iii.

339 37 1
                                    

°•°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°•°

"Sebenarnya aku siapa?"

"Kau Libertha." jawab seorang pria tinggi dengan rambut hitam gondrongnya.

"Kenapa kau meninggalkan kami? Kenapa kau membawaku kesini? Apa maksudmu?" pertanya bertubi-tubi Bertha layangkan kepada pria dihadapannya. Pria yang menurutnya sangat jahat dan menyebalkan.

Pria itu mensejajarkan tingginya dengan Bertha, ia berjongkok lalu mengusap pelan surai gadis kecil dihadapannya.

"Maafkan aku, bocah."

Libertha menunduk dalam. Tangisnya akan pecah, kenapa seperti ini?

"Hiduplah dengan baik disini. Tugasku hanya sampai disini, selanjutnya adalah jalanmu. Kau disini karena takdir, Libertha." ujar pria itu.

"Bisakah kau berjanji satu hal padaku?" Bertha berharap setidaknya pria jahat didepannya ini mau mendengarkan.

"Apa itu?"

"Jagalah dia dengan baik." ujar Bertha.

Pria itu tersenyum, "tanpa kau suruh, aku akan selalu menjaganya, gadis kecil." itu suara terakhir yang Bertha dengar dari orang yang merawatnya selama kurang lebih 4 tahun.


Bertha membuka matanya dan mengusap air mata yang turun tanpa diminta itu. Lagi dan lagi ia memimpikan hal itu. Waktu dimana dan bagaimana seorang gadis asing seperti Libertha bisa berada di Marley.

Jika sudah seperti ini, sangat sulit baginya untuk tidur kembali. Bertha berjalan menuju kamar Reiner, bermaksud melihat apakah adiknya itu sudah terlelap. Saat melihat, Bertha menghela napas pelan ketika melihat tumpukan buku di tempat tidur anak itu. Bahkan Gabi Braun, adik sepupu mereka ikut terlelap bersama Reiner. Hubungan mereka memang baik sekali.

Serta hampir semuanya adalah buku sejarah mengenai Eldian dan Marleyan. Bertha mengelus surai Reiner, ia menjadi sangat khawatir. Karena mendapat dua pengetahuan berbeda, dari Karina dan Libertha. Ia takut otak Reiner lelah dan jiwanya ikut lelah, bagaimana jika adiknya itu memiliki kepribadian ganda?

Bertha menggeleng pelan akan pikiran konyol yang datang menghampiri kepalanya. "Jangan sampai." gumamnya.

-------

"Entah kapan perang dengan Titan akan berakhir." suara Erwin memecahkan keheningan antara Levi dan Erwin.

Levi yang mendengar ucapan Erwin tetap pada raut datarnya. Memuakkan memang karena tiada hari tanpa membunuh monster-monster menjijikkan yang tidak ada habisnya.

ᴘᴇᴀᴄᴇ : ʟɪʙᴇʀᴛʜᴀ ᴅʜᴀʟɪꜱᴇ (ᴀᴏᴛ × ᴏᴄ)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang