Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
°•°
M
Marley, 845.
Sudah berlalu satu tahun lagi sejak terakhir kali Libertha memimpikan hal aneh. Kini sudah tahun 845. Serta saat ini mereka tengah berada di markas pusat Marley bersama para petingginya.
"Seminggu lagi kita akan mengirim para Pejuang ke Paradise. Apa ada usulan lain?" ucap Komandan Theo Magath, ia Komandan Pasukan Militer Marley.
Diruangan itu terdapat para petinggi Marley, Zeke dan Libertha. Para Pejuang lain tidak diikut sertakan. Mengapa hanya Zeke dan Libertha? Zeke adalah Titan terkuat milik Marley. Sedangkan Libertha adalah wanita jenius milik Marley.
Siapa yang tidak mengenal Libertha Braun? Kakak angkat Reiner Braun sekaligus wanita yang berhasil membuktikan bahwa menjadi kuat tidak hanya menjadi seorang Pejuang. Wanita jenius dalam menyusun strategi dan ahli dalam bidang menembak. Libertha menjadi anak emas Marley disaat mereka tengah berperang, ditambah tidak adanya darah Eldia yang mengalir ditubuhnya. Membuat para petinggi Marley semakin menyayanginya.
Tidak heran mengapa Libertha ikut dalam rapat membobolkan dinding Maria kali ini.
Disaat seluruh ruangan hening, Libertha tiba-tiba mengangkat tangannya.
"Izinkan saya mengikuti misi kali ini, Jendral." perkataan singkat Libertha berhasil membuat seluruh orang di rapat membelalakkan matanya.
"Jangan bertingkah bodoh, Libertha." ujar Jendral besar Marley.
"Aku akan menyusup sebagai warga sipil. Para pejuang juga membutuhkan bimbinganku, kan? Kalian terlalu gegabah jika membiarkan anak-anak berumur 12 tahun menjalani misi nekat ini. Tenang saja, aku tidak akan tampil mencolok apalagi sampai bergabung dengan Pasukan Paradise." ujar jelas Bertha. Seluruhnya diam, memikirkan jika perkataan Bertha tidak sepenuhnya salah.
Tidak ada yang menjawab, Libertha menghela napasnya. Dengan segera, ia tersenyum manis menatap Jendral Marley.
"Aku akan bunuh diri jika kalian memisahkanku dari Reiner, loh~"
Merasa tidak ada pilihan, Jendral Marley mengangguk pelan dengan raut wajah menahan kesal. Detik itu juga Libertha menggeprak meja rapat dan berteriak girang.
"Memang hanya dia yang berani seperti ini didepan petinggi Marley." gumam Zeke tersenyum kecil.
'•'•
Saat ini Bertha dan Zeke sedang berjalan kecil.
"Apa maksudmu dengan ikut misi kali ini, Bertha?" tanya Zeke, dari suaranya sudah jelas bahwa ia kurang setuju dengan keputusan Bertha.
Bertha tersenyum, "aku tidak bisa membiarkan bocah-bocah itu sendirian, Zeke."
Zeke mengernyitkan dahinya pelan. Tidak. Bukan itu alasan seorang Libertha mengikuti misi kali ini. Zeke yakin ada alasan lain.