9

531 71 2
                                    

𝙰𝚙𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚔𝚊𝚖𝚞 𝚝𝚊𝚗𝚊𝚖, 𝚒𝚝𝚞𝚕𝚊𝚑 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚊𝚖𝚞 𝚝𝚞𝚗𝚊𝚒𝚔𝚊𝚗

🦊




"To, ini sesuai sama firasat kita kan?" Tanya Hyunsuk. Mereka kini sedang berkumpul di tempat tongkrongan seperti biasanya.

Haruto mengambil jeda kemudian menjawab, "iya Bro! Gue sebenernya masih gak percaya kalau gue nginjek kaki di rumah itu pertama kali di hidup gue, bisa abis gue sama nyokap kalo ketahuan nemu kedua adek gue di rumah itu."

"Lo belum bilang kejadian yang sebenernya kan?" Tanya Jihoon.

"Belum Hoon. Gue masih berat hati, gak kebayang gimana meledaknya masalah ini kalo gue buka mulut. Otomatis adek kalian sama temen-temennya yang lain bakal kena imbas juga. Iya gak?" 

Hyunsuk dan Jihoon membalas dengan anggukan yang spontan. Mereka sangat mengerti betapa sensitifnya topik rumah itu jika sedikit saja disinggung, terutama di depan orang tuanya.

"Kejadian kemarin gimana ceritanya To?" Tanya Hyunsuk meminta penjelasan yang rinci.

Haruto mulai mengambil posisi duduk tegak, tangannya sudah siap memperagakan agar ceritanya menjadi lebih hidup. Dia menceritakan setiap detail kejadian kemarin yang sangat singkat namun akan membekas selama dia hidup.

Flashback on.. 

Siang kemarin, Haruto sedang ada tugas proyek dari Kampus bersama tiga orang teman satu kelompoknya. Ditengah perhatiannya terhadap diskusi, ponselnya bergetar. 

‘Haramii’ nama kontak si pemanggil. Lekas Haruto keluar untuk mengangkat telepon. Namun, tidak sampai satu menit Haruto ijin keluar, dia kembali dengan langkah yang cepat sampai menyeruduk kursi tempat barang-barangnya disimpan.

Dalam situasi panik, Haruto harus meminta izin kepada temannya dengan tergesa-gesa karena keadaan darurat. Meskipun terburu-buru, tetapi dia tetap berusaha berbicara dengan sopan dan mengucapkan terima kasih atas pengertian temannya.

Secepat kilat dia melajukan mobil pribadinya, jantungnya kini berdetak tak karuan. Selama perjalanan menuju tempat yang Haram sebutkan, Haruto diselimuti pemikiran yang tidak dapat diuraikan oleh kata-kata.

Sampai di depan rumah horor itu, segera Haruto berlari. Langkah yang dia ambil begitu lebar, dia tidak ingin melewati momen yang nantinya akan membuat dia menyesal karena terlambat. 

Di ambang pintu rumah yang gelap itu, Haruto melihat empat gadis yang kondisinya sangat memprihatinkan. Haram dan Rora yang sedang mengadu suara tangisan masing-masing, mereka tengah memeluk sosok yang sangat dia kasihi, kedua adiknya Chiquita dan Ahyeon yang sama-sama sudah dalam kondisi tidak sadarkan diri.

"Kak Ruto.." Ucap Haram dengan nada lirih seluruh energinya terkuras hanya dengan mengatakan itu. Haram merasakan kelegaan manakala Haruto sudah terlihat di depan matanya. Wajahnya pucat, air matanya sudah tidak bisa diajak kompromi, tangisnya pecah. Begitu pun dengan Rora yang beberapa saat lalu hampir kehilangan kesadaran akibat gejala penyakitnya.

Campuran emosi kini menyerap dalam pikiran Haruto, namun dia mencoba tetap tenang. Langsung dia angkat si kecil terlebih dahulu karena kondisinya sangat parah. Pisau yang masih menancap di bahunya dan banjir darah yang membasahi pakaiannya membuat Haruto hampir mengeluarkan air mata yang sekuat tenaga dia tahan dari tadi.

6 PM [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang