06

2.1K 288 39
                                    

Nathanael berlari melewati pinggir lapangan baseball menerobos hujan deras yang sedari tadi turun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nathanael berlari melewati pinggir lapangan baseball menerobos hujan deras yang sedari tadi turun. Suasana di sana tentu sudah gelap, hanya ada lampu temaran yang dipasang di lorong namun tak membantu banyak penglihatannya.

Dengan napas tersenggal, ia memutar knop pintu ruang penyimpanan dengan harapan takkan terbuka—namun nyatanya tidak. Pintu itu dengan mudahnya bisa Nathanael buka sebab memang tidak terkunci.

“Dayana?”

Bersama suara petir yang bersahutan satu sama lainnya, Nath memanggil sosok teman sekelasnya itu sambil menyapu pandang ke segala penjuru ruangan. Di ruang serba guna ini jelas lebih gelap lagi dari ruangan di luar, dengan perlahan ia berjalan hingga sampai ke depan ruang penyimpanan peralatan olahraga.

“Day?” Kali ini Nathanael memanggil lagi dengan lebih keras, samar-samar terdengar suara benda yang berjatuhan dari dalam.

“Dayana, lo di dalem?”

Toloooong...”

Terdengar sahutan lirih dari dalam ruangan membuat Nath segera buka pintu satu arah yang hanya bisa dibuka dari luar.

Terlihat seseorang tengah duduk meringkuk di lantai. Pandangannya terarah kepadanya dan bisa Nathanael lihat bagaimana mata itu sembab berkat tangisan yang mungkin sudah menghabiskan pasokan air matanya.

Benar, itu sosok Dayana. Masih terdiam dan terus menatap Nathanael dengan ekspresi yang tak pernah terbayangkan olehnya. Dayana terlihat begitu kacau, bibirnya nampak bergetar sebelum ia kembali menundukkan kepala menuju tangga yang ia gunakan untuk memeluk lututnya sendiri rapat-rapat.

Pemuda Damian membawa tungkainya lebih mendekat lagi, lelaki itu lemas melihat sosok Dayana yang seperti ini. Apa yang sebenarnya telah ia perbuat?

“Day?” Begitu ia menyentuh tangannya, Dayana buru-buru membalas dengan pelukan. Nath sedikit ambruk ke belakang, namun tangisan tersedu yang lebih muda membuat lelaki itu mengelus pelan punggung lebar milik Dayana.

“Gu-gue takut...” Dayana berguman pelan.

“Kenapa bisa kekunci, gue udah pernah bilang pintunya harus diganjel barang ‘kan?”

“Udah, udah gue lakuin. Tapi nggak tau kenapa bisa ketutup lagi...” Dayana coba jelaskan dengan napas tersenggal, air matanya berlinang dan Nathanael sungguh tak menyukai situasi ini.

Tangannya menyapu halus pipi Dayana, menyalurkan damai yang anehnya bisa terasa. “Yaudah nggak apa-apa, ini udah ada gue.” Lelaki itu membawa jemarinya memegang kedua pipi yang lebih muda, “Liat sini...,” Ucapnya halus. “udah dapet kamar di asrama?”

RIVALS | hajeongwoo au [ on going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang