vii.

190 31 2
                                    

°•°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°•°

District Trost, Wall Rose, Paradise 847.

Dua tahun sejak peristiwa penjebolan dinding Maria. Libertha dan yang lainnya berhasil menyusup. Awalnya memang sulit karena kelangkaan pangan, Bertha bahkan sangat heran mengapa saat setelah penjebolan, pihak Kerajaan malah menyuruh warga Maria untuk kembali merebut dindingnya. Dimana lagi-lagi hal itu mengurangi populasi manusia dalam dinding.

Dua tahun pula setelah itu, saat ini sudah tahun 847. Reiner, Bethold dan Annie sudah bergabung untuk menjadi Kadet. Libertha sendiri memang tidak berniat menyusup menjadi pasukan apapun.

Libertha berjalan pelan, memasuki sebuah Bar mini disebelah kanannya.

"Selamat datang, nona." sapaan ramah itu terdengar di indra pendengarannya dari seorang pria yang sepertinya bertender.

"Permisi, apakah Bar ini membutuhkan pelayan?" Bertha bertanya pada bertender yang masih sibuk dengan botol anggur itu.

"Pelayan ya? Kami cukup kekurangan pelayan. Anda ingin bekerja? Boleh saja, sebelum itu perkenalkan diri and—" ucapan pria bertender itu terhenti ketika ia mendongak menatap wajah Libertha. Bola matanya membulat, Bertha yang melihatnya mengerutkan keningnya.

"Liber...tha?" Bertha semakin mengerutkan keningnya. Siapa pria ini? Kenapa bisa mengenalinya? Apa ia mata-mata Marley? Tapi kenapa wajah pria ini terkesan tidak asing?

"Aku memang Libertha, dan kau siapa?" tepat setelah Bertha mengatakan itu, sang bertender langsung menggenggam tangannya dengan wajah sumringah.

"Aku Linre! Linre Nilett! Kau ingat? Kuharap kau tidak melupakan teman gelandanganmu ini." kini berganti Bertha yang membulatkan matanya mendengar perkataan bertender itu.

Linre? Apa-apaan? Bagaimana ia bisa sampai di Paradise begini?

--------

Kini Pasukan Pengintai tengah melaksanakan rapatnya. Banyaknya pasukan elite mengelilingi meja rapat, dengan Erwin sebagai pusatnya.

"Titan bisa menyerang kapan saja." ujar Erwin yang diangguki seluruh peserta rapat.

"Kita juga tahu bahwa sepertinya Titan Kolosal yang menghancurkan Distrik Shiganshina dengan Titan Zirah yang membobol gerbang Maria adalah Titan cerdas. Dimana berarti mereka Titan berakal." semua orang mendengarkan dengan seksama.

Hange bersuara, "kita bahkan sama sekali tidak tahu mengenai apapun tentang Titan. Bahkan masih menjadi misteri sekarang, mengenai apakah benar tidak ada umat manusia diluar dinding." semua orang di rapat mengangguk menyetujui perkataan Hange. Rasanya perjuangan pasukan terkesan sia-sia karena mereka tidak mengalami kemajuan.

Erwin menghela napasnya pelan. Impian pria itu satu-satunya ialah mengetahui kebenaran dunia.

Melihat suasana suram disekitarnya, Pelatih Kadet, Keith Shadis berujar, "setidaknya banyak kadet berbakat tahun ini."

ᴘᴇᴀᴄᴇ : ʟɪʙᴇʀᴛʜᴀ ᴅʜᴀʟɪꜱᴇ (ᴀᴏᴛ × ᴏᴄ)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang