CHAPTER 11 | 💔

12.3K 442 6
                                    

Aksa mencengkram kuat ponselnya saat mendengar ancaman yang dilontarkan Mira kepadanya melalui panggilan.

"Kalau sampai kamu nggak datang, aku akan datang ke rumah kamu." Ancamnya kepada Aksa.

Aksa mendesis marah. "Jangan coba-coba!"

"Aku nggak takut dengan ancaman kamu," balas Mira tak kalah sengit. "Jangan coba-coba larang aku!"

Aksa tertawa marah. "Aku semakin yakin untuk berhenti berhubungan dengan wanita gila seperti kamu!"

"Aksa!" Teriak Mira di dalam panggilan, seketika membuat Aksa menjauhkan ponselnya dan berdecak kesal.

"Kamu pikir aku takut dengan ancaman kamu?!" Aksa merendahkan suaranya. "Silahkan datang ke rumah ku. Lagipula, baik sekarang ataupun nanti kamu juga harus bertemu dengan Naila."

"Oke kalau itu mau kamu! Aku akan datang ke rumah kamu dan memberitahu semuanya sama istri kamu."

"Ya."

Terdengar suara tertawa mengejek dari sebrang panggilan. "Bagaimana reaksi istri kamu kalau tau ini semua ya? Pasti seru!! Ahh mungkin juga dia langsung minta cerai."

Aksa tidak memberikan tanggapan apapun pada ucapan Mira yang tidak sepenuhnya benar. Mungkin jika nanti Mira datang dan menemui Naila, isterinya itu tidak akan terkejut lagi mengingat Naila sudah tahu lebih dulu dan juga Aksa sudah menjelaskan semuanya.

Lagipula, ini sudah konsekuensi dari perbuatannya dan Aksa harus bertanggung jawab untuk semua kekacauan yang telah terjadi. Akan tiba masanya Naila dan Mira harus dipertemukan dan mungkin sekarang adalah waktunya. Semoga dengan ini hubungannya dengan Mira benar-benar berakhir.

Memang sudah dua bulan belakangan ini, Aksa memutus komunikasi dengan Mira bahkan jika saat wanita itu dengan berani datang untuk menemuinya di kantor, Aksa akan segera memerintahkan satpam untuk mengusirnya keluar. Dan mungkin itu yang membuat Mira marah sehingga mengancamnya sekarang. Namun Aksa tidak peduli, yang dia inginkan sekarang hanyalah lepas dari jeratan wanita gila seperti Mira.

Tanpa ucapan apapun Aksa mematikan panggilan disaat Mira masih terdengar marah-marah. Aksa melempar ponselnya ke atas meja lalu menyugar rambutnya kasar. Mendengar wanita gila itu marah-marah justru membuat kepalanya semakin pusing.

Aksa memilih untuk melanjutkan pekerjaannya meskipun kepalanya terasa ingin pecah.

~○°💔💔💔°○~

Aksa cepat-cepat masuk ke dalam rumah, berlari ke kamar Naila. Tepat diambang pintu kamar Aksa memberanikan diri untuk mengetuk pintu. Bermenit-menit Aksa menunggu tak kunjung mendapat jawaban, pintupun juga tak kunjung dibuka.

"Naila, tolong buka sebentar. Mas janji cuman sebentar." Ucapnya penuh harap.

Tak lama Naila membuka pintu dan berdiri dihadapan Aksa. Ia menatap Aksa keheranan karena mendapati wajah pria itu yang begitu cemas dan bercambur dengan lesuh.

"Kamu kenapa?"

Aksa menggeleng. "Apa tadi ada yang datang?"

Naila menaikan sebelah alisnya. "Ada yang mau datang?" Ucapnya mengulangi.

Aksa menghembuskan nafasnya kasar padahal dia berharap bahwa Naila dan Mira segera bertemu. Setidaknya jika Naila dan Mira bertemu permasalahannya berkurang. Dia tidak perlu merasa terkekang lagi karena Mira dan itu bisa membuatnya fokus kepada Naila saja.

Naila menyenggol tangan Aksa. "Mas, siapa yang mau datang?" Tanya Naila mengulangi.

Aksa menggeleng dan itu membuat Naila kesal bukan main karena dibuat penasaran oleh Aksa.

"Bohong!" Naila mencubit perut Aksa dengan kuat, membuat pria itu meringis kesakitan.

"Aww, Nai sakit..." Aksa mengelus bekas cubitan yang terasa sangat panas itu.

Naila melotot tajam. "Jangan berani bohong lagi! Siapa yang mau datang?" Ancamnya.

"Aww, iya-iya nggak bohong..."

"Siapa?"

"Mira" Kata Aksa lesu.

Naila mengernyitkan dahinya, seperti tidak asing. "Pacar kamu?" Ucapnya spontan.

"Nggak!!" Teriak Aksa.

"Halah, giliran didepan aku bilangnya nggak, tapi dibelakang pegang-pegangan tangan." Sinis Naila.

Hati Aksa tertohok mendengar ucapan Naila yang begitu sarkas. "Nai..." tegurnya pelan.

"Kenapa dia mau kesini? Mau nemuin kamu karena kamu kabur-kaburan? Atau mau saling buka aib satu sama lain?"

Aksa tidak menjawab.

"Atau mau minta aku buat ninggalin kamu? Aku sih nggak segan untuk mewujudkan permintaan dia."

"Kok kamu ngomong gitu? Kamu rela kalo mas beneran hidup sama dia dan ninggalin kamu?" Entah mengapa ucapan Naila benar-benar membuat hatinya sakit.

Naila terdiam.

"Mas tau dan mengerti kamu marah dan kecewa sama perbuatan mas selama ini, tapi tolong jangan asal bicara!"

Naila bungkam tak berani mengeluarkan sepatah katapun. Dia menyadari kesalahannya.

Seharian ini kepalanya sudah cukup panas dan sekarang ucapan Naila membuatnya tambah terbakar. Dan sekarang jangan salahkan dia jika tiba-tiba mendapatkan ide licik ini.

Aksa menyugar rambutnya kasar dan tanpa aba-aba dia mendorong tubuh Naila untuk masuk ke dalam kamar.

"Mas nggak akan pernah lepasin kamu Nai!" Desisnya tepat ditelinga Naila.

Dengan cekatan pria itu mengunci pintu dan memasukan kunci kedalam saku celana nya. Dengan tatapan menelisik Aksa menatap Naila lekat seperti akan menghabisi Naila saat itu juga.

Dengan tiba-tiba pria itu menggendong Naila lalu menghempaskannya ke atas ranjang. Saat Naila ingin berdiri, Aksa dengan cepat menindihnya dan menciumnya dengan rakus.

~○°💔💔💔°○~

TO BE CONTINUE

Selamat hari sabtu, terima kasih yang sudah vote.
Jangan lupa follow biar aku semakin semangat nulisnya 🤗🤗

TIME TO LEAVE [TAMAT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang