7. 👻

15.4K 876 10
                                        

Juwita sudah terlelap di atas tempat tidur lagi-lagi gadis itu terlihat gelisah di dalam lelapnya, keringat dingin keluar membasahi wajah, Yuni masuk kedalam kamar diam-diam menatap wajah Juwita dengan pandangan nanar mengambil tisu menghapus pelu...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Juwita sudah terlelap di atas tempat tidur lagi-lagi gadis itu terlihat gelisah di dalam lelapnya, keringat dingin keluar membasahi wajah, Yuni masuk kedalam kamar diam-diam menatap wajah Juwita dengan pandangan nanar mengambil tisu menghapus peluh keringat, Rahul ikut masuk kedalam kamar merangkul istrinya memberi kekuatan menatap sedih kearah Juwita.

"Sampai kapan kita akan menyembunyikan semuanya yah?", tanya Yuni lirih.

Rahul terdiam melirik kearah istrinya, "biarkan Juwita ingat dengan sendirinya ma, seperti yang dokter terapi katakan, kemungkinan besar ingatan Juwita akan kembali lagi apa lagi sekarang anak kita sudah berinteraksi kembali dengan orang lain, jangan pernah ada benci di hati kita sebagai orang tua, jika Juwita sudah mengingat semuanya, biarkan dia yang mengambil keputusan tugas kita hanya mendampingi Juwita, menjaga dan mencurahkan kasih sayang untuk dia, soal keputusan kita serahkan sepenuhnya pada Juwita", ujarnya tersenyum tipis, Yuni ikut tersenyum menganggukan kepala.

Melihat Juwita sudah tenang sebelum keluar Yuni mengecup dahi anaknya begitupun dengan Rahul melakukan hal yang sama.

Paginya Juwita berangkat ke sekolah menggunakan bus, didalam sudah ada Gandy yang duduk di belakang menutup mata, gadis itu perlahan duduk di samping cowok itu agar tidak mengagetkan namun Gandy tetap menyadari kehadiran gadis itu, "sudah sehat Ta ?", tanyanya masih menutup mata.

"Iya, makasih sudah nolong gue", ujarnya membuat Gandy membuka mata menatap lekat wajah gadis itu dari samping, hanya terdengar deheman dari Gandy keduanya kembali mengatupkan bibir, sampai di depan gerbang keduanya masuk kedalam lingkungan sekolah menuju kelas masing-masing.

"Juwita"

Juwita menoleh menaikan alis tinggi melihat Vivi berlari kearahnya, "kenapa ?", tanyanya, "makasih kemarin sudah nolong gue", ujarnya lirih, Juwita menganggukan kepala tersenyum, "santai Vi", ujar Juwita.

Vivi memegang lengan Juwita membuat gadis itu menyeritkan dahi merasa aneh menatap lekat mata Vivi yang terlihat ingin mengatakan sesuatu, "JUUUUWWWIIITTAAA", teriakan Kayla bernada mengagetkan dedua gadis itu, "kalau gitu gue duluan ya, sekali lagi makasih, Kay duluan", ujar Vivi bergegas pergi.

"Kenapa tuh anak ?", tanya Kayla bingung.

"Oh itu cuma ucapin terima kasih soal kejadian kemarin", ujar Juwita.

Kayla menganggukan kepala menatap Juwita, "gimana luka lo ?", tanyanya memperhatikan merangkul gadis itu berjalan beriringan menuju kelas, Juwita terkekeh, "sudah sembuh, tinggal bekasnya saja".

Sampai di kelas keduanya duduk di bangku masing-masing, Juwita sekilas melirik kearah sosok di belakang kelas tersenyum tipis menyapa walaupun sapaan gadis itu sama sekali tidak terbalas.

"AAAAAAAAAAAAA"


Teriakan melengking dari arah lapangan membuat yang lain berhamburan keluar dari kelas mengira ada lagi yang kesurupan, begitupun dengan Juwita dan Kayla, sampai di lapangan kedua gadis itu membelalak menutup mulut saling pandang bukan kesurupan lebih tepatnya Vivi sudah terkapar di lapangan dengan darah keluar dari kepala begitu banyak, gadis yang tadi teriak terlihat ketakutan terduduk dengan tubuh bergetar.

"KENAPA KALIAN DIAM SAJA BANGSAT HUBUNGI AMBULANCE DAN POLISI", teriakan melengking dari Barra mengagetkan yang lain, Azri merogoh ponsel menghubungi polisi juga ambulance

"Ta", panggil Kayla dengan tubuh bergetar, "itu Vivi, Vivi yang ketemu dengan kita di koridor tadi kan, kita baru saja ketemu dan sekarang....", gadis itu tidak sanggup melanjutkan perkataan, tenggorokan tiba-tiba terasa kering.

Beberapa menit menunggu terdengan sirine polisi dan ambulance, mereka memberi ruang untuk menyelidiki, "kemungkinan korban jatuh dari atap, terlihat dari luka di area kepala korban", celetuk salah satu polisi di sana.

"Kerahkan anggota yang lain, jangan lupa cek CCTV sekolah", perintah pria paruh baya di sana_ Malik, "serahkan mayat korban pada tim forensik dan bawa kerumah sakit untuk di otopsi lebih lanjut", ujarnya begitu tegas.

"Maaf pak Malik, dari hasil rekaman CCTV korban berjalan sendirian ke atap sekolah, ini murni kasus bunuh diri", ujar salah satu anggota mendekat memperlihatkan rekaman CCTV yang sengaja dia copy dari ruangan pemantauan.

Malik memijit pelipis menganggukan kepala, Juwita tertegun menggelengkan kepala, terngiang tatapan Vivi sebelum kejadian, apa gadis itu meminta tolong tadi ? Kenapa Juwita tidak bisa peka ?, Juwita mengigit bibir merasa bersalah.

Salah satu di antara banyaknya yang melihat tersenyum tipis menyeringai puas, "tidak ada lagi saksi mata", gumamnya pelan, sama sekali tidak terdengar orang-orang yang berdiri di samping.

"Hiks"

Juwita tersentak mengedarkan pandangan mendengar tangisan lirih, sosok Laila muncul di pinggir lapangan terisak membuat hati Juwita terasa teriris

•••

Ghost Class Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang