[ 23 ] D-day

1.4K 142 39
                                    


"Last practice, kumpul di lapangan lagi after 5 minutes break!" Jun mengintruksi masing-masing pemain yang nampak kelelahan. Kemudian lelaki itu berjalan ke arah Nathanael yang sedang berdiskusi bersama Arthur dan Kevin di sisi lapang.

Cedera pada lutut Kevin benar-benar membuatnya batal bertanding, ia membutuhkan enam bulan pemulihan, dan banyak terapi yang harus di jalani. Namun hal itu tidak meredupkan kecintaannya pada The Eagles, maka saat ini ia berusaha membantu sebanyak yang ia bisa.

"Gue pikir strategi sebelumnya udah paling bagus." Arthur membalas ucapan Nathanael dan sang kapten mengangguk puas.

"Let's do this shit." Ujar sang kapten tersenyum miring. "Kalau kalah, kita lempar Kevin ke tengah lapang."

"Sembarangan!" Seru Kevin tak terima.

Sementara itu, Dayana terduduk di sisi lain lapangan bersama Julian yang baru saja memberikannya satu botol air dingin guna melegakan dahaga. Ia leguk airnya mungkin hampir setengah botol banyaknya. Pandangannya lalu berpindah pada botol air dingin yang masih ia genggam, tiba-tiba teringat entah sudah berapa lama lelaki itu tidak pernah lagi diminta membawakan minum untuk Nathanael, pun lelaki itu sudah tidak pernah merecokinya kehidupannya lagi.

Satu sisi ada perasaan lega, namun di sisi lain Dayana merindukan saat-saat dirinya harus terpaksa selalu bersama yang lebih tua.

Semenjak kejadian dirinya menjemput Nathanael yang mabuk di pesta seorang teman sekolah mereka, tidak pernah ada satu bahasan pun yang mengarah ke persoalan itu. Tidak ada pertanyaan, pun penjelasan. Semuanya berjalan seperti biasa, bahkan terlalu biasa untuk pikiran Dayana yang luarbiasa ribut.

Jika dipikir lagi, Nathanael begitu lucu malam itu, berkata merindukan bahkan tak mau ditinggal olehnya. Itu kali pertama Dayana melihat lelaki tersebut sebegitunya clingy; Dayana tidak pernah melihat Nathanael dikuasai alkohol, Nathanael terlalu berteman akrab dengan minuman itu. Pasti ada satu pencetus yang membuatnya minum banyak dari biasanya.

"Kumpul semuanya..." Terdengar suara Arthur yang kini telah berdiri di tengah lapang.

Seketika Dayana pun berdiri, berjalan bersama Julian di sampingnya. Tadi sepertinya Julian mengajaknya berbicara, namun sumpah Dayana tak menangkap satu pun obrolan mereka. Anggukkan yang ia berikan hanya semata-mata ia mendengarkan. Padahal sedari tadi perhatiannya selalu tertuju pada satu orang.

Maniknya sempat bertemu dengan milik Nathanael sebentar, namun dengan cepat lelaki itu membuat muka. Hal sesederhana begini saja sudah mampu membuat garis bibir Dayana tertekuk jadinya.

Beberapa brifieng berlangsung dan yang Dayana tangkap adalah dirinya yang akan dijadikan pemain cadangan bersama dua orang lainnya. Dayana tidak mempermasalahkan, ia malah senang tidak ditunjuk sebagai pemain inti. Lagi pula, pemain senior yang kembali mengisi posisi kosong tim ini sangat mumpuni jauh dibanding dirinya.

"Ramen?" Tanya Julian ketika orang-orang mulai bergantian pergi dari tempat semula mereka terduduk. Dayana anteng memasukkan bola-bola bisbol ke dalam tempatnya.

"Sekarang?" Julian mengangguk. "Mandi dulu deh..." Pinta Dayana. Lelaki itu selalu tidak suka jika harus berpergian dengan tubuh yang dipenuhi keringat.

"Baliknya aja, kalo terlalu sore suka penuh tempatnya."

Dayana nampak ragu dengan ajakkan Julian namun akhirnya mengiyakan. David tidak akan pulang sampai jam 10 malam, tandanya ia harus mencari makan sendiri. Dayana bukan orang yang senang menghabiskan makan malam seorang diri, ia pasti lebih memilih untuk makan bersama temannya.

Dilirik lagi tempat terakhir ia melihat sang kapten bisbol berdiri, namun Nathanael sudah tak ada di sana. Sudah jadi kebiasaan matanya mencuri pandang dengan lelaki itu, sebab biasanya mereka akan pergi berdua ketika para anggota lainnya sudah tidak ada.

RIVALS | hajeongwoo au [ on going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang