BAB 18 - RENCANA JEMIMA

96 25 0
                                    

Jemima diinterogasi selama lebih dari satu jam. Tapi, Jemima berusaha tenang. Seluruh pertanyaan polisi Jemima jawab dengan tanpa keraguan satu pun. Jemima terus mengamati orang-orang ini, membaca satu persatu name tag untuk menghafalkan nama-nama mereka termasuk nama Ares.

Ya. Saat pertama kali Jemima melihat orang yang bernama Ares itu Jemima langsung paham bahwa dia adalah orangnya. Orang yang dulu pernah ditunjukkan Benjamin waktu itu. Bahkan Jemima melihat Tantenya juga terkadang menatap ke arah Ares dengan tatapan tajam.

"Saya tidak pernah diculik. Saya yang ikut dengannya."

"Lalu, di mana dia sekarang?"

"Kami berpisah saat Pak Benjamin mengantarkan saya ke stasiun."

"Katamu kamu yang ikut dengannya, memang ada sesuatu hal penting yang kalian bicarakan?"

Jemima menggeleng. Tapi para polisi itu terus mendesak Jemima untuk mengatakan hal lebih, sedangkan Jemima tetap teguh dalam pendiriannya untuk tidak berkata satu kata apa pun.

Para penyelidik itu tidak ingin kalah, mereka terus menerus bertanya hingga membuat Jemima jengah dengan seluruh pertanyaan itu. Dari mulai kapan, di mana dan bagaimana bisa dirinya tiba-tiba bersama dengan Benjamin hingga Jemima harus berpikir keras untuk bisa menghentikannya.

"Saya jatuh cinta padanya." Tiba-tiba Jemima mengatakan hal itu, hingga membuat Sandra mau pun para polisi itu terbelalak kaget akan pernyataan yang Jemima katakan.

"Ya. Jadi bisa kah kalian untuk tidak berkata yang tidak-tidak lagi. Saya yang menguntitnya sepanjang waktu, saya yang nekat untuk ikut bersamanya. Jadi selama ini saya tidak diculik seperti yang anda katakan."

"Saya yang memaksanya untuk ikut bersamanya ketika saya tidak bisa percaya lagi dengan tanteku yang sudah memaksa dan membawaku ke rumah sakit jiwa. Saya yang mengikutinya karena saya tidak tahu lagi harus pergi ke mana. Yang saya tahu, Pak Benjamin adalah satu-satunya orang yang menyelamatkan aku ketika aku dipaksa dan dijebloskan ke dalam kamar mengerikan yang bernama rumah sakit jiwa."

Tangan Jemima mengepal. Pun dengan Sandra yang juga tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Jemima. Bagaimana mungkin Jemima bisa mengatakan semua hal seperti ini di depan para penyelidik ini?

Dan lagi-lagi, Jemima memergoki Tantenya menatap ke arah Ares dengan sangat mencurigakan.

Jemima tahu,

Memang ada sesuatu di antara mereka.

***

Kini, Jemima duduk di samping Tantenya yang memegang kemudi. Mereka terdiam begitu lama tanpa ada suara yang terbuka di antara keduanya. Sesekali Jemima melirik ke arah Tantenya dengan tatapan waspada sedangkan Sandra terlihat memijat pelipisnya seperti memikirkan sesuatu.

"Jemima,"

Satu panggilan pada akhirnya terucap. Namun Jemima hanya menghela napas tanpa menatap ke arah Sandra.

"Katakan sesuatu pada tante? Minta maaf atau apa pun itu?"

"Kenapa aku harus minta maaf pada orang yang sudah menaruhku pada rumah sakit jiwa?" Jemima menaikkan setengah bibirnya. Tertawa dengan sinis.

"Kamu berhalusinasi parah."

"Atas dasar apa tante sampai tega mengurungku di sana?! Kalau bukan karena Pak Benjamin, aku mungkin masih mendekam di sana."

PARALYZEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang