Keesokan harinya Sasa merasa pusing sekali ketika apel pagi di lapangan, akhirnya dia memutuskan untuk ke belakang barisan bersama anak PMR menunggu apel pagi selesai ternyata di barisa siswa yang sakit Sasa melihat Beno sedang terduduk lemah sambil sesekali diberikan minum oleh anggota PMR.
“Kenapa lo?” Tanya Sasa seraya duduk di samping Beno.
“Eh kak Clarisa. Aku pusing kak, kayaknya mabuk rumus kemarin.” Jawab Beno sambil tertawa. Sasa pun tertawa mendengar jawaban Beno.
“Kok gue nggak lihat Juna sih di barisan belakang. Dia nggak apel?” Tanya Sasa lagi seraya melihat ke arah barisan anggota osis yang biasa berjaga di sana.
“Tadi sih dipanggil kak Marcel. Tapi nggak tahu kemana.” Sasa mengangguk-anggukan kepalanya mengerti maksud Beno. Tiba-tiba Sasa teringat urusan dengan Beno yang belum selesai kemarin, karena dirasa ini waktu yang tepat untuk memastikan akhirnya ia menanyakan semuanya pada Beno.
“Lo masih inget kan pertanyaan gue kemarin di ruang bimbingan?” Tanya Sasa datar. Mendengar pertanyaan yang dilontarkan Sasa seketika Beno kembali dipenuhi keringat di wajahnya.
“Kalau lo nggak mau jelasin sama gue sekarang nggak apa-apa sih. Biar gue yang nanya langsung sama sekar.” Ucap Sasa seraya meninggalkan Beno yang masih terduduk lemas di sana. Beno hanya pasrah melihat Sasa pergi meninggalkannya untuk kembali ke barisan. Tapi tak berselang lama Beno pun teringat perkataan Sekar sebelumnya bahwa ia bisa saja terancam reputasinya di sekolah kalau Sasa mengetahui rencana busuknya dari mulut Beno. Dengan cepat Beno beranjak dari duduknya untuk mencari Sasa tetapi sangat di sayangkan, saat itu berbarengan dengan apel pagi yang sudah selesai. Akhirnya ia memutuskan untuk menemui Sasa di kelasnya dengan segala keberanian yang ia miliki.
Beno melihat Sasa sedang mengobrol dengan kedua sahabatnya yaitu Kai dan Cika. Dengan diiringi rasa gugup Beno menghampiri Sasa dan langsung menyampaikan apa yang ia ketahui.
“Kak..” Panggil Beno. Sasa pun menoleh dan menarik Beno sedikit menjauh dari kedua sahabatnya.
“Kenapa?” Tanya Sasa seraya melepaskan lengan Beno dari genggamannya.
“Sekar suka sama kak Praz. Terus dia minta Beno buat mastiin kalau kak Clarisa benar-benar udah nggak ada hubungan apa-apa lagi sama kak Praz dan bikin kak Praz nggak suka sama kakak.” Ucap Beno memberanikan diri menyampaikan semuanya. Sasa menghela nafas pendek.
“Kak Clarisa ingat nggak waktu kakak ngedantonin pasukan tempo hari ada yang ngatain kakak suaranya kaya tai sampai akhirnya bikin seluruh anak paskibra marah karena nggak terima kakak di gituin? Itu Sekar kak. Cuma Beno nggak berani bilang sama temen-temen karena Beno di ancam sama Sekar.” Tambah Beno.
“Di ancam?” Tanya Sasa merasa heran.
“Iya.” Tanpa mengucapkan apapun Sasa berjalan dengan cepat meninggalkan Beno sendirian, melihat Sasa berjalan dengan cepat dengan wajah datarnya Beno yakin bahwa Sasa akan melabrak Sekar sekarang juga. Beno pun mengejar Sasa agar tidak melakukan hal tersebut. Saat melewati kedua sahabat Sasa, lengan Beno di tahan oleh Cika dan Kai.
“Mau kemana lo?” Tanya Cika dengan tatapan tajamnya.
“M-mau nge-ngejar kak Clarisa, kak.” Jawab Beno gugup.
“Clarisa?” Kai menatap Cika bingung, pasalnya ia memang melihat Clarisa berjalan dengan tatapan datarnya tapi Sasa memang seperti itu jika berjalan jadi mereka tidak menaruh rasa curiga sedikitpun.
“Kak Clarisa mau labrak sekar.” Ucap Beno lagi.
“APA?!” Ucap Kai dan Cika bersamaan. Dengan cepat keduanya menghempaskan lengan Beno dan berlari mengejar Sasa sambil terus memanggilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAZ-SA (SEGERA TERBIT)
Teen FictionPerasaan memang selalu menjadi hal yang sulit di tebak oleh siapapun. Mencintai sebuah trauma? Entah lah, ini bisa dibilang cinta atau bukan. Sasa tidak pernah mengerti tentang perasaannya, selalu mencoba untuk melepaskan orang-orang yang pernah men...