Arka pulang ke rumah dalam keadaan basah kuyup, dia langsung membuka bajunya dengan sembarangan, lalu masuk ke bawah guyuran shower. Dia berdiri di bawah air tersebut hingga beberapa saat lamanya, kepalanya terus mengulang kejadian bersama Anggi ketika di bawah rinai hujan tadi. Dia masih bisa mencium aroma gadis itu, sorot mata serta senyum sedih yang diperlihatkan Anggi terus membayanginya.
Arka membenturkan kepala pada tembok yang ada di hadapannya, dia ingin berlari dan meminta Anggi untuk menjadi pendamping hidupnya, tapi komitmen tetap menjadi momok yang mengerikan dalam hidup Arka, dia sudah cukup muak melihat orang tuanya yang sering bertengkar, saling memaki, dan tidak jarang saling menyakiti satu sama lain. Karena hal itulah selama ini dia tidak pernah mau menjalin hubungan pasti dengan seseorang, semua hubungan yang Arka jalani, semuanya tidak pernah terlapas kata jadian dan sebagainya.Dia memang salah karena menjadikan banyak wanita sebagai pelampiasan, Arka tidak pernah sekalipun merasa jatuh cinta pada semua mantan pacarnya. Dia hanya beranggapan itu hanya sebagai hubungan fisik semata, dan bukannya pertautan dua hati yang sewaktu-waktu bisa membuat dirinya menyakiti pasangannya sendiri.
Arka cepat-cepat menyelesaikan mandinya, dia meraih kaus longgar dengan bawahan celana kain yang biasa dia gunakan untuk tidur. Menghempaskan tubuh di atas kasur, ke dua tangannya dilipat di atas kasur dan dijadikan bantalan, sementara matanya menatap langit-langit kamar dengan perasaan yang berkecamuk.
Apa gue bisa? Apa gue gak akan nyakitin Anggi? Apa keputusan ini bisa membuatnya kembali membuka diri? Pertanyaan seperti itu terus berkeliaran dalam benak Arka, sisi dirinya yang lain memberikan dukungan, sementara rasa sangsi terus memekikan kata yang bisa membuatnya mundur dengan teratur. Arka berusaha memantapkan hatinya, menelaah ke arah mana dia ingin berlabuh, bayangan Anggi terus menari dalam benaknya, Arka berusaha menepisnya, tapi dia benar-benar tidak sanggup.
Terlebih saat dia memikirkan jika hidup tanpa gadis itu, Arka semakin memgerti, dia tidak mungkin bisa menjalin hubungan dengan wanita lain—jika Anggi yang tetap berada di hatinya. Mungkin dia bisa hidup, tapi hatinya akan mati secara perlahan. Arka meraih ponsel dan mengetik pesan singkat untuk seseorang.
Besok kita harus ketemu, ada yang ingin aku bicarakan. Di tempat biasa. Penting!
***
Anggi masuk ke dalam rumah rumah dan tidak perlu repot-repot menjelaskan keadaannya yang basah kuyup. Arka mengantarkannya hingga ke ruang tamu, dan memberitahu orang tuanya kalau mobil dia mogok di depan TVRI, orang tuanya meminta Arka untuk tinggal dan mengeringkan tubuh, tapi pria itu pamit undur diri dengan alasan ingin segera beristirahat.Anggi segera berlari ke dalam kamar, dia tahu Arka baru saja keluar dari ruang tamu, jadi Anggi memutuskan untuk mengintip dari dalam kamarnya. Dia melihat pria itu berjalan lemah ke arah mobil, sesaat sebelum dia masuk ke dalam mobilnya, Arka mendongak dan menatap tepat ke arah kamar Anggi berada.
Di dalam sana Anggi sengaja tidak menyalakan lampu, dia mengintip dari balik jendela dan memperhatikan raut wajah Arka, ada perasaan sedih yang menyeruak; ketika dia melihat Arka mendongak, sekalipun tidak begitu jelas, tapi bahu yang biasa tegap itu kini terkulai pasrah. Anggi ingin membenci Arka dengan segenap hatinya, tapi ciuman tadi malah membuat perasaan yang sudah dia padamkan, perlahan kembali tumbuh dengan kobaran yang jauh lebih besar.Tepat setelah melihat mobil Arka menjauh, Anggi terduduk di tepi jendela dengan mata menerawang, sementara tangannya memegangi dada yang terasa sesak, dia marah dan sakit hati pada sikap Arka yang menjauh tanpa memberi penjelasan, tapi hati Anggi seolah tidak bisa tersentuh oleh rasa benci. Karena pada kenyataannya dia masih tetap memiliki rasa yang sama untuk cinta pertamanya itu.
"Kak, andai kamu tahu selama tiga bulan ini hidupku seperti apa," Anggi berkata lirih, diam-diam air mata sudah membasahi pipinya. Dia menghapusnya dengan kasar, tapi cairan itu kembali muncul; seolah memiliki banyak pasokan di dalam kantung matanya. Setelah kembali berkutat dengan kesedihan, akhirnya Anggi memaksakan diri untuk mandi. Dia harus membersihkan badan agar bisa beristirahat.
Saat dia sudah menyelesaikan semuanya, ponselnya berbunyi dan menandakan ada pesan singkat yang masuk. Dia membuka pesan tersebut tanpa berpikir panjang, tapi kemudian Anggi menggelengkan kepala dengan samar; saat sudah mengetahui dari siapa pesan itu berasal.
"Haruskan aku datang, Kak?" Anggi berkata sendiri, sementara matanya menatap pesan singkat tersebut dengan perasaan gundah.
***
Update disela packing Winter Flower sama Everything In My Life, makasih buat temen-temen yang udah baca cerita aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr And Mrs Players
RomanceAnggi Hazeline Deviana harus merelakan pernikahan yang dia impikan menjadi kepingan yang tidak berbentuk, dia tidak memiliki harapan lagi setelah salah satu mantan kekasihnya melakukan tindakan asusilah terhadap dirinya. Tapi di saat dia bersikeras...