Dilabrak

4 1 0
                                    

Kondisi Sasa masih belum pulih sepenuhnya, untuk berangkat ke sekolah pun Sasa meminta Adam untuk menjemputnya. Untungnya Adam tidak menolak permintaan Sasa. sesampainya di sekolah Sasa berjalan dari parkiran menuju kelas bersama Adam sambil sesekali berbincang.

“Berangkat bareng lo?” Tanya Cika setelah melihat Adam dan Sasa memasuki kelasnya. Adam menganggukan kepalanya di susul dehaman Sasa.

“Tumben. Masih sakit emang?” Tanya nya lagi.

“Nggak sih. Cuma sedikit lemes aja, kebetulan Adam kan deket jadi yaudah.” Jawab Sasa seraya duduk di kursinya.

“Marcel semalem hubungin gue, katanya dia mau ngadain acara kelulusan tapi masih bingung buat konsep nya kayak gimana. Dia juga udah nanya sama lo tapi ngga respon.” Ucap Cika.

“Kalau ngeliat kondisi sekolah yang kaya gini kayaknya besar kemungkinan segala sesuatu yang di rencanain buat kelulusan nggak bisa terwujud.” Timpal Sasa.

“Lo udah ngobrol sama Marcel?”

“Sehabis ketemu Praz di luar kelas waktu itu gue langsung ke kantin buat ngobrol sama dia.”

“Terus?”

“Dia mau bikin kepanitiaan. Tapi gue males terlibat.”

“Seluruh ketua organisasi ya?”

“Nggak sih, kata dia yang mau aja.”

“Lo mau?”

“Kalau lo ikut gue juga ikut.”

“Yeuh..”

***

Selama beberapa hari Sasa memang pulang pergi bersama Adam ke sekolah. Walaupun Sasa meminta agar Adam tidak menjemputnya tetap saja Adam memaksa Sasa untuk berangkat bersamanya. Sesampainya di kelas tiba-tiba Kai menghampirinya dengan heboh sambil menunjukkan layar ponselnya pada Sasa.

“Lo liat ini sa!” Titah Kai.

“Apa?” Sasa melihat layar ponsel Kai ternyata disana tertera obrolan di aplikasi Whatsaap yang menunjukkan seorang teman Kai menanyakan keberadaan Sasa. Tak lama seseorang menggebrak pintu kelas Sasa dan mengejutkan seisi kelas termasuk Sasa dan Kai. “Mana Clarisa?!” Tanya nya dengan nada tinggi. Sasa pun berdiri dan menghampiri siswi tersebut.

“Kenapa?” Tanya Sasa.

“Heh pelakor!” Mendengar ucapan siswi tersebut Sasa mnautkan kedua alisnya merasa heran.

“Maksud lo?” Tanya Sasa lagi.

“Kalau lo nggak bisa berangkat sendiri ke sekolah nggak usah minta tolong sama cowok orang dong! Lo nggak punya pacar hah? Bukannya lo punya dua? Nih ya, apa perlu gue gojekin lo sekalian sama sarapan paginya?” Siswi tersebut mencaci maki Sasa tanpa jeda. Sasa menghela nafas setelah menyadari kalau siswi tersebut merupakan kekasih Adam. Selama ini Adam tidak memberitahunya kalau ia sudah memiliki kekasih jadi bukan salah Sasa karena setahu nya Adam memang tidak memiliki kekasih.

“Sebelumnya gue minta maaf karena gue nggak tahu kalau Adam udah punya pacar dan gue minta Adam buat nganterin gue cuma sehari waktu itu aja, selebihnya Adam yang maksa gue buat pergi bareng dia. Kalau lo nggak percaya, lo bisa tanyain langsung ke cowok lo.” Balas Sasa berusaha biasa saja, dari dalam hatinya ia menahan kesal karena ingin sekali memukul Adam saat itu juga. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, siswi tersebut pergi meninggalkan kelas Sasa. Sasa menghampiri Kai yang sedari tadi masih duduk di kurisnya sambil memperhatikan mereka.

“Lo kenapa nggak bilang sama gue kalau Adam udah punya pacar?” Kesal Sasa seraya duduk di samping Kai.

“Lah mana gue tahu. Tiba-tiba dia chat gue buat nanyain lo terus datang gitu aja.” Jujur Kai.

Melihat Adam sedang berdiri di luar kelas bersama Reno dengan cepat Sasa menghampiri Adam dan memukul pelan lengannya.

“Kenapa lo nggak bilang kalau udah punya cewek?” Kesal Sasa.

“Hah? Kenapa sih? kok lo tiba-tiba gitu sama gue.” Tanya Adam heran.

“Tiba-tiba pala lo! Gue yang tiba-tiba dilabrak sama pacar lo gara-gara lo nganterin gue terus.”

“Hah serius?!” Adam merasa tak percaya denga napa yang diucapkan oleh Sasa.

“Hih siriis?!” Sasa menirukan ucapan Adam dengan ekspresi kesalnya. Reno tertawa melihat tingkah laku Sasa.

“Adam kan emang buaya. Tau-tau ada aja betina yang nongol jadi pacar dia.” Timpal Reno.

“Ya tapikan kalau dia bilang udah punya pacar sama gue, gue nggak bakal minta tolong sama dia.”

“Waktu itu gue mau ngasih tau sa..” Sela Adam.

“Kapan?” Tanya Sasa dengan cepat.

“Ya waktu itu, entah kapannya gue lupa. Terus nggak jadi karena menurut gue nggak penting juga gue ngasih tau. Iya kan?”

Pletak.. *Reno menyentil kening Adam dengan keras.

“Bocah edan!” ketiganya pun masuk ke dalam kelas untuk melaksanakan jam pembelajaran.

Seperti biasa setiap jam istirahat Sasa beserta para sahabatnya sedang berada di kantin tetapi karena ada keperluan yang mendadak Cika, Kai dan Reno pergi ke kantor untuk menemui pak Jamal akhirnya tersisa Sasa sendirian dengan satu piring siomay dan segelas Jus mangganya. Saat Tengah menikmati kesendiriannya di kantin dengan mengejutkan Marcel duduk di hadapan Sasa.

“Bisa nggak sih lo nggak usah ngagetin gue?!” Kesal Sasa pada Marcel.

“Gue nggak ngagetin lo kok. Lo nya aja yang ngelamun. Lagian tumben banget sendirian di kantin?”

“Bukan urusan lo!”

“Ck kebiasaan. Gue ngobrol bentar.”

“Apalagi? Ke ruang osis?”

“Disini aja. Besok baca puisi lagi ya, tadi bu Heli nitip Amanah itu buat lo.”

“Kenapa gue?”

“Ya nggak tahu. Beliau Cuma nyuruh gue buat nyampein itu.” Sasa terdiam beberapa saat.

“Nanti lo tanyain aja langsung ke beliau biar lebih jelas.”

“Iya.” Balas Sasa singkat.

“Eh Clarisa, gimana menurut lo tentang acara kelulusan yang waktu itu kita obrolin.” Marcel mengalihkan pembicaraan pada pembahasan yang lain.

“Nggak tahu. Ya kalau lo mau sok aja. Gue nggak mau ikut campur, cukup jadi penikmat acara.” Jawab Sasa kemudian memakan potongan siomay yang ada di hadapannya.

“Lo harus terlibat dong. Selain karena lo ketua organisasi, lo juga bisa narik perhatian banyak orang sewaktu lo ngomong. Kalau sama gue kayaknya bakal susah, apalagi anak cowok.”

“Nggak mau gue.”

“Kok gitu?”

“Ya nggak mau aja.”

“Gue traktir lo jus mangga lagi kalau lo mau. Gimana?”

“Lo kira gue anak kecil apa di sogok-sogok.”

“Ya makanya, karena lo bukan anak kecil jadi harusnya lo mau.”

“Maksa banget?”

“Nggak sih.”

“Yaudah.”

“Eh-iya gue maksa banget, banget banget pokoknya. Gimana?” Sasa terkekeh pelan mendengar nada bicara Marcel.

“Yaudah nanti gue pikirin lagi.”

“Nah gitu dong ini baru Clarisa.” Ucap Marcel senang. Kemudian mereka mendiskusikan bagaimana susunan acara yang akan mereka ajukan ke sekolah dengan memilih beberapa teman dekatnya agar ikut terlibat dalam kepanitiaan. Setelah dirasa cukup Sasa memutuskan untuk pergi menuju kelasnya tapi lagi dan lagi Marcel memaksa Sasa agar mau diantar olehnya sampai kedalam kelas. Sasa mulai terbiasa dengan tatapan aneh yang ditujukan siswa-siswi ketika melihat ia sedang bersama Marcel. Begitupun sebaliknya, Marcel terlihat acuh sambil sesekali menoleh ke arah Sasa yang berjalan di sampingnya.

***

PRAZ-SA (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang