Waktu berputar, dan pagi Senin tiba.
Bangun pagi, bersiap-siap segala hal untuk pergi ke sekolah, dan sama sekali tidak bisa santai adalah kegiatan di pagi hari seorang siswa dan orang tua yang bekerja.
Bangun pagi dan beranjak bangun dari kasur di pagi buta, Kusuo berjalan ke pintu masuk dan keluar rumah.
Melihat ke atas, cakrawala masih abu-abu.
Kusuo berjalan ke taman terdekat, lalu duduk di bangku taman. Udara pagi hari sangat segar, dan secara alami dia memandang langit yang tampak samar itu.
Suasana yang tenang dan sepi itu, memberikan sedikit rasa kesepian.
Kusuo menghela nafas, dan bahunya merosot.
Dia tidak membenci perasaan itu, malahan dia menyukainya. Perasaannya tampak segar dari apa yang dia rasakan.
Melingkarkan tangannya, menutupi wajahnya di antara tangan, Kusuo perlahan tertidur.
Waktu terus berjalan.
Melewati pukul 7 pagi, para siswa mulai bermunculan di jalan. Ketika mereka melewati taman itu, mereka mengintip ke arahnya, sebelum menarik kembali dan kehilangan minat.
Entah berapa lama, suara familiar terdengar.
"Mafuyu-Sensei, selamat pagi."
Tanpa membuka mata, Kusuo tahu itu adalah Mafuyu. Lalu dia membuka matanya, menoleh untuk melihat, lalu meregangkan punggungnya. "Ada apa, Sensei?"
"Pagi." Mafuyu mengangguk ringan, lalu bertanya, "Apa kau tidur di sini?"
"Ya." Kusuo mengakuinya dengan mudah, "Aku tidur dengan nyenyak."
Mafuyu menyipitkan matanya, menatap ke arahnya, lalu melihat sekeliling, dan kemudian bertanya dengan wajah mengeras, "Di mana baju dan tas sekolah?"
"Di rumah."
"Kenapa ada di rumah?"
"Karena aku tidak membawanya."
"Kau ingin tidak masuk sekolah?" Mafuyu melipat tangannya, mengirim tatapan elang ke arahnya, yang membuat siswa SMA dan SMP yang baru lewat berlarian.
Kusuo hendak membuka mulutnya, tapi karena itu benar, dia tidak mengatakan apapun.
"Hah...."
Mafuyu menghela nafas dan memijat keningnya.
Apakah dia ingin mengabaikan? Tidak, itu bukan guru yang dia inginkan.
Jika ada seorang murid yang sedang bermasalah, dia akan membantunya. Bahkan untuk siswa yang bermasalah dan merepotkan, dia pasti akan melakukan tanggung jawabnya sebagai guru.
Setelah beberapa saat, Mafuyu mengulurkan tangannya dan menarik Kusuo ke mobilnya, "Ayo ikut Aku."
Kusuo membiarkan dirinya diseret, bertanya, "Ke mana?"
"Ke rumah mu." Jawab Mafuyu."Ganti pakaian dan tas, lalu pergi ke sekolah."
"Tapi Sensei,"Berdiri di samping pintu mobil, Kusuo berkata, "Jika aku berteriak di sini, Sensei akan mendapatkan masalah, kau tahu."
"Um?"
"Membiarkan seorang siswa masuk ke mobil guru, dan buat orang salah paham, siapa yang akan di salah kan jika Aku berteriak?"
Mafuyu paham, lalu dia dengan cepat melepaskan tangannya, wajahnya tersipu merah, dan dia berteriak malu dan marah:
"Mesum!"
"Hentai!"
"Otak binatang!"
Teriakan Mafuyu hanya masuk ke telinga kiri dan keluar di telinga kanan, dan Kusuo menutup satu matanya, menambah kejatahata nya, "Sidik jari Sensei ada di tanganku, tapi milikku tidak ada di badan Sensei..."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Easy Second Chance
RomanceSetelah semuanya, Aku berakhir tanpa menikmati hasilnya? Sialan. Kesempatan reinkarnasi? Maksudnya Aku harus berusaha keras sekali lagi?! Tidak! Pria itu menolak dengan tegas.