Bab [11]

1.5K 100 5
                                    

Anggi tahu ini sudah malam, tapi dia tidak perduli. Karena saat ini dia sudah berada di mobil Angga, dia memaksa Kakaknya itu untuk mengantarkannya ke tempat Arka, Rina juga ikut bersama mereka, wanita yang sedang hamil muda itu sesekali meremas tangan Anggi.

Rina terus memberikan dukungan moril saat melihat Anggi yang terlihat resah, "Jangan gugup! Lakukan dengan perasaan tenang, sebentar lagi Arka akan tahu isi hati kamu, kalian pasti bahagia, yakin deh," tandasnya.

"Kayak kita kan ya, sayang?" Angga menyahut dari jok depan, kepalanya melirik sekilas ke arah Rina yang duduk di kursi belakang bersama Anggi.

"Haha, iya kayak kita," Rina mengiyakan, Anggi hanya berdo'a semoga saja dirinya bisa seperti dua orang yang ada di hadapannya saat ini. Angga dan Rina menikah karena perjodohan, tapi mereka sudah menemukan kebahagiaan sejati. Ya, meskipun untuk bisa seperti saat ini; Angga harus mengalami detak jantung yang berhenti saat berada di rumah sakit.

Tapi Tuhan memang Maha baik dan Maha segalanya, Angga kembali ke pelukan istrinya, rumah tangga mereka membaik, bahkan Angga yang selalu tidak suka jika berada dekat dengan perempuan, sudah berhasil membuahi kantung rahim istirnya, dan enam bulan lagi Anggi akan segera menjadi tante.

"Udah nyampe," Angga memarkir mobil di tempat yang biasa dia pakai jika sedang berkunjung ke apartemen Arka. "Mau ditemenin apa gimana?" Dia ingin Anggi memilih, dan tidak merasa terbebani dengan keberadaan dirinya dan Rina.

"Aku sendiri aja kayaknya, Ka," Anggi membuka pintu mobil, "Gak apa-apa kan?"

"Iya gak apa-apa, Kok," Rina menjawab.

"Asal jangan macam-macam aja! Gue sama Rina nunggu di restoran bawah ya," Angga mengingatkan, dan memberitahu Anggi kalau dia dan istrinya tidak akan segera pulang. "Kalau udah baikan atau butuh bantuan, telpon hp kita aja."

"Iya, makasih ya, Ka," Anggi menutup pintu mobil dan segera menuju lift untuk ke apartemen Arka. Selama di ruangan persegi empat itu, Anggi terus berusaha menguatkan diri sambil menenangkan detak jantung yang semakin menggila, sesampainya di tempat yang dituju, Anggi segera menekan bel.

Satu kali.

Dua kali.

Tiga kali.

Bahkan setelah sepuluh kali dia menekan bel, tidak ada tanda-tanda kalau Arka akan keluar dan menyambut kedatangannya, bahu Anggi yang semula tegak kini sudah terkulai lemah. Mungkinkah Arka sengaja tidak ingin menemuinya? Anggi cepat-cepat mengusir pemikiran tersebut, tidak mungkin Arka sengaja menghindar setelah dirinya membuat rumah pria itu berisik.

Lalu di mana Arka saat ini berada? Anggi berjalan kembali ke lift sambil menatap resah ke arah sekitar, dia berusaha mengenyahkan pikiran buruk yang menyerbut kepalanya. Bagaimana kalau Arka memutuskan untuk pergi ke luar negri, lalu dia menikah dengan gadis asing yang ada di luar sana. Pemikiran tersebut langsung membuat Anggi ingin membenturkan kepala ke tembok, dia merasa malu dan sedih karena sudah menolak lamaran pria itu.

Dia berdiri di depan lift sambil menahan tusukan nyeri pada ulu hati, sementara tangannya menghubungi nomor Angga dan mengatakan kalau Arka tidak ada di rumahnya. "Kak Arka gak ada di rumah," Anggi berkata dengan suara terbata yang bercampur dengan tangisan. "Aku harus gimana? Kalau dia pergi keluar nergi dan bahagia sama cewek lain di sana gimana?"

"Kamu jangan mikir macam-macam dulu, Gi!"Angga berusaha menenangkan.

"Tapi Kak Arka gak ada di apartemennya!"

"Udah ah, kamu turun sekarang atau Kaka tinggal dan gak mau anterin kamu lagi," Angga menyuruh Anggi untuk cepat-cepat turun, sementara dirinya segera menghubungi Arsya, dan Natha, Angga sangat berharap kalau Arka bisa ditemukan, atau setidaknya teman-temannya mengetahui keberadaan dokter muda itu.
Anggi hanya bisa menurut, dia sedang tidak ingin pulang sendiri dan berteman sepi.

Karena di saat sulit seperti sekarang, dia membutuhkan seseorang yang bersedia mendengarkan keluh kesahnya.

***

Lanjut dikit-dikit ya, makasih udah pada baca hehe

Mr And Mrs Players Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang