CHAPTER 17 | 💔

11K 471 15
                                    

Naila menurunkan koper dari atas lemari kemudian memasukan pakaian kedalamnya asal-asalan. Tak berapa lama kemudian Aksa masuk dengan wajah sangat kacau, pria itu mencoba menghentikan Naila.

"Nggak, nggak, kamu nggak boleh pergi" Ucapnya ketakutan.

Naila tak menanggapi, tapi ia semakin kesal karena Aksa justru mengeluarkan bajunya hingga berhamburan di lantai.

"Mas nggak izinin kamu pergi."

"Aku nggak butuh izin dari kamu!" Naila mendorong Aksa hingga pria itu mundur kebelakang. "Intinya aku tetap pada keputusan aku."

"Nggak bisa, masi banyak yang harus kita bicarakan kalau perlu kita pergi ke konselor pernikahan untuk memperbaiki pernikahan kita." Aksa mendekat dan berlutut di samping Naila.

"Terlambat, aku udah nggak butuh itu semua. Aku nyerah, aku nggak sanggup." Naila menahan nafasnya yang bergemuruh. "Mau di lanjutkan pun akan sia-sia karena aku udah muak sama kamu!"

"Nai ..." Lirih Aksa, ia tak bisa berkata apa-apa.

Naila melanjutkan memungut pakaiannya yang berhamburan di lantai dan kemudian menutup kopernya. Naila melirik Aksa yang masi berlutut disampingnya, wajahnya terlihat sangat kacau namun tetap tidak membuatnya iba sedikitpun.

"Aku minta buku nikah kita." Ucap Naila yang seketika membuat Aksa semakin frustasi.

Untuk beberapa saat Aksa mematung, jantungnya berdetak tak karuan.

"Dimana buku nikah kita ?" Ulang Naila namun melihat Aksa yang diam justru membuatnya kesal.

Karena tak kunjung mendapat jawaban Naila berinisiatif untuk mencari, meminta pada Aksa sudah pasti tidak akan diberikan.

Naila melirik pada lemari baju Aksa dan berniat mencari disana. Namun ketika Naila berbalik menuju lemari, Aksa justru lebih dulu berlari dan menghadang.

"Minggir!"

"Nggak mau!"

"Aku bilang minggir!"

"Aku nggak akan kasih buku nikah kita!"

"Brengsek. Mau kamu itu apa?" Umpat Naila. "Mana buku nikah kita! Cepat berikan?!"

"Nggak mau."

Dengan kesabaran yang telah habis, Naila menampar Aksa sangat kuat terasa dari tangannya yang memerah dan terasa panas. "Kamu sudah janji akan mengabulkan keinginan aku setelah bertemu dengan perempuan itu, apa lagi sekarang?"

"Tenang dulu ..."

Naila berdecih. "Kamu pikir aku masi bisa tenang sekarang?" Ia menatap Aksa dengan tatapan menusuk. "Up to you!" Naila mengangkat tangannya tanda menyerah dengan Aksa.

Naila yakin dia tidak akan mendapatkan surat nikahnya, sebab itu dia memutuskan untuk segera pergi saja dari sana. Naila memang berniat menyewa pengacara untuk melawan Aksa, tanpa pengacara bisa-bisa dia hanya terus-menerus dimediasi di pengadilan nanti.

Niatnya untuk berpisah memang sudah sangat bulat kali ini. Naila harus memikirkan kebahagiannya juga. Entah harus bersyukur atau bersedih namun ia sedikit lega karena tak memiliki anak sehingga jika mereka berpisah tidak akan ada anak yang akan bersedih atas perpisahan orang tua.

Naila mengambil kopernya, dia tidak peduli dengan Aksa yang sedari tadi mencoba menahannya bahkan menghalanginya agar tidak keluar. Baginya semua telah berakhir, tidak ada yang perlu disesali bahkan diperbaiki. Semua akan selesai jika ini berakhir. Tidak akan ada lagi sakit hati dan tangisan untuk bahtera rumah tangga yang gagal ini. Semua berakhir malam ini.

"Please ..." Ucap Aksa dengan suara serak dan bergetar. Ia menahan tangan Naila saat hendak masuk ke dalam mobil.

"Semuanya selesai, aku harap kamu bisa hargai keputusan aku." Jawab Naila, kemudian menghempaskan tangan Aksa lalu masuk ke dalam mobil.

~○°💔💔💔°○~

TO BE CONTINUE

TIME TO LEAVE [TAMAT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang