Pagi ini Sasa semakin merasa tak karuan. Tubuhnya mendadak demam tinggi sampai akhirnya Sasa memutuskan untuk tidak masuk sekolah. Setelah mengabari wali kelasnya, Sasa kembali melanjutkan tidurnya.
Di sekolah, Marcel sibuk mencari keberadaan Sasa karena ada beberapa hal yang harus ia sampaikan dari kesiswaan.
“Nyari siapa pak ketu?” Tanya Adam ketika menghampiri Marcel di ambang pintu.
“Clarisa dimana? Gue lagi ada perlu sama dia.” Jawab Marcel seraya melirik jam tangannya.
“Nggak masuk dia, sakit.”
“Di kost berarti?”
“Iya.” Dengan cepat Marcel berlari menuju parkiran untuk pergi menemui Sasa.
Sesampainya di kost Sasa, Marcel mengetuk pintu kost dengan kencang sambil memanggil nama Sasa berulang kali.
“Clarisa… Clarisa..” Lima menit kemudian Sasa mebuka pintunya.
“Duh siapa sih?!” Tanya Sasa kesal karena kepalanya terasa sangat pusing akibat dipaksa bangun begitu saja.
“Lo masih sakit?” Tanya Marcel seraya menyentuh kening Sasa.
“Ish apaan sih lo? Ngapain lo kesini?” Sasa menepis lengan Marcel dengan pelan.
“Gue ada perlu sama lo. Cepet ganti pakai seragam abis ini cabut ikut gue.”
“Gila ya lo?!”
“Gue nggak gila, ini mendesak Clarisa.” Dengan terpaksa Sasa mengganti pakaiannya dan setelah selesai Sasa menghampiri Marcel yang sudah menunggu terduduk di motornya.
“Nih pakai jaket gue. Kita ke puskesmas dulu sebentar.” Sasa meraih jaket yang diberikan Marcel lalu memakainya tanpa protes apapun. Beberapa menit kemudian keduanya sampai di puskesmas terdekat. Marcel langsung mengantar Sasa untuk bertemu dokter, setelah selesai di periksa keduanya pun kembali melanjutkan perjalan menuju sekolah.
“Lo di kasih dispen sehari kemarin sehabis olimpiade malah maksain masuk. Sakit kan akhirnya.” Omel Marcel. Sesampainya di sekolah Marcel mengajak Sasa ke ruang kesiswaan untuk menandatangi berkas laporan kerja pengurus organisasi.
“Nggak bisa nanti apa?” Kesal Sasa karena Marcel memaksanya untuk tetap datang ke sekolah bersamanya.
“Nggak bisa. Beliau mau langsung rapat.”
“Kalau gue pingsan gimana?”
“Gampang, nanti gue seret lo ke UKS.” Marcel menyodorkan beberapa lembaran kertas untuk ditanda tangani Sasa, dengan malas Sasa menandatanganinya. Setelah selesai Sasa pergi untuk menunggu di kursi depan ruang kesiswaan meninggalkan Marcel yang masih sibuk membereskan berkas-berkas yang harus di berikan kepada pihak kesiswaan.
Ketika Marcel hendak mengajak Sasa menghadap kepala sekolah, ia melihat Sasa terlelap di kursi tunggu. Marcel memegang kening Sasa ternyata demamnya semakin tinggi, akhirnya ia memutuskan untuk membawa Sasa ke UKS dengan membopongnya. Kebetulan saat itu jam pembelajaran sedang berlangsung, jadi tidak banyak siswa yang berkeliaran di luar kelas kecuali siswa-siswi yang ingin ke toilet.
“Eh bentar-bentar. Itu Marcel bukan sih?” Tanya Kai pada Cika yang saat itu sedang menuju ruang kesiswaan untuk meminta surat ijin. Cika menoleh ke arah yang Kai tunjuk.
“Ituuu.. Sasa?” Cika memicingkan matanya.
“Kita ikutin diem-diem aja.” Kai menarik lengan Cika membuntuti Marcel diam-diam. Ternyata Marcel menuju ke ruang UKS. Setelah kurang lebih setengah jam mereka menunggu sambil bersembunyi akhirnya Marcel keluar sendirian dengan beberapa lembaran kertas yang ia pegang di tangannya. Saat Cika hendak menghampiri Marcel dengan cepat Kai menahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAZ-SA (SEGERA TERBIT)
Teen FictionPerasaan memang selalu menjadi hal yang sulit di tebak oleh siapapun. Mencintai sebuah trauma? Entah lah, ini bisa dibilang cinta atau bukan. Sasa tidak pernah mengerti tentang perasaannya, selalu mencoba untuk melepaskan orang-orang yang pernah men...