Olimpiade

10 2 0
                                    

Sasa sampai lebih awal dari teman-temannya yang lain kemudian ia memutuskan untuk menunggu di depan pos satpam dekat gerbang sekolah, tak lama Juna dan Beno sampai, namun Praz masih belum terlihat kehadirannya. Akhirnya Sasa memutuskan untuk menghubungi Praz dan lima belas menit kemudian Praz sampai. Sasa bergegas menghampiri Praz kemudian mereka pun pergi bersama menuju tempat plimpiade.

Sesampainya di lokasi, Sasa, Juna, Beno dan Praz duduk di depan ruang tunggu untuk belajar sebentar dengan Sasa yang duduk di sebelah Praz.

“Praz.” Panggil Sasa pelan.

“Kenapa?” Tanya Praz seraya menutup buku tulisnya dan menghadap ke arah Sasa.

“Beno disuruh sama temennya buat mata-matain kita.” Jawab Sasa.

“Loh? Emangnya kita kenapa?” Tanya Praz heran.

“Nggak tahu. Mungkin temennya Beno suka sama Lo.” Jawab Sasa sambil mengendikankedua bahunya.

“Siapa?” Tanya Praz penasaran.

“Lo tanya langsung aja sama Beno.” Praz hanya menganggukkan kepalanya pelan.

Tak lama kemudian olimpiade pun di mulai. Sasa berada satu ruangan dengan Beno sedangkan Juna dan Praz terpisah di ruangan lainnya.

Sasa cukup terkejut saat melihat soal-soal olimpiade yang mayoritas tentang logika barisan dan deret. Sasa nampak resah karena ia paling lemah dalam materi ini. Beno menatap Sasa dengan tatapan yang bisa ia mengerti. Hampir seluruh peserta di buat pusing dengan soal yang di berikan panitia. Sasa sedikit kecewa karena soal yang di berikan sangat jauh dari kisi-kisi serta materi bimbingan yang telah di ajarkan. Sasa dan Beno telah selesai mengerjakan soal dan bergegas turun dari lantai dua untuk menemui Praz dan Juna.

“Gimana soalnya Ben?” Tanya Sasa pada Beno sambil tertawa, meskipun Sasa masih merasa kesal pada Beno tapi ia berusaha untuk bersikap biasa kembali seperti tidak terjadi apa-apa antara keduanya karena Sasa tidak ingin membuat suasana olimpiade hari ini menjadi kacau.

“Sumpah Beno pusing banget kak, jauh banget dari perkiraan Beno.” Jawab Beno gusar.

Sasa hanya tersenyum melihat tingkah laku Beno yang rupanya merasa kesulitan juga saat mengerjakan soal tadi. Tak lama Praz datang dengan Juna yang juga sama-sama memasang wajah frustasinya. Sasa pun tertawa karena melihat ekspresi mereka.

“Gimana?” Tanya Sasa pada Praz.

“Aku enggak tau sa, pusing. Kayanya mustahil buat menang.” Jawab Praz frustasi.

mereka pun duduk di selasar ruang panitia di bawah pohon mangga. Beberapa menit mereka hanya melamun sibuk dengan pikirannya  masing-masing.

“Kalian nggak mau makan?” Tanya Sasa memecah keheningan.

“Beno mau ah kak, laper.” Ucap Beno seraya membuka konsumsi yang diberikan panitia selepas keluar dari ruang olimpiade begitu pun dengan Juna. Sasa menatap Praz yang masih melamun, entah apa yang ia pikirkan.

“Aku nggak laper, nggak mood. Masih pusing.” Ucap nya.

Tanpa membalas ucapan Praz, Sasa membuka kotak konsumsi dan duduk dihadapan Praz  yang sedang berdiri di hadapannya. Tak lama kudian Praz duduk di samping Sasa dan membuka kotal konsumsinya.

“Aku juga makan deh, laper abis mikir.” Ujar nya.

Beno dan Juna tertawa mendengar ucapan Praz. Saat hendak membuka bungkus saus, Praz terlebih dahulu menyodorkan sausnya ke arah Sasa.

“Bukain sa.” Pintanya.

“Seharusnya cewek yang minta tolong sama cowok. Ini malah kebalik.” Ejek Sasa seraya membukakan saus milik Praz.

Praz tertawa mendengar ucapan Sasa dan menerima saus yang telah di buka.

Mereka larut dalam menikmati makanan. Hingga satu jam pun berlalu. Kini saatnya pengumuman olimpiade disampaikan. Sasa dapat melihat dengan jelas rasa gugup yang timbul dari semua peserta yang hadir termasuk ekspresi Beno, Juna dan Praz. Setelah semua peserta masuk ke ruang pengumuman, seluruh peserta duduk bersama pendamping dari sekolah masing-masing. Beno dan Juna duduk dihadapan Sasa sedangkan ia bersama Praz di belakang. Semua peserta tertunduk, Praz terlihat sedang memejamkan matanya dengan erat menunggu pengumumam di mulai.

“Lo jangan gugup dong, nanti gue ikutan gugup juga.” Ucap Sasa menyenggol lengan Praz pelan.

“Kalau dari perwakilan sekolah nggak ada yang dapet nanti malu sa.” Balas Praz.

“Astaga Praz, namanya juga kompetisi. Lagian kan bu Ike juga udah liat soalnya tadi. Beliau ngerti kok.” Jelas Sasa berusaha menenangkan Praz.

Benar saja, saat pengumuman di kumandangkan perwakilan sekolah mereka tidak ada yang mendapat juara satu pun. Sasa merasa  sedih begitu pun yang lain, tapi Sasamasih bisa menerimanya dengan ikhlas. Lain halnya dengan Praz, setelah keluar dari ruangan pengumuman tak henti-hentinya ia mengumpat.

“Emang skor aku sekecil apasih sampai nggak dapet?” Kesalnya.

“Praz, udah. Dari tadi lo ngomel-ngomel terus.” Ucap Sasa menepuk Pundak Praz pelan.

“Aku kesel sa!” Balas Praz.

Akhirnya mereka memutuskan untuk langsung pulang, saat di parkiran Praz kembali berulah. Ia memukul jok motornya dengan kencang. Sasa cukup terkejut dengan sikap Praz.

“Praz lo jangan kaya gini dong! Kita semua sama kecewa. Tapi lo nnggak harus mukulin ini itu!” Kesal Sasa seraya menarik dasi Praz dengan kencang.

“Ini olimpiade offline pertama dan terakhir aku sa, abis ini kita kan lulus.”

“Yaudah mungkin emang belum rezekinya. Ayok pulang!”

Di perjalanan Sasa menyandarkan kepalanya di bahu Praz. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Sampai tak sengaja Praz menerobos lubang yang berada di tengah jalan.

“ADUH PRAZ YANG BENER DONG!!!”

Jerit Sasa karena dagunya terbentur punggung bahu Praz kencang.

“Haha iya maaf, nggak keliatan. Ngelamun tadi.” Balas nya.

“Makanya jangan ngelamun, bawa motor tuh yang bener!” Kesal Sasa. Praz hanya tersenyum simpul melihat raut wajah Sasa dari kaca spionnya.
Sasa meminta pada Praz agar di antar kembali ke sekolah untuk mengembalikan helm yang ia pinjam milik adik kelasnya. Saat hendak kembali pulang, dari kejauhan Sasa melihat perempuan yang ia temui bersama Praz saat bimbingan waktu itu. Dengan cepat Sasa turun dari motor Praz.

“Praz gue mau ke paskibra dulu. Lo duluan aja, makasih ya.” Ucap Sasa dan menatap Praz sekilas kemudian meninggalkannya sendirian di lapangan. Melihat Sasa menjauh darinya, Praz bergegas pergi menghampiri kak Lia yang masih diam terduduk di motornya.

“Kakak abis dari mana kok pake helm?” Tanya Praz penasaran.

“Mantau lo olimpiade. Udah kan? Ayok pulang.” Praz menghela nafas mendengar jawaban dari kak Lia.

“Kak udah lah. Aku capek kalau kakak gini terus.”

“Lo pikir gue nggak capek selalu denger ocehan Ibu yang minta lo buat jauh-jauh dari cewek lo itu karena takut mempengaruhi lo buat lanjut kuliah setelah lulus?”

“Sasa nggak kaya gitu kak. Dia nggak pernah maksa aku untuk lanjut kuliah kok.”

“Tapi keinginan kalian sama kan?” Setelah mengucapkan hal tersebut kak Lia melajukan motornya meninggalkan Praz sendirian di tepi lapangan.

***

PRAZ-SA (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang