dobrakan pintu. Benjamin tampak masuk ke dalam kamar dengan mengerutkan keningnya.

"Jem! Kemasi pakaianmu sekarang!"

"Apa? Kenapa lagi ini?"

"Sepertinya tantemu sudah kehilangan akal. Dia akan ke sini bersama dengan para polisi. Dia sudah melaporkan aku atas kasus penculikan terhadap dirimu."

"Apa? Bagaimana mungkin? Tante yang sudah membawaku ke rumah sakit jiwa."

"Kemasi barang-barangmu, cepat!"

"Tapi ..."

"Kita harus pergi sebelum semuanya terlambat."

"Tapi," belum selesai Jemima protes, Benjamin sudah menarik tangan Jemima dan menyerahkan Jemima sebuah tas yang sangat besar.

"Tapi jika Tante bersama dengan polisi, bukan kah aku bisa menceritakan semuanya kepada polisi dan mengatakan pada mereka kalau aku tidak diculik olehmu."

"Apa kamu lupa? Kasus pembunuhan saja bisa mereka tutupi, apa lagi kasus seperti ini?! Apa kamu juga lupa kalau Tantemu sudah membuatmu didiagnosa gila! Seluruh pernyataanmu tidak akan berarti apa-apa lagi."

Dahi Jemima mengerut. Ia lupa akan hal ini. Satu hal yang masih terbersit di hatinya adalah, dia masih ingin mempercayai Tantenya.

"Aku ... tapi ..." Jemima mulai gelagapan.

"Jem! Cepat bergegas lah!"

Jemima kaku selama beberapa detik. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Hingga sampai ketika ponselnya berdering, nama Risma muncul di atas layar.

"Risma?"

"Kamu tidak mengindahkan kata-kataku, Jem?! Aku mengembalikan ponselmu bukan untuk kamu aktifkan lagi. Kamu bisa dilacak dengan mudah karena hal ini."

"Tapi ini, sahabatku ... Risma."

"Matikan dan buang ponsel itu sekarang! Aku sudah memindahkan seluruh datanya pada laptopku."

"Tapi. Aku mohon sekali ini saja."

Ben menarik napas panjang. Wanitanya memang keras kepala.

Tanpa menunggu anggukan kepala dari Ben, Jemima segera mengangkat telefon dari Risma.

"Jemima!" Suara teriakan langung keluar hingga Ben semakin mengerut.

"Jemima, kenapa ponselmu baru aktif sekarang?! Astaga. Apa kamu tidak tahu dengan gossip murahan yang sudah menyebar di grup kampus kita. Ada yang bilang kamu diculik, ada yang bilang kamu perempuan yang terlalu gampangan hingga kamu dibawa oleh Pak Ben...." Risma tercekat. Ia baru sadar kalau kata-katanya sudah kelewat kasar.

"Maaf, Jem ..."

Tangan Jemima mengepal.

Apa yang dikatakan Benjamin ternyata benar. Bahkan gossip seperti ini sudah menyebar ke seantero kampus.

PARALYZEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang