CHAPTER 22 | 💔

4.9K 145 4
                                    

Naila selalu kehabisan kata dengan perbuatan Aksa yang selalu semaunya. Pria itu selalu unggul dalam hal menyulut emosi dan membuat kegaduhan. Kedatangan Aksa selalu menyisakan trauma tersendiri, Aksa selalu datang dengan kemarahan dan pulang dengan menyisakan pertikaian.

Naila merenung, bertanya dan berujar seorang diri. Banyak pertanyaan yang muncul dibenaknya terutama tentang kehidupan seusai perceraian. Apalagi melihat tingkah Aksa yang seperti ini, apakah pria itu akan tetap mengganggunya meski mereka sudah bercerai nanti? Naila harap tidak. Ia ingin berpisah dengan damai walau sulit kenyataannya.

Naila menghela napas yang terasa sangat berat namun ia tak mau ambil pusing, ia memilih untuk tidur karena besok ia harus kembali bekerja setelah meminta cuti satu hari untuk mengurus perceraian.

💔💔💔

Akhir-akhir ini intensitas pertemuan Naila dan Devan semakin meningkat. Terhitung dalam satu minggu ini sudah dua kali keduanya bertemu secara tidak sengaja. Seperti sekarang, keduanya tanpa sengaja bertemu kembali di sebuah warung makan pinggir jalan.

"Kayak motor Devan?" gumam Naila ragu-ragu saat melihat motor yang mirip dengan motor Devan terparkir di depan tenda warung makan.
Naila memasuki tenda lalu mengedarkan pandangannya ke segala arah. Dan benar saja saat mencari keberadaan pria itu, Naila berhasil menangkap sosok Devan di dalam sana tengah asik menyantap makanannya dengan lahap seorang diri.

"Devan..." panggil Naila seraya mendekati laki-laki itu.

Devan yang tengah mengunyah makan harus menghentikan kegiatannya, ia menatap Naila sejenak dan menaikan dagu seperti sedang bertanya ada apa.

"Selengean" dengus Naila sebal melihat gaya Devan yang terlihat tengil.

Devan menelan sisa makanan lalu menyeruput minumannya sampai habis. "Apa...?" jawabnya dengan nada panjang yang mengayun lembut, ia terkekeh saat melihat wajah Naila yang terlihat kesal.

"Ngapain disini?" tanya Naila.

"Ini kan tempat makan, ya berarti mau makan lah."

"Ya aku tau... tapi kenapa jauh banget sampe sini?"

Devan tidak menjwab, laki-laki justru menarik bangku dan menepuk bangku menyuruh Naila untuk duduk.

"Sendiri ?" tanya Devan mengalihkan pertanyaan Naila tadi.

Naila menggeleng. "Sama teman, tapi lagi ke toilet."

"Oohh..."

"Kamu sama siapa?"

"Mbak kan udah liat aku makan sendiri dari tadi, ya berarti sama siapa?"

"Tinggal jawab 'sendiri' aja harus nyolot dulu." Naila memutar matanya malas.

Devan terkekeh lagi. "Karena aku orangnya nyebelin jadi pertanyaan sepele juga harus aku jawab nyolot."

"Dasar aneh..." gerutu Naila pelan dengan wajah tertekuk masam.

"Biasa aja dong mukanya" tawa Devan menggelegar, untung saja sekarang hanya ada mereka berdua di dalam tenda makan ini.

Devan mengakhiri tawanya. "Mau makan apa?" tawarnya pada Naila.

"Kamu kan udah tau kalau disini cuman jualan soto, ya berarti makan apa?" jawab Naila meniru ucapan Devan.

"Yehhh ... gajelas ikut-ikut" gurau Devan

"Kamu yang gajelas."

Devan terkekeh namun tidak menjawab perkataan Naila.

"Pak sotonya satu lagi ya" pesan Devan dari tempat duduknya.

"Pake nasi nggak mas?"

"Pake nasi nggak?" tanya Devan melanjutkan pertanyaan kepada Naila.

"Pake, tapi setengah aja."

"Pake, tapi setengah pak." ucap Devan lagi menyambungkan ucapan Naila ke tukang soto.

"Sip mas, ditunggu."

"Makasi pak."

Setelah itu Devan memposisikan dirinya menghadap Naila,  menatap wanita itu dari samping dan tersenyum kecil. "Cuman setengah? Emang kenyang?"

"Itu aja belum tentu habis."

"Diet?"

Naila menggeleng. "Nggak juga."

"Terus kenapa dikit banget?"

"Memang porsi biasanya segitu."

"Ooohhh..." Devan mengangguk-angguk. "Mbak pulang naik apa nanti?"

"Naik ojek" jawab Naila seusai menelan makanan.

"Pulang jam berapa biasanya ?"

"Jam 5 sih seharusnya"

"Aku jemput?"

Naila tersedak mendengar ucapan Devan, wajahnya memerah akibat tenggorokannya yang terasa panas dan sakit akibat tersedak kuah soto yang panas dan pedas.

Devan berdecak lalu menyodorkan minuman yang langsung diterima Naila, ia langsung menyeruput minuman hingga habis setengah.

"Pelan-pelan aja" ucap Devan mengingatkan Naila dengan lembut.

"Hah?"

Naila benar-benar merasa kikuk sekarang, entah mengapa sekarang rasanya sangat berbeda saat di dekat Devan.

"ck, pelan-pelan." ulang Devan lagi.

Naila hanya mengangguk dan melanjutkan lagi makannya dengan perasaan canggung. Untuk beberapa saat keadaan terasa hening karena mendadak keduanya merasa canggung namun akhirnya Devan memilih untuk pulang setelah teman Naila datang.

"Aku pulang duluan," ucap Devan seraya berdiri dari tempatnya duduk "jam 5 aku jemput."

"Hah?"

Devan tak memberikan penjelasan apapun pada Naila, pria itu justru meninggalkan tempat makan setelah membayar makanan mereka. Namun tak berselang lama ponsel Naila berbunyi yang menampilkan pesan dari Devan.

Nanti aku jemput.

Belum sempat menjawab, pesan lainnya kembali dikirimkan oleh Devan yang membuat Naila semakin keheranan.

Makanannya sudah aku bayar, jangan dibayar lagi.
Setelah pesan itu, suara motor Devan terdengar menggelegar meninggalkan tempat itu.

~○°💔💔💔°○~

TO BE CONTINUE

Vote! Vote! Vote!

TIME TO LEAVE [TAMAT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang