28

2.9K 565 29
                                    

Makan siang yang membuatku merasa terancam. Sungguh terancam!

Padahal di meja ada bermacam makanan yang seharusnya membuat air liurku menetes, tapi yang bisa kurasakan setiap kali mengunyah hanyalah rasa hambar. Bagaimana tidak hambar, huh? Hana, yang manis dan membuatku ingin menculiknya, terus berceloteh mengenai betapa anggun musikku dan membuatnya terinspirasi menuliskan komik mengenai peri atau apalah. Suaminya Hana, Mr. Gauthier, sekalipun di luar pasang senyum manis, tapi aura kegelapan yang melebihi penguasa dunia bawah menusuk sanubariku—membuatku terancam.

“Jadi, kamu sudah menikah, ya?” tanya Hana dengan polosnya. “Wah boleh dong kita besanan?”

Astaga! Ampun! Aku nyaris tewas karena tersedak makanan. Justin, yang duduk di sampingku, langsung menawariku segelas air dingin. Dia bahkan menolongku menepuk pelan punggungku. Aku merasa jompo!

“Be-besan?” ucapku membeo salah satu kata penting milik Hana. Kuletakkan gelas di meja dan susah payah aku berusaha tidak memperhatikan Ivan yang makin mengerikan dengan ketenangannya. “Siapa?”

“Iiih aku, kan, punya anak cowok,” Hana menjelaskan. “Dia baru berusia dua tahun. Lucu deh. Kalau kamu punya anak cewek, tolong jangan dilepas ke cowok mana pun, ya? Hehe biarkan anakku yang meminangnya.”

Hah?! Mengapa rasanya aku melihat duplikat Nenek Chloe?

“Lihat. Lihatlah,” kata Hana seraya menyodorkan ponselnya yang tengah memamerkan foto balita mengenakan kostum kucing loreng, “lucu, ‘kan? Kamu pasti nggak akan bisa menemukan cowok sebaik putraku.”

Hei! Mengapa aku merasa de javu? “Ta-tapi, aku baru menikah.”

“Nyonya Gauthier,” Justin menyela, “sebaiknya pernikahan didasarkan cinta dan pengertian. Jangan sampai kita, orangtua mereka, membuat pilihan egois.”

“Iya, Hana,” sahut Ivan yang kini membimbing si ponsel kembali ke dalam tas istrinya, “Milo baru dua tahun. Sayang, ‘kan, kalau dibebani dengan perjodohan?”

“Ivan, kamu seharusnya melihat prospek besan berkualitas! Eh ada yang perlu kutanyakan. Nadia, boleh ya kupanggil namamu, Nadia?”

Aku mengangguk. Kehabisan kata-kata. Oh bukan, otakku bermasalah. Pikiranku bermasalah. Ada Nenek Chloe versi dua!

“Nadia,” Hana melanjutkan, “aku ingin kamu membuat original soundtrack untuk proyek komik terbaruku. Rencananya sih Ivan bermaksud menggunakan seniman yang berada di bawah perusahaannya. Namun, mereka nggak ada yang sentuhannya seperti milikmu.”

“O-oke....” Semoga dia tidak menyuruhku membuat lagu pengiring pernikahan putranya dengan calon anakku yang bahkan jenis kelaminnya saja belum kuketahui.

“Biaya bukan masalah,” kata Ivan, tenang. “Asalkan kamu bisa mengikuti keinginan istriku.”

Dih ini ancaman! Dia tersenyum, tapi kilatan matanya jelas menyiratkan peperangan! Sungguh ajaib Hana tidak bisa mengetahui makhluk buas yang bernama Ivan ini!

“Haha, Mr. Gauthier,” kata Justin sembari tertawa renyah, “caramu mengancam istriku sangat nggak keren. Bisa-bisa dia akan menciptakan lagu tragedi, bukannya yang menyentuh hati.”

Justin! Sayangku! Haloooooooo kita tidak bisa mengusik macan yang sedang mengamankan kelinci! “Ahahaha, Justin. Apaan sih kamu?” Aku mencubit perut Justin, berharap dia bisa membaca kode siaga satu dari tatapan mataku.

“Ivan, jangan ancam Nadia,” Hana memperingatkan.

“Nggak kok, Hana,” balas Ivan dengan senyum termanis yang pernah ada.

“Omong-omong, semoga kalian nggak keberatan hadir di acara resepsi pernikahan kami,” Justin menawarkan. “Pasti akan menjadi suatu kebanggaan bagi nenekku yang sangat menyukai karya-karya Nyonya Gauthier.”

BYE, MANTAN! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang