CHAPTER 27 | 💔

3.8K 144 6
                                    

Dua hari berlalu

Devan menepati janjinya untuk datang setiap hari, namun berbeda dari kemarin hari ini Devan datang dengan membawa koper. Seketika Naila teringat jika Devan harus kembali ke Amerika untuk menyelesaikan sidang skripsinya dan akan kembali enam bulan kedepan, itu juga jika ia bisa menyelesaikan semuanya tepat waktu.

Naila pikir setelah kemarin mendapatkan tamparan beberapa kali Devan akan merelakan Naila dan pergi begitu saja tanpa pamit. Apalagi Naila menamparnya di depan banyak orang, Devan berusaha menjelaskan jika ia memang di jebak.

Dari luar suara ketukan pintu terdengar disertai suara Devan yang memanggil nama Naila berulang kali.

"Naila, aku tahu di dalam, kan? Buka pintunya."

Naila tidak menggubris suara Devan, seperti tidak mendengar apapun, Naila justru tetap mengerjakan kegiatannya. Ia harus berangkat kerja dan bersiap-siap, mendengarkan Devan hanya akan merusak paginya yang indah.

"Aku tau kamu belum berangkat kerja. Nai, buka sebentar."

Tok! Tok! Tok!

"Naila aku tau kamu belum berangkat kerja."
Naila tetap diam, mengabaikan Devan.

"Nai, buka atau aku dobrak pintunya."
Naila memutar matanya malas mendengar ancaman Devan yang itu-itu saja. Seusai bersiap Naila keluar dari apartemen dan menatap Devan dengan tatapan tidak suka.

"Kenapa lagi kesini, kurang jelas kalau kita putus dan nggak akan balikan?" ucap Naila seraya mengunci pintu apartemennya.

"Aku nggak pernah setuju untuk putus."

"Memang kamu siapa sampai aku butuh persetujuan kamu?"

Devan mengusap wajahnya yang terlihat sangat putus asa. "Aku nggak bisa pergi ke Amerika dengan keadaan kita yang kayak gini."

"Bisa. Kamu pasti bisa. Kemarin aja kamu bisa abaikan aku, pasti sekarang juga bisa."

"Aku nggak pernah ngabain kamu." geram Devan.
"Nggak pernah? Terus kemarin apa?" Naila berdecih sinis dan menutup mulutnya. "Oiya lupa, nggak sempet ngabarin aku karena lagi mabuk kepayang kan sama wanita lain."

"Aku nggak tidur sama dia!"

"100 kali pun kamu bilang nggak tidur sama dia, aku tetap nggak akan percaya. Aku percaya dengan fakta yang aku lihat!"

"Aku berani sumpah aku nggak tidur sama dia! Aku memang mabuk tapi aku masih sadar makanya aku pilih ke hotel. Aku nggak tau kenapa dia bisa masuk ke hotel aku."

Naila menggeleng tak percaya. "Terserah kamu mau ngaku atau nggak, mau kamu tidur sama dia atau nggak juga aku udah nggak peduli. Lebih baik sekarang kamu pergi." Naila berusaha mendorong badan Devan dengan sekuat tenaga namun bukannya pria itu yang berpindah justru Naila yang masuk ke dalam pelukan Devan.

"Sekali, beri aku kesempatan sekali saja," kata Devan pelan. Wajahnya kuyu dan berantakan.
"Sekali, dan nggak akan aku ulangi kesalahan itu lagi," bujuknya lagi.

Namun Naila sudah terlalu anti dengan kehadiran Devan. "Aku sudah bilang nggak akan ada kesempatan. Kamu lupa aku pernah ada di posisi seperti ini dulu? Kalau waktu itu saja aku bisa lewati kenapa sekarang nggak bisa? Aku udah terbiasa, Dev."

"Tapi aku nggak mau putus. Ini kesalahan dan aku minta maaf." "Percuma. Setelah kamu pergi aku akan melupakan kamu." Pelukan Devan terasa mengencang. "Kita nggak pernah putus!"

"Lepas!"

"Aku nggak akan lepas sampai kamu percaya sama aku." "Aku bilang lepas, lepas!"

"Nggak, aku nggak akan lepas."

"Lepas!"

"Aku nggak bisa pergi dengan keadaan kita putus kayak gini!"

Dengan perasaan kesal Naila menggigit lengan Devan dengan sangat kuat hingga meninggalkan bekas gigitan yang memerah disana, ia segera berlari masuk ke dalam mobil dan menguncinya, lalu meninggalkan Devan.

"Naila." kata Devan seraya mengetuk kaca mobil Naila dengan keras. "Naila."

Naila tidak memperdulikan Devan yang terus berlari mengerjar mobilnya. Ia justru semakin menekan pedal gas dan melaju lebih cepat lagi.

Naila melihat dari spion dimana Devan telah tertinggal jauh dan tidak terlihat lagi, barulah ia memberhentikan mobilnya.

Naila menelungkupkan kepala di stir mobil mencoba menenangkan diri, namun ia kembali gagal karena terlihat bahunya mulai bergetar, ia menangis dalam diam.

TIME TO LEAVE [TAMAT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang