Pantulan cermin didepan menampilkan figur perempuan itu. Terlihat tubuh putih itu terbungkus kain disekitar dada sampai setengah paha. Rambut hitam panjang tergerai indah, titik-titik basah terlihat dari ujung rambut.
Wajah tanpa cela itu mengamati pantulan tubuhnya sendiri di cermin. Matanya menelisik bagaimana rupa dari tubuh miliknya.
Memutar tubuh kearah kanan, ia melihat kembali kearah cermin. Goresan dari luka di punggung masih terlihat jelas. Memerah, meninggalkan bekas mengerikan, menghancurkan kesempurnaan kulit tubuhnya.
"Tak apa Aphrodite. Semua akan baik-baik saja. "
Bagai mantra, senyum dengan perlahan tersungging di bibirnya. Semangat kembali membuncah dalam dada. Ia tak boleh begitu saja menyerah pada hal yang bahkan belum pasti akan jadi seperti apa kedepannya.
Satu luka tak berarti apapun jika yang akan datang setelahnya adalah hal luar biasa yang belum pernah ia sangka.
Aphrodite dilarang menyerah. Gadis itu memaksa diri untuk tetap tegar, menerima dengan lapang dada apapun konsekuensi dari pekerjaannya.
Senyum mengembang indah di bibir merah gadis itu. Manik biru indah miliknya terlihat berseri, tak henti menampilkan kilau cantik.
Tak butuh waktu lama untuk gadis itu kembali mendapatkan kembali semangat hidupnya.
...
"Lucy? "
Aphrodite menatap ke belakang, terlihat Tamara mengembangkan senyum sembari berjalan kearahnya.
Ditangannya kembali terdapat sebuah keranjang rotan. Namun kali ini berisi banyak sayuran hijau.
"Apa kau tengah senggang, saat ini? " Tamara lantas bertanya begitu kakinya sampai di depan Aphrodite. Napasnya terdengar putus-putus akibat dari langkah terburunya mendekati Aphrodite.
Menggeleng pelan, Aphrodite memberikan senyum manis pada Tamara. "Tidak. Nona tengah bersama Tuan Max. Aku tidak memiliki pekerjaan sampai Tuan memanggilku. Ada apa, kak? "
Mendengar ungkapan Aphrodite, Tamara makin mengembangkan senyum. "Oh, itu sungguh berita menggembirakan! Bisakah aku meminta pertolonganmu? "
Melirik kearah keranjang di tangan Tamara, Aphrodite kembali menatap kearah gadis di depannya kembali. "Ya, selama aku bisa membantumu. "
"Ini, bisakah kamu mengantarkan keranjang ini ke dapur Paviliun Barat? "
Dahi Aphrodite mengerut bingung. "Dimana, itu? " tanya Aphrodite tak tahu.
Melebarkan kedua bola matanya, Tamara tersadar jika Aphrodite belum mengetahui gedung lain dari rumah utama dan tempat pelayan berada.
"Paviliun Barat tempat Tuan Khairos tinggal. Saat ini beliau memiliki tamu penting, sehingga kami harus mengantarkan bahan makanan ke dapur disana. Biasanya Tuan Muda akan ikut bergabung dengan Tuan Max, namun kali ini beliau meminta untuk menyediakan makanan ditempatnya juga. Bisakah kau membantuku, Lucy? "
Melirik kearah yang ditunjuk Tamara, gadis itu baru sadar dengan keberadaan bangunan itu. Agak lumayan tertutup oleh pepohonan yang menghalangi jarak pandang. Tak heran jika seseorang sepertinya tak menyadari keberadaan bangunan itu.
"Baik. Ku rasa aku bisa mengantarkan ini. Lagipula, aku harus menjelajah untuk lebih akrab dengan tempat ini, kan? " ujar Aphrodite menyanggupi permintaan Tamara. Senyum gadis itu tulus, begitupun dengan semangat yang berkobar dari dalam tubuh gadis itu.
"Syukurlah. Aku khawatir kau tidak ingin membantuku. Aku sungguh berterima kasih, Lucy. " Senyum mengembang sempurna, terlihat gurat lega dari mata Tamara.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Be A Maid
General FictionR-19+ Terbangun tanpa ingatan bukanlah apa yang diinginkan oleh Aphrodite. Namun, itulah yang ia alami kala terbangun di usia menginjak 9 tahun dalam rumah sederhana dengan keadaan tubuh remuk redam. Tumbuh besar di panti asuhan bersama anak-anak s...