Bab [23]

1.1K 27 0
                                    

"Kamu aku anterin pulang dulu, baru aku ke rumah sakit," Arka melirik jam yang melingkari tangan kirinya dengan resah, dia baru saja mendapat telpon kalau ada pasien yang membutuhkan dirinya, pasien tersebut memang sudah dua hari berada di rumah sakit, ketubannya sudah pecah namun belum mengalami kontraksi. Sementara obat induksi juga masih belum memberikan tanda-tanda akan bekerja, maka mau tidak mau Arka harus ke rumah sakit untuk menanganinya sendiri.

Selama ini dia jarang sekali menyerahkan pasiennya pada dokter jaga, jika memang ada kondisi darurat dan dirinya sedang berada di Jakarta, maka Arka akan tetap datang ke rumah sakit dan menanganinya sendiri.

"Aku bisa pulang sendiri, kok," Anggi menolak tawaran Arka, dia tahu kalau Arka sedang diburu waktu, dan seseorang di luar sana sedang membutuhkan pertolongannya.

"Nanti dijemput sama supir aja, ya," Arka menatap Anggi dengan khawatir, entah kenapa dia merasa tidak ikhlas saat akan meninggalkan Anggi pulang sendiri. Tapi dia kembali melirik jam tangannya, dia juga tidak memiliki banyak waktu untuk segera sampai di rumah sakit.

"Iya, nanti aku suruh Pak Sam buat jemput aku," Anggi meyakinkan Arka, lalu dia mendorong pria itu agar segera masuk ke dalam mobil. "Ayo cepetan berangkat gih, kasian pasien kamu kalau kelamaan nunggu."

Arka menyalakan mobil sambil menarik napas, dia masih berusaha menenangkan perasaanya. Hatinya merasa gundah dengan alasan yang tidak jelas, "Ya udah aku berangkat dulu. Kamu janji ya harus pulang sama supir, jangan naik taksi," Arka perlahan melaju dan tetap membuka kaca mobil saat Anggi melambaikan tangan padanya.

Sementara Anggi menatap mobil Arka yang menjauh sambil tersenyum samar, saat dia akan menghubungi nomor supir keluarganya, dia merasakan ada seseorang yang membekap mulutnya dengan kain basah, Anggi yang berusaha meronta dan melepaskan diri, hidungnya menghirup aroma dari lap basah tersebut, beberapa saat kemudian dia merasa lemah, dan kegelapan menyergapnya dengan sangat cepat.

***

Anggi merasakan sakit di sekujur tubuhnya, perlahan dia membuka mata dan mengernyit saat cahaya silau mengenai retina matanya. Kepalanya seperti baru saja ditimpa batu besar, sementara tubuhnya terasa sakit, seolah ada truk bermuatan penuh yang menindihnya.

Samar-samar ingatannya perlahan kembali, Anggi ingat kalau terakhir kali dirinya berada di dekat butiqe, lalu... lalu seseorang menculiknya! Anggi memaksakan diri untuk bangun, satu tangannya dia gunakan untuk memijat kepala, sementara tangan yang lain dia gunakan untuk menopang tubuh.

Belum sempat Anggi menyadari keadaan sekitar, dia sudah dikejutkan saat selimut yang dipakainya meluncur turun, meninggalkan kulit telanjangnya dalam suhu rendah pendingin ruangan. Anggi sontak menatap tubuhnya yang sudah tidak terbalut apapun, dia akan berdiri dan mencari pakaian miliknya, namun saat dia berusaha menggerakan tubuh, rasa nyeri di antara kaki membuat tubuhnya membatu.

Sorot matanya seketika berubah nyalang, itu benar-benar sakit. Anggi sudah berusaha menepis pemikiran buruk yang ada di keplanya, tapi air matanya sudah terlanjur meleleh, saat tangannya perlahan menyibak selimut yang menutupi tubuh bagian bawahnya, seketika Anggi menangis histeris, ada darah serta sesuatu berwarna putih yang terlihat mengering di dekat pahanya.

"Enggak! Ini gak mungkin!" Anggi ingin merusak semua barang yang dia temukan, tapi dia hanya mampu beringsut pada kepala ranjang sambil memeluk diri sendiri, dia terisak dengan gigi yang saling beradu, sementara kepalanya terus berusaha mengusir semua hal yang dirasakannya saat ini. Anggi berharap ini hanya mimpi, dan dia akan terbangun di tempat tidurnya.

Tapi semua harapan itu pupus saat dia melihat pintu kamar mandi terbuka, Revan muncul dengan rambut basah dan hanya mengenakan handuk. Bulir-bulir air masih tampak di beberapa bagian tubuhnya.

"Halo Anggi sayang, ternyata kamu udah bangun," Revan menyapanya dengan santai.

"Apa yang udah loe kakuin?! Brengsek! Bajingan! Loe gak boleh ngelakuin ini sama gue!" Anggi menyerang revan dengan membabi buta, dia merasa sakit hati dan gelap mata. Mata Anggi dipenuhi kilat kemarahan, yang dia inginkan saat ini adalah melukai Revan dan membuatnya kesakitan.

Pria itu harus merasakan apa yang Anggi rasakan, Anggi melawan semua rasa sakit yang terasa meremukan tubuhnya tersebut, dia memukuli Revan sekuat tenaga, tapi pria itu malah mendorong tubuhnya hingga terlentang di atas ranjang.

"Diam!" Revan membentaknya dengan suara keras, dan sukses membuat Anggi membatu dengan tatapan nyalang.

"Loe udah gak suci lagi, Gi. Haha," Revan tetap menahan tubuh Anggi dengan tubuhnya, sementara ke dua tangannya memegang tangan Anggi di samping tubuh mereka, "Kita lihat apa loe masih bisa nikah sama cinta pertama yang udah bikin loe nyakitin perasaan gue!"

Air mata sudah kembali membasahi pipi Anggi, dia teringat Arka dan rencana pernikahan mereka yang akan dilangsungkan dua hari lagi, Anggi terus berontak dan berusaha melepaskan diri, tapi Revan tidak memperdulikan isak tangis dan permohonannya, pria itu mengulang kebejatannya dengan tidak berperasaan.

Anggi sudah akan berteriak, tapi tangan pria itu membekap mulutnya dengan sangat kencang, Anggi merasakan sakit yang luar biasa, hati dan jiwanya seperti disayat oleh ribuan silet, bahkan air matapun sudah tidak mampu mengobati luka hatinya, dia berdarah, berdarah secara harfiah dan secara kiasan.

Tangisan tanpa suara itu terlapas untuk Arka, entah apa yang akan terjadi jika sampai pria itu mengetahui keadaannya yang seperti ini. Anggi tidak memiliki banyak kekuatan untuk melawan perlakukan Revan, pria itu terlalu kuat, dan terlalu besar jika harus dijadikan lawan olehnya. Anggi hanya bisa menangis saat bajingan itu kembali menguasai tubuhnya.

Patah, luka, berdarah, serta tercemar, hanya hal-hal seperti itu yang saat ini menguasai pikiran Anggi. Semuanya telah berakhir, dia telah kehilangan segalanya, cinta, kekasih dan masa depan. Semuanya teronggok menjadi butiran debu yang tidak bisa diselamatkan.

***

Pagiii... akhirnya update mereka juga. *kelamaan sibuk*

Mr And Mrs Players Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang