BAB [1]

4.5K 193 6
                                    

"Gue tahu loe sama Anggi ada main di belakang gue," Rangga Raditya Bagaskara yang saat ini sedang duduk di ruang  tamu rumahnya menatap Arka dengan tenang, tapi jauh di dasar hatinya dia merasa sangat khawatir dengan hubungan Anggi dengan pria yang ada di hadapannya ini, "Apa loe gak bisa ninggalin dia?" Tanyanya.

Sementara Sahabatnya Darwin Arkananta Medison yang notabene seorang dokter kandungan hanya menghela napas, "Gue udah coba buat lepasin Adik loe, Ga. Tapi...," Arka menggeleng sambil menujukkan tatapan menyesal, "Gue minta maaf, tapi mulai sekarang gue gak akan jauhin Anggi lagi, udah cukup beberapa bulan ini yang gue rasain kayak di neraka."

"Kayak loe pernah ke sana aja, Ka!" Angga mendengus, dan ucapannya sedikit mencairkan suasana di antara mereka.

"Gue emang gak pernah ke sana, tapi hidup jauh dari Anggi rasanya bener-bener sulit, gue beneran gak bisa," Arka akan bertahan dengan keputusannya yang sekarang, jika sebelumnya dia pelan-pelan menjauh dari Anggi, maka kali ini dia tidak akan pergi lagi, sekalipun Angga menyuruh dia untuk menjauh dari bumi, atau pria itu menyuruhnya untuk tinggal di planet lain.

"Ka, jujur aja gue masih ragu sama loe, bahkan bukan cuma ragu aja, tapi gue gak pengen persahabatan kita putus," Angga menggelengkan kepala saat pemikiran buruk melintas di kepalanya, "Gimana kalau suatu saat loe balik ke sifat loe yang suka gonta ganti pacar? Yang loe sakitin bukan cuman Anggi aja, Ka. Tapi persahabatan kita juga dipertaruhkan."

"Kalau loe ambil dari sisi sana, otomatis hati loe gak bakalan tenang, Ga," Arka berusaha bersikap santai, meski kalau boleh jujur hatinya kesal juga sama Angga, sahabatnya itu tetap yakin kalau dirinya tidak akan bisa berubah jadi pria baik-baik, Arka sadar diri kalau soal hal itu, tapi sejak dia sadar kalau dirinya jatuh cinta pada Anggi, maka sejak saat itu Arka sudah berusaha untuk berubah.
"Coba loe pikir kalau gue pacaran terus nikah sama Anggi, hubungan kita akan makin erat, dan tentunya gue pasti bakalan mikir seribu kali kalau sampe mau nyakitin Anggi secara sengaja," Arka mulai tidak mau mengalah begitu saja, karena menurut dia cinta itu layak untuk diperjuangkan, terlebih selama ini yang ada dalam isi kepala Arka hanya beberapa hal yang kelihatan menonjol dari gadis-gadis yang dipacarinya.

"Gimana kalau loe khilaf? Gimana pas nanti gue udah ngasih ijin, kelakuan loe tetep sama?" Angga bertanya dengan frustasi, dia masih tidak bisa terima, dan belum ikhlas kalau harus merelakan Anggi buat jadian sama Arka.

"Ga, jujur aja ya," Arka membenarkan posisi duduknya, "Sejak gue tahu kalau gue ada rasa sama Adik loe, sejak saat itu gue mulai berjanji sama diri sendiri buat berubah."

"Jadi Power Rangers?" Angga bertanya dengan wajah tanpa dosa.

Kampret! Arka hanya bisa mengumpat dalam hati, oke lah dia akan menahan diri supaya tidak bersikap sembrono pada Angga untuk beberapa waktu, tapi kalau restu sudah ada di tangannya... Kita lihat saja nanti.

"Bukan! Gue janji mau berubah untuk jadi pribadi yang lebih baik lagi," akhirnya kata-kata tersebut yang keluar dari mulut Arka.

"Gue masih belum percaya sama loe, Ka," Angga berkata sambil bangkit, lalu dia berjalan ke arah dapur. "Gue mungkin butuh bukti nyata tentang keseriusan loe, karena sampai saat ini hati gue masih sama kayak sebelumnya—gak ngijinin loe buat pacaran sama Anggi."

"Tapi, Ga. Loe gak—" ucapan Arka terhenti saat Rina atau istrinya Angga yang baru pulang menyapa mereka berdua.

"Siang, Kak Arka," Rina meletakkan barang-barang, lalu suami cewek itu—Angga—sudah mendekat dan memeluk tubuhnya.

"Gimana kumpul sama Mamanya?" Angga bertanya sambil tersenyum lembut, sementara sorot matanya menatap Rina dengan penuh cinta, pria yang dulunya tidak tahan kalau berdekatan dengan perempuan, tapi sekarang dia sudah gila kalau soal mengumbar kemesraan di depan umum.

"Seru," Rina menjawab singkat, tatapan wanita itu juga sama penuh cinta saat menatap suaminya tersebut.

"Udah ah gue mau pulang," Arka bangkit sambil meraih sweter miliknya yang tersampir di leher kursi.

"Baru aja gue mau ngusir loe, eh loe udah bilang mau pulang duluan," Angga berkata sambil nyengir, dan mendapat pukulan ringan dari Rina.

"Gak sopan," tegur istrinya itu.

"Laki loe tuh, Rin," Arka berdecak sambil berjalan ke arah pintu. "Gak sopan banget sama tamu," dia melirik Angga sama Rina sambil pamit undur diri.

Tapi sesampainya di luar Arka malah berbalik dan menatap rumah Angga dengan tatapan sedih, dia ingin bisa bahagia dengan orang yang dia cintai, membangun rumah tangga, dan mengisinya dengan limpahan kasih sayang. Oke, mungkin dulu dia tidak pernah terpikir sampai ke sana, dulu yang ada dalam kepala Arka hanya main-main dengan banyak perempuan, dia sering sekali gonta ganti pacar dalam sebulan.

Tapi sejak Anggi mulai menunjukkan perhatian sama dia, Arka sadar kalau ternyata hatinya juga tidak bisa melupakan gadis itu. Arka sudah berusaha menjauhi Anggi selama beberapa bulan terakhir, tapi semakin dia berusaha, hatinya semakin sakit dan tersiksa. Hari-hari yang dia lewati terasa seperti berjalan di atas duri. Sakit, nyeri dan berdarah-darah, semacam ada pahit-pahitnya mungkin kalau kata anak muda jaman sekarang mah.

Semoga gue bisa kayak loe sama Rina, Ga.

Lalu Arka berbalik, dia membuka pintu mobil, masuk dan mulai menuju tempat untuk membicarakan masalah, dan mencari solusi tentang apa yang sedang dihadapinya.

***

Makasih kalau misalnya ada yang nyasar and baca Arka sama Anggi, do'ai lancar yang ini. Walaupun perjalanan mereka agak gak tega aku nulisnya. *elus dada*

Mr And Mrs Players Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang