24

2.9K 564 27
                                    

Di studio rekaman orang-orang fokus mendengarkan seorang cewek menyanyi. Untung sih tidak butuh waktu lama. Proses rekaman selesai tepat waktu. Setelah aku yakin bahwa tidak ada yang perlu diperbaiki maupun kena revisi, kuucapkan salam perpisahan kepada semua orang.

Bukannya langsung pulang, aku memutuskan mampir ke kafe dan menikmati sore.

Inspirasi. Itulah yang kubutuhkan, sebenarnya.

Sembari menunggu pesanan datang, aku memeriksa surel melalui ponsel. Ada pesan aneh yang membuat bulu halus di sekujur tubuhku berdiri.

[Nadia, tolong pulang ke rumah.]

Pesan itu bukan berasal dari Justin maupun Nenek Chloe. Pesan tersebut dialamatkan ke email yang kutampilkan di Coconut. Email bagi siapa pun yang tertarik melakukan kerja sama denganku. Jelas, ‘kan, tidak perlu kemampuan detektif untuk menduga identitas si pengirim?

Kuhapus pesan tersebut dan beralih ke pesan lainnya.

Kali ini pesan tersebut berisi tawaran yang menggiurkan. Membuat sejumlah lagu untuk sebuah film. Andai saja aku tidak membaca film dengan judul Tangga Surga, pasti langsung kuterima.

“Kai? Enak saja!”

Tanpa ragu kutuliskan pernyataan halus bahwa aku menolak tawaran tersebut. Ketika aku memutuskan enyah dari kehidupan Kai maupun keluargaku, maka akan kulakukan secara total. Tidak ada yang namanya mundur ataupun tergoda.

Setelahnya pesananku tiba dan aku tidak peduli dengan kedua pesan menyebalkan itu.

Tidak lama kemudian ponselku berdering nyaring. Nomor Justin tetpampang di layar.

“Ya?”

Dari seberang sambungan bisa kudengar suara tawa Justin. “Kamu masih saja. Irit.”

Kuputar bola mata. “Omong-omong, makananku hampir habis. Di kafe seorang diri tanpa kawan, benar-benar menyedihkan.”

“Mau aku temani? Tapi, kemungkinan kamu sudah menandaskan semua makanan, ‘kan?”

“Ahaaa lucu.”

“Oke, Nadia. Jangan lupa nanti malam kita ada undangan penting.”

“Kuusulkan tema kostum: meriah. Tentunya tanpa gaun ala pengantin karena orang bisa salah sangka, mengira kita hendak melakukan pernikahan dadakan.”

“Sebenarnya aku tidak keberatan menikah kapan pun.”

Rasanya seperti ada jutaan kupu-kupu yang terbang di dalam perut. Semua kupu-kupu dengan sayap berwarna merah muda, terbang ke kanan dan kiri, memberiku rasa hangat yang melimpah.

“Justin, gombal.”

“Ayolah,” Justin membujuk, “kamu bisa menentukan tema pernikahan.”

“Bagaimana kalau aku menghendaki pesta pernikahan dengan tema hutan rimba.”

“Biar aku yang jadi pemburu,” Justin menawarkan. “Kamu bebas pilih macan atau singa.”

Siapa yang mengajari Justin?

Macan? Aku lebih suka menjadi tanaman.

Rumput liar.

***

“Kamu terlihat cantik.”

Malam ini aku menemani Justin ke suatu ajang bergengsi. Sejumlah seniman baik dari dunia tarik suara maupun peran mendapatkan undangan. Bukan hanya seniman, melainkan orang-orang penting pun turut serta hadir.

Nenek Chloe menyarankanku agar mengenakan gaun ungu tua bertabur berlian mungil. Jenis gaun yang mengingatkanku kepada putri duyung. Pada bagian bawah gaun dihiasi siluet hijau yang mirip ekor makhluk tersebut, si putri duyung.

BYE, MANTAN! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang