Sasa menunggu kedatangan Beno dan Juna di ruang teori 12. Setelah lima menit menunggu akhirnya kedua adik kelasnya itu datang dengan langkah gontai.
“Sore kak.” Sapa Juna.
“Sore, kalian kenapa kok lesu?” Tanya Sasa heran.
“Sata nggak tau ini harus gimana kak, kayaknya Saya lolos seleksi juga karena hoki. Takut nanti pas olimpiade malah kalah.” Jawab Juna.
“Ya ampun jun, yang namanya kompetisi nggak selalu menang terus kan? Pasti ada kalahnya. Udah lah, coba aja dulu. Ini kesempatan kita kan, masa nggak di perjuangin. Semangat lah, masa ketua osis pesimis haha.” Jelas Sasa memberi semangat pada Juna.
Bimbingan pun di mulai, Praz masih belum terlihat batang hidungnya sedikit pun. Setelah lima belas menit berlalu ia datang dengan sopan memasuki ruangan.
“Ijin bu, mohon maaf saya terlambat.” Ucap nya sopan.
“Iya nggak apa-apa, silahkan duduk Praz.” Balas bu Wina, guru bimbingan olimpiade hari ini.
Praz duduk tepat di kursi pojok paling depan. Meskipun jaraknya lumayan jauh dengan Sasa rasanya tetap saja tidak karuan. Kelas bimbingan pun selesai, Sasa berpamitan terlebih dahulu kepada yang lain untuk pergi ke lapangan bersama Beno untuk Latihan paskibra. Saat melewati Praz, Sasa memasang wajah datarnya seakan-akan ia tidak melihat keberadaan Praz.
Tiba-tiba Beno bertanya kepada Sasa perihal hubungannya dengan Praz.
“Sejak kapan kalian pacarana kak? bukannya kak Clarisa sama kak Marcel ya?” Tanya Beno penasaran.
“Tahun lalu mungkin, tapi udah putus karena ada hal yang memang mengharuskan gue putus sama dia. Oh iya satu lagi, gue nggak pacaran sama Marcel. Jadi kalau ada yang nanya hubungan gue sama dia bilang aja lo nggak tahu.” Jawab Sasa kemudian meninggalkan Beno yang mungkin semakin merasa aneh atas sikapnya setiap kali di tanya perihal hubungannya dengan Praz.
Dengan cepat Beno mengejar Sasa ke lapangan untuk bergabung dengan yang lain.
“Gimana Sa bimbingannya?” Tanya coach Wira.
Sasa dan coach Wira memang cukup dekat karena coah Wira tetangga kost sekaligus pelatihnya di paskibra, bahkan Sasa menganggapnya seperti kakakkandungnya sendiri. Coach Wira pun tahu tentang cerita hubungannya dengan Praz, jadi tak heran ia bertanya kepada Sasa perihal bimbingan hari ini.
“Ya gitu lah coach. Canggung.” Jawab Sasa disertai kekehannya.
“Pasti lah ya, kan ketemu doi haha.” Balas coach Wira sambil tertawa.
Keesokan harinya, sekolah sedang mengadakan Penilaian Tengah Semester serentak. Sasa yang semalam tidak belajar karena merasa lelah hanya mengandalkan keberuntungan untuk nilai yang akan ia peroleh nanti. Kali ini Sasa satu ruangan dengan Kai dan berpisah dengan Cika.
“Kenapa lo?” Tanya Kai heran.
“Cape gue.” Jawab Sasa lesu.
“Gue ikut olimpiade di unsub sama Praz terus kemarin bimbingan di ruang teori 12.” Ucap Sasa dengan suara lemah.
“HAH? DEMI APA? TERUS KALIAN GIMANA?! YA AMPUN SA, PASTI BALIKAN KAN?” Jawab Kai terkejut dengan suara melengking nya.
Sasa menutup kedua telinganya dengan telapak tangan dan memukul bahu Kai pelan.
“Cempreng banget sialan!” Balas Sasa kesal.
“Ya sorry hehe. Abisnya gue kaget sa sumpah! Lo ngobrol dong kemarin sama dia?” Tanya nya lagi.
“Nggak, gue masang muka datar depan dia. Gue kan mau move on ceritanya Kai, tapi kalo ketemu tiap hari selama satu bulan ke depan buat bimbingan olimpiade gue mana kuat.” Keluh Sasa.
“Ya balikan dong, ih greget deh gue!” Balas Kai.
“Gampang banget lo ngomong.”
“Lah? Ya kalau lo nggak kuat yaudah balikan aja.” Sasa menggelengkan kepalanya.
“Lo juga suka sama Marcel ya?” Tanya Kia, dengan cepat Sasa menggelengkan kepalanya.
“Mustahil Kia gue suka sama dia. Emang ada yang suka sama orang yang super duper nyebelin? Nggak kan?” Sasa mendumal tak karuan.
“Ada. Buktinya banyak adik kelas yang nanyain ke lo perihal hubungan kalian.”
“Ah udah lah. Males gue ngomong sama lo.” Sasa menelungkupkan kepalanya dengan tas di atas meja.
“Yeuh kutub. Lo yang ngajak ngomong duluan malah marah sama gue.” Maki Kai dengan suara pelan.
Setelah PTS selesai, Sasa langsung menuju ke ruang teori 12 untuk bimbingan matematika lagi, semalam Praz mengabarinya untuk meminjam salah satu novel milik Sasa. Selama bimbingan Sasa dengan yang lain sibuk memperhatikan dan mengerjakan soal Matematika yang di berikan oleh guru pembimbing. Bimbingan pun selesai, Beno dan Juna keluar ruangan terlebih dahulu. Kini di ruangan hanya ada Sasa dan Praz. Saat Sasa tengah sibuk memasukan buku ke dalam tasnya, Praz menghampiri Sasa.
“Kamu ngerti tadi?” Tanya Praz. Refleks Sasa mendongakkan kepala menghadap menatap Praz sebentar lalu melanjutkan kegiatannya.
“Lumayan.” Jawab Sasa singkat.
“Bawa novel yang aku bilang semalem?” Tanya nya lagi.
“Bawa, sebentar Gue ambil.” Jawab Sasa. “Nih!.” Sasa memberikan novel yang Praz maksud.
Saat Praz membuka lembaran novel tiba-tiba Sasa teringat kalau di dalam novel itu ada beberapa kertas berisi ungkapan dan gambar yang Sasa buat untuk Praz satu tahun lalu. Dengan cepat Sasa meraih kertas yang tengah di baca oleh Praz, namun karena Praz jauh lebih tinggi Sasa berusaha merebut sambil melompat untuk mengambilnya.
“Praz sini jangan di baca gue maluuuu!” Rengek Sasa seraya berusaha mengambil kertas tersebut dari Praz.
“Nggak mau, ini kan buat aku.” Balas Praz sambil mengejek dan mengangkat kertas-kertas itu ke atas.
Dengan perasaan kesal Sasa semakin berusaha meraih kertas itu di tangan Praz sambil terus melompat, jarak keduanya cukup dekat karena Sasa dan Praz berhadapan. Hingga akhirnya Sasa dan Praz terkejut karena ada suara orang berdeham di arah pintu.
“Ekhem.” Seorang perempuan terlihat seperti seumuran sedang menatap Sasa dan Praz dengan tatapan tajam.
Seketika Sasa dan Praz menoleh ke sumber suara. Dengan cepat Praz menghampiri perempuan tersebut.
“Sejak kapan di situ?” Tanya Praz.
“Pulang!” Ucap perempuan tersebut dengan tegas. Tak lama setelah mendengar ucapan perempuan itu Praz tersenyum dan melambaikan tangan ke arah Sasa sambil berpamitan.
“Aku duluan ya sa! Bukunya aku bawa. Makasih!” Ucap Praz Seraya di tarik lengannya dengan cepat oleh perempuan yang tidak Sasa ketahui.
“Kak lepas dong!” Praz berusaha melepaskan tangannya dari cekalan kak Lia. Rupanya kak Lia tak menggubris apapun. Dengan cepat kak Lia menyalakan motornya dan langsung pulang bersama Praz.
Tak ada obrolan yang terdengar antara Praz dan kak Lia. Hingga akirnya Praz memutuskan bertanya padanya.
“Kok kakak nggak bilang kalau jemput?” Tanya Praz sambil memperhatikan wajah kak Lia melalui kaca spion.
“Kenapa? ke ganggu ya pacarannya?” Tanya kak Lia sinis.
“Aku bimbingan loh!” Jawab Praz kesal.
“Beno sama Juna udah keluar 30 menit yang lalu, tapi kamu apa? Pacaran di kelas?” Tuduhnya.
“Tadi cuma ngambil novel yang Praz pinjam semalem.” Praz berusaha menjelaskan yang sebenarnya.
“Halah!.”
Praz mendengus kesal karena kak Lia teguh dengan pendiriannya atas apa yang ia lihat dari interaksi Praz dengan Sasa.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAZ-SA (SEGERA TERBIT)
Teen FictionPerasaan memang selalu menjadi hal yang sulit di tebak oleh siapapun. Mencintai sebuah trauma? Entah lah, ini bisa dibilang cinta atau bukan. Sasa tidak pernah mengerti tentang perasaannya, selalu mencoba untuk melepaskan orang-orang yang pernah men...