15

3.3K 643 12
                                    

Seharusnya aku langsung pulang. Namun, setelah mengikuti kuliah yang membahas mengenai sejarah gelap salah satu komposer klasik dan ternyata membuatku sedikit gelisah ... oke, sangat gelisah! Ternyata salah satu lagu klasik yang nadanya begitu sederhana itu tercipta karena rasa cinta si komposer, pria, kepada seorang anak kecil! Kuanggap itu sekadar naksir saja, tidak lebih. Naksir yang mengerikan!

Alhasil aku pun memilih mendinginkan kepala di perpustakaan. Bukan untuk belajar, tentu saja karena letih sekali diriku ini, melainkan demi kepentingan hiburan. Ada beberapa novel mengenai pembalasan dendam seorang pria terhadap orang-orang yang telah memenjarakan dirinya dan membuatnya batal bertunangan dengan kekasih hati serta membuat ayahnya sekarat. Di akhir cerita dia berhasil membalaskan dendam kepada hakim, seorang baron, dan letnan. Meskipun pada akhirnya ia tetap tidak bisa bersama kekasihnya, tetapi setidaknya dia mendapatkan cinta baru.

Pasti indah sekali bisa menemukan cinta yang baru. Tidak semua manusia diberi keberuntungan semacam itu; bertemu manusia baru, menjalin hubungan baru, dan perlahan melupakan masa lalu. Terlebih dengan luka dan dendam, melangkah ke masa depan menjadi tantangan sulit.

Tepat ketika jam menunjukkan pukul dua siang, aku memutuskan menyudahi kegiatan membaca. Perutku keroncongan. Setelah keluar dari perpustakaan dan mampir ke kantin, aku bermaksud langsung pulang dengan cara naik transportasi umum. Begitu sampai di area hijau, daerah yang biasa digunakan mahasiswa untuk bersantai dan letaknya dekat gerbang masuk, aku pun berhenti sejenak karena tertarik mengamati seekor kucing gemuk yang tengah tiduran di bangku.

Kucing itu sama sekali tidak peduli dengan sekitar. Tidur dengan posisi telentang, memamerkan perut, dan membirkan manusia melakukan apa pun.

"Dasar kucing ... hah?"

Akan tetapi, perhatianku tersita oleh keberadaan sosok yang tidak asing. Siapa lagi kalau bukan Kai? Sialan! Sialan! Setan! Kampus seharusnya melarang orang asing mencurigakan masuk! Apa mereka tidak bisa membuat tanda larangan bertuliskan "yang tidak berkepentingan dilarang masuk"?

"Ah sial!"

Aku bermaksud kabur, pura-pura tidak melihat Kai, tetapi dia telanjur menangkap keberadaanku. Alih-alih membiarkanku pergi, dia justru menghampiri dan berkata, "Kita perlu bicara."

"Bagaimana bisa kamu menemukanku?" Nada suaraku naik satu oktaf, melengking persis nyanyian kucing yang amat sumbang. "Seharusnya kamu nggak tahu aku ada di sini!"

"Oh jadi kamu nggak tahu? Oke, akan kujelaskan. Aku termasuk salah satu undangan yang hadir malam itu di acara yang diselenggarakan oleh kampusmu. Puas?"

Puas? Tidak! Aku ingin menyatakan keberatan! "Kai, nggak ada yang perlu kita bahas." Lekas aku melebarkan jarak di antara kami dan bersiap lari. Namun, lagi-lagi gagal karena Kai langsung menghalangi jalanku. "Kai, berhenti jadi orang berengsek!"

"Nadia, kenapa kamu begitu keras kepala? Aku hanya ingin membantu. Itu saja."

Aku mendengus. Percaya kepada Kai sama buruknya dengan meyakini bahwa dosenku yang paling galak tidak akan memberiku nilai jelek. "Omong kosong," kataku dengan nada suara yang sarat cemooh. "Kamu ingin menolongku? Satu-satunya yang kamu pedulikan cuma ... hmmm bualan."

Beberapa orang mulai memperhatikan kami. Kemungkinan besar mereka mempertanyakan alasan Kai ada di sini. Lihat saja dia. Seperti orang salah kostum. Memakai setelan kerja. Sekalipun hanya kemeja, dasi, dan celana ... yah standar, tetapi sosoknya seolah menyedot fokus semua orang.

Jenis yang hanya membuatku merasa jengah!

"Kamu sudah tahu aku ada di sini," lanjutku berusaha mencari solusi, "sebaiknya biarkan aku pergi."

"Nadia, kembalilah. Kumohon."

"Hei aku, kan, sudah bilang kalau nggak tertarik menjadi tunangan atau istrimu! Kamu bisa memilih Kiki! Dia putri kesayangan Flinn. Aku cuma putri palsu keluarga Flinn. Lagi pula, sejak kapan kamu peduli sih? Konyol."

"Sejak kamu memutuskan meninggalkan Om," jawabnya, tegas. "Aku nggak paham omonganmu mengenai Kiki. Kenapa kamu selalu mengaitkan Kiki ketika kita ada masalah? Dia bahkan nggak pernah sedetik pun berhenti memikirkan mengenai keselamatanmu."

"Berani taruhan deh, Kai. Dia bakalan senang andai tahu aku nggak tertarik mengejarmu seperti anjing yang berusaha mengemis perhatian majikannya."

"Nadia, cukup."

"Kenapa? Fakta lho." Aku melirik sekitar, mencari keberadaan keamanan atau sekalian satpam. Nihil! Di saat genting justru mereka sulit kucari. Bagus! "Kamu cemburu dengan kebebasan yang berhasil kuraih? Perlu banget, ya? Perlu banget mengganggu orang lain?"

Kai memijat pelipisnya. "Aku hanya ingin kamu pulang, kembali bersama keluargamu."

"Mereka bukan keluargaku," kataku menolak pengakuan Kai. "Kamu pikir hanya karena seseorang berbagi darah, maka itulah keluarga? Salah! Keluarga seharusnya bisa memberiku keamanan, ketenangan, kedamaian! Namun, mereka nggak bisa memberi semua itu kepadaku. Yang kudapat cuma penolakan, pengasingan, dan penghinaan. Kai, cukup sampai di sini. Misimu nggak masuk akal."

"Karena itu aku ingin ... Nadia, tolong jangan begini."

"Jangan apa? Mencoba menemukan kebahagiaan? Kamu cemburu? Cemburu kepada diriku? Nggak perlu. Setop. Nggak butuh."

"Dengar, Nadia. Siapa pun yang telah menolongmu kuliah dan hidup di luar keluargamu, pasti nggak punya niat baik. Kamu pikir buat apa mereka menolongmu kalau nggak ada udang di balik batu?"

Aku pura-pura terkejut. Sangat dramatis, sesungguhnya. "Oh iya, ya? Benar juga. Mereka pasti ingin menjadikanku sebagai salah satu anggota penyihir. Mungkin butuh seorang penyihir cewek yang bisa mengutuk cowok kurang ajar dan berengsek menjadi katak. Oh baiknya."

"Haha lucu sekali, Nadia."

Kulirik salah satu jalur pelarian. Aha bisa kumanfaatkan! "Iya, lucu sekali. Aku mempertimbangkan mengubahmu menjadi dugong!"

Tanpa babibu langsung kuinjak salah satu kaki Kai hingga dia mengaduh kesakitan. Kesempatan itu kumanfaatkan untuk melarikan diri. Lari, lari, pokoknya lari sekencang dan secepat yang bisa kedua kakiku lakukan. Aku tidak berani menengok ke belakang pun memperhatikan sekitar. Hanya fokus ke depan. Menyusuri koridor, mengincar jalur yang akan membawaku ke tempat aman.

"Lho bukannya kamu tadi baru saja dari sini?" tanya petugas perpustakaan.

... dan kembali ke titik awal.

"Oh ada yang perlu kupastikan," jawabku. Bohong!

Sialan. Gara-gara Kai aku terpaksa kembali ke perpustakaan. Padahal rencananya aku ingin pulang lebih awal dan menyelesaikan latihanku. Namun, semua gagal. Kai jelas ingin membuatku mati muda untuk kedua kalinya! Dia sepertinya merasa tidak puas setelah kematianku di kehidupan pertama.

Dengan langkah terseok aku kembali mengisi daftar hadir. Setidaknya di sini, di perpustakaan, Kai tidak akan bisa berbuat sesuka hati.

Seharusnya seseorang merantai Kai dan memasukkannya ke sel! Jangan sampai lepas dan menggigit sembarang orang. Mengapa dia begitu keras kepala? Dulu dia cuek saja dengan perjuanganku, tapi sekarang? Hahahaha aku tidak sudi menerima cowok yang dulu membuatku merasa patah hati dan merana. Cukup sekali! Sekali saja! Tidak perlu ada kedua kali!

Sialan!

***
Selesai ditulis pada 12 Oktober 2023.

***
Hehe maaf kemarin belum update. Ini saya kasih dua episode langsung. Ihihihi semoga kalian nggak keberatan dengan tulisan saya yang receh ini. Terima kasih telah mampir dan membaca Nadiaaaaa!

Jangan lupa jaga kesehatan, ya? Oke?

Salam cinta dan kasiiiih sayang.

LOVE.

P.S: Di sini masih belum hujan. Hiks. Panaaaas!

BYE, MANTAN! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang