4

4.2K 776 29
                                    

Sekalipun aku memiliki dana, tapi bukan berarti hidupkan akan baik-baik saja. Tabungan yang tidak pernah diisi akan menyusut. Pertama, oleh diriku yang mengandalkan uang tersebut. Kedua, biaya administrasi perbankan. Ketiga, pajak.

Inilah salah satu dilema orang dewasa. Uang! Namun, aku tidak boleh patah arang. Ada jalan keluar. Bekerja!

Iya sih bicara dan memikirkan mengenai “ayo kerja” memang gampang. Sekalipun jurusan kuliahku berkaitan dengan ekonomi, yang seharusnya membuatku jadi orang yang mudah melihat peluang bisnis dan memanfaatkan sumber daya, tapi kenyataannya tidak begitu.

Sebagaimana yang pernah kujelaskan. Aku kuliah hanya demi gengsi dan tebar pesona. Sama sekali tidak ada rencana jangka panjang. Itulah letak kesalahanku. Seharusnya orang masuk ke jurusan yang bisa menyokong kemampuan terpendam dalam diri masing-masing individu. Dengan begitu ketika keluar dari kampus, terjun ke masyarakat, tidak akan menemukan kendala besar. Ya walaupun bertemu masalah, orang itu pasti bisa mencari solusi.

Tidak sepertiku. Kuliah demi cinta. Cih menyedihkan. Bagus kalau cintaku bersambut. Ini?! Percintaanku pahit, getir, dan tidak menyehatkan! Mertuaku punya hobi yakni, menyalahkanku! Suamiku? Tidak bisa kuharapkan!

Pengalaman yang mengajariku agar tidak terseret emosi.

Baguslah. Berkat mereka, orang-orang berengsek, aku mampu menampar diriku sendiri sampai sadar.

Nasi telah menjadi bubur. Aku tidak boleh terpuruk, menyalahkan diri sendiri, dan merasa paling hancur. Ada hal lain yang bisa kulakukan selain memikirkan “betapa bodohnya diriku selama ini karena cinta semu”.

Uang! Akan kualihkan obsesi dan dedikasi terbaruku kepada uang!

Demi mendapatkan uang ada satu hal yang bisa kutawarkan: bakat.

Mama dan Nenek dulu seorang pemusik. Nenek bisa memainkan biola, sementara Mama menguasai piano dan gitar akustik. Aku mewarisi bakat kedua wanita itu dalam seni musik. Suaraku pun sebenarnya terbilang merdu.

Oh tentu saja aku tidak berencana masuk ke industri tarik suara maupun permusikan melalui jalur audisi. Itu tidak bisa ditempuh orang sepertiku. Orang yang butuh uang dalam waktu dan tempo secepat-cepatnya!

Ada satu aplikasi bernama Coconut. Di sana orang bisa berbagi apa pun: hobi, kesukaan, dan ilmu. Selain berbagi secara gratis, pihak Coconut pun melayani jasa lain—membantu orang menjual barang maupun bakat. Penonton akan membeli sejumlah ikon, tergantung uang yang mereka suntikkan, dan mengirimnya kepada si pembuat video.

Hehe aku bisa mencoba mencari uang melalui Coconut. Sepertinya tidak buruk.

Nah yang kubutuhkan ponsel, laptop, dan alat musik!

Di gudang ada gitar. Hanya gitar akustik keluaran lawas. Kemungkinan gitar inilah yang dulu digunakan Mama. Aku tidak menemukan biola maupun piano, dua benda itu pasti terlalu mahal atau “kalaupun punya” sudah hancur dan teronggok di pasar loak dalam kondisi termutilasi oleh rayap.

Sebenarnya aku menemukan alat musik lain. Seruling bambu. Hmmm tidak buruk. Aku tahu cara memainkannya. Seruling dan gitar. Dua benda ajaib yang akan membantuku mengumpulkan uang!

Siap!

***

Esoknya proyek mencari uang pun dimulai.

Untung uang yang diberikan Papa kumanfaatkan dengan benar. Kamera, meskipun mahal, sangat berguna. Kurekam diriku, tidak menampilkan wajahku dan hanya fokus ke permainan gitar saja. Kumainkan salah satu lagu patah hati yang dulu sering kunyanyikan. Setelahnya aku mem-posting video dan hanya memberikan penjelasan melalui kolom video.

BYE, MANTAN! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang