5

3.9K 707 22
                                    

Ternyata mencari penonton tidak mudah. Sejauh ini jumlah orang yang bersedia mampir, menyaksikan permainan gitarku di Coconut, ternyata hanya ada tiga puluhan saja. Wow. Dari sekian ratus juta manusia yang menghuni dunia ini, tiga puluhan orang itu saja yang menyempatkan diri menengok.

Yah setidaknya ada yang menonton. Jauh lebih baik daripada tidak sama sekali.

Tiga puluhan penonton, lima pengikut, dan sepuluh orang yang bersedia memencet tombol “suka”.

Apakah ini pertanda bahwa aku tidak berbakat?

Sepertinya mengulang waktu, mendapat kesempatan kedua, dan menjalani pekerjaan baru yang langsung sukses hanya berlaku pada segelintir orang saja. Pada kasusku mentok di “mengulang waktu” dan kabur dari keluarga jahanam.

“Payah ah,” kataku sembari menghela napas. Kumatikan laptop dan bergegas menyiapkan makan siang. Pekerjaanku terintrupsi oleh kehadiran Nenek Chloe. Dia ngotot menyuruhku ke rumahnya. Tentu saja sebagai seorang nenek dia akan berkata, “Kamu jangan membuang kesempatan emas, Nak.”

Aku tidak tahu maksud dari kesempatan emas yang Nenek Chloe maksud. Adapun yang kupikirkan ialah, cara menaikkan rating penonton dan memperoleh pendapatan jalur Coconut. Apabila usahaku tidak membuahkan hasil, maka sebaiknya perlu menengok opsi lowongan pekerjaan di suatu tempat. Menjadi pramusaji sepertinya menarik. Lupakan gengsi, bertahan hidup merupakan kunci!

Bicara mengenai Nenek Chloe, inilah pertama kali aku masuk ke rumahnya. Kupikir di sana, di dalam rumah Nenek Chloe, akan kutemui sejumlah benda mencurigakan: tongkat sihir, rempah kering, ekor kadal, tulang burung, dan mawar kering.

Mohon maaf, bukan bermaksud berburuk sangka, tapi kadang dia membuatku merasa takut dengan cara yang bahkan tidak bisa kujelaskan. Bukan takut yang membuatku berteriak, “Kyaaaaaa!” Bukan! Jenis takut yang mengakibatkan diriku memikirkan bahwa si nenek yang satu ini selalu merencanakan sesuatu.

Ternyata isi dalam rumah Nenek Chloe jauh lebih baik daripada rumahku. Di bagian ruang tamu ada meja dan kursi yang terbuat dari rotan, di setiap kursi dipasang bantal duduk bersulam yang pasti harganya mahal. Lemari kaca berisi ukiran mungil yang mayoritas berupa rusa dan merak. Dinding di hiasi lukisan bertema titik-titik kuning bertarung dengan garis-garis putih. Judul lukisan itu: distraksi.

Aku mengira Nenek Chloe hanya akan menyuruhku duduk dan menunggu di ruang tamu. Ternyata dia mengajakku ke ruangan lain. Di dalam sana terdapat sebuah piano klasik berwarna putih. Jenis piano yang pastinya tidak mungkin mampu kubeli tanpa menghabiskan seluruh cadangan uangku!

“Nenek, kereeeeen!” pujiku sembari mengitari piano. Aku menyentuh bangku piano yang warnanya pun disesuaikan dengan piano. “Terlalu keren!”

“Kamu boleh main sepuasnya!” Nenek Chloe menyemangati. “Aku bahkan sudah mempersiapkan kamera canggih. Urusan editing, serahkan saja kepadaku. Nenekmu ini bisa menyewa jasa ahli dan akan membayarnya dengan sangat cantik.”

Kerutan di dahiku pun bertambah. Editing? Sewa jasa? Tunggu! “Nek, aku nggak sanggup bayar! Terlalu mahal!”

Nenek Chloe mulai berdecak dan mengedip genit. “Percayalah kepadaku, Nak. Nenekmu ini punya banyak uang yang tidak akan habis hanya untuk membiayaimu. Apa kamu ingin kuliah seni? Nenek bisa memasukkan kamu ke salah satu kampus di dekat sini.”

Aku menggeleng. “Nenek, terima kasih. Sayangnya aku nggak bisa.”

“Oh karena kamu menganggap Nenek sebagai orang asing?”

Benar. “Aku nggak sanggup membalas jasa Nenek.”

“Sayangku, Nak.” Nenek Chloe mendekat. Dia menepuk lembut pipiku, memasang senyum manis, dan berkata, “Aku dan nenekmu itu teman baik. Ibumu? Jangan tanya! Aku tahu dia dari bayi sampai akhirnya memilih meninggalkan nenekmu demi cowok berengsek! Padahal aku sudah memperingatkan Amber, nenekmu, agar menjauhkan ibumu dari ... yah semua sudah berlalu.”

BYE, MANTAN! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang