Chapter 18: Gue Pengen Hidup Lo Bahagia

520 54 6
                                    

Sudah lima hari Iluka dikurung di tempat ini. Sudah lima hari Iluka meladeni Elio yang sikapnya selalu berubah; sekejap senang, sekejap sendu, sekejap murka, sekejap murung. Perubahannya membuat Iluka terkagum; pengendalian ekspresinya patut diacungi jempol.

Dan sudah lima hari pula, Iluka dibuat darah tinggi dengan ketidakwarasan dan obsesi gilanya Elio. "Brengsek," maki Iluka pelan.

Bajingan itu .... Iluka tidak tahu harus mengatakan apa saking kehabisan kata-kata. Intinya, Elio makin tidak waras selama lima hari ini. Seakan kegilaan yang selama ini dibendung meluap semenjak hari pertama Iluka dikurung.

Selama hampir dua puluh empat jam, Elio tidak berhenti memeluknya dan mengatakan kalimat-kalimat cinta. Cukup. Iluka sudah tidak tahan. Ia menderita. Iluka akui, hukuman kali ini benar-benar membuatnya jera. Iluka tidak akan berbuat ulah lagi.

"Gue nyerah dan gue akui gue salah. Ke depannya, gue bakalan lebih membatasi diri supaya gak ada yang kenal dan naksir gue. Gue bakalan bertindak seolah gak pernah ada," lontar Iluka yang tidak diindahkan Elio. Ia merengut kesal, lantas berteriak, "Gue gerah, bego! Jangan meluk gue terus! Lo gak denger tadi gue bilang nyerah, brengsek?!"

Elio terbahak. Ia melepaskan pelukan, memiringkan tubuhn, menyangga kepalanya dengan kepalan tangan, lalu menatap Iluka penuh puja. "Lo salah paham, Honey. Ucapan lo seakan gue lagi ngehukum lo. Padahal nyatanya enggak, 'kan? Kita di sini lagi liburan bersama. Lagi kencan. Jadi, kurangin marah-marahnya dan nikmati waktu kita bersama, oke?"

Ekspresinya kembali berubah. Ia menatap Iluka datar. "Kalaupun bener lo lagi dihukum, memang lo salah apa?" Elio mengerutkan keningnya seakan sedang berpikir. "Kesayangan gue gak pernah salah, 'kan?"

Iluka dibuat merinding dengan tatapan Elio.

Jika bukan hukuman, lantas apa? Padahal jelas-jelas tangannya masih diikat dasi, kakinya masih dirantai, dan baju yang Iluka kenakan masih sama sejak lima hari lalu. Jika bukan hukuman, kenapa rasanya sangat menyiksa? Terlebih kaki dan tangannya terluka akibat bergesekan dengan serat kain dan besi secara terus-menerus.

Iluka menderita dan Elio tidak peduli sama sekali. Si Brengsek itu malah menikmati setiap penderitaan yang Iluka rasa seakan sedang menonton sebuah film yang menarik.

Benar-benar bajingan.

"Lo gerah? Mau mandi?" tanya Elio seraya mendudukkan diri. "Atau mau gue mandiin?" Elio menawarkan diri yang mana mendapatkan tendangan maut dari Iluka.

"Mesum lo!" kesal Iluka. "Sampai lo berani masuk pas gue lagi mandi, gue laporin lo ke polisi!" ancamnya seraya mendudukkan diri dengan susah payah. Iluka sebal mendengar suara tawa yang keluar dari celah bibir Elio. Maka dari itu, ia kembali menendang kaki si pemuda—dengan kakinya yang bebas—lebih keras dari sebelumnya.

"Buka iketan ini." Iluka  mengangkat tangannya. "Sama lepas rantai ini." Kali ini Iluka menunjukkan kaki putihnya yang terdapat jejak darah kering di pergelangan. "Gue gak bakal kabur. Janji. Jadi lepas, oke? Sakit soalnya."

Elio melingkarkan tangan di pinggang ramping Iluka, kemudian menariknya pelan, membuat Iluka kembali terbaring. Ia bergumam, "Gue belum ijinin lo pergi."

"Gue gak pergi," sangkal Iluka. "Cuma mau mandi doang."

Elio bergumam tak jelas, lantas berujar, "Selama lo di sini, gak ada satu pun yang nyari lo."

Iluka tau. Ini sedikit menyesakkan, tapi apa yang bisa diharapkan dari anak yang tidak diharapkan siapa pun sepertinya? Jika Iluka mati pun, tidak akan ada yang peduli.

"Lo itu gak dibutuhin."

Tanpa Elio katakan pun Iluka tau. Jadi, bisa berhenti mengatakan kalimat menyakitkan itu? Mendengarnya membuat sisi rapuh Iluka terluka. Iluka jadi semakin disadarkan jika dirinya memang tidak dibutuhkan.

Melihat Iluka terdiam dengan raut sakit membuat Elio menyeringai. Ia sangat menikmati tatapan pilu sang pujaan hati. Iluka yang seperti itu terlihat sangat cantik. Elio jadi semakin dibuat jatuh hati.

Elio meneruskan, "Di dunia ini, gak ada tempat bagi lo, Iluka. Cuma gue satu-satunya tempat yang lo punya; cuma gue yang nerima lo apa adanya; cuma gue yang butuh lo lebih dari siapa pun. Gue doang. Jadi, jangan berpikir buat pergi dari hidup gue dan ngasih hati lo buat orang lain, ya? Karena pada akhirnya ... lo bakalan dibuang."

Elio membalikkan tubuhnya menjadi tengkurap. Ia memainkan rambut Iluka yang tersebar di atas bantal seraya menuturkan, "Ayah lo itu ... bajingan, ya? Di saat lo kesusahan, dia malah senang-senang sama keluarganya."

Elio tersenyum. Senang segala ucapannya berhasil mengganggu pikiran Iluka. Tanpa beban melanjutkan, "Dan apa lo lupa apa yang udah mereka lakuin sama lo? Ibu lo mati karena kecemburuan seorang Gayatri. Lo nyaris mati karena wanita rendahan itu nganggap lo hama. Serius? Setelah semua yang terjadi ... lo mau batalin pembalasan dendam itu?"

Iluka diam dengan wajah terkejut. Tidak tau harus merespon apa ketika Elio mengatakan sederet kalimat tersebut. Semua yang Elio katakan benar. Iluka memang berniat menghentikan pembalasan dendam lantaran akhir-akhir ini tidak merasakan apa-apa ketika keluarga Pratama tertimpa masalah akibat ulahnya, tapi bagaimana Elio bisa tau?

Padahal itu hanya pikiran singkat yang melintas begitu saja. Iluka mana mungkin menghentikan niatnya hanya karena pemikiran yang tiba-tiba muncul, 'kan?

"Apa lo pikir mereka pantas hidup setelah apa yang udah mereka lakuin? Apa lo pikir mereka pantas bahagia, sedangkan lo menderita?" tanya Elio seraya membelai rambut Iluka, lanjut memercik api dalam diri Iluka agar tidak padam.

Elio mendekatkan bibirnya dengan telinga Iluka, lalu berbisik lembut. "Lo tau, 'kan, kalau cuma gue yang pengen lo hidup bahagia? Jadi, jangan anggap gue jahat karena ngingetin fakta menyakitkan itu."

Elio mengecup cuping telinga Iluka, kemudian melanjutkan, "Gue pengen lo hidup bahagia. Dan satu-satunya cara biar bisa mencapai tujuan itu adalah lepas dari masa lalu. Lo ... ngerti maksud gue, 'kan?"

Setelahnya Elio menjauhkan diri dari Iluka. Ia membuka ikatan di tangan sang gadis, lantas tersenyum melihat tangan yang memerah dan mengeluarkan sedikit darah. Cantik. Hasil karyanya selalu saja cantik. Elio jadi penasaran akan secantik apa jika bagian tubuh yang lain mengeluarkan darah.

Elio menggeleng. Berusaha mengenyahkan pemikirannya barusan. Elio harus menahan diri agar tidak melukai Iluka. Walau ingin, ia tidak boleh melakukannya. Jangan sampai Iluka membencinya dan pergi dari hidupnya karena alasan sesepele itu.

Elio mengeluarkan kunci borgol, lalu menyerahkannya pada Iluka. Ia mengacak rambut si gadis seraya berucap, "Gue selalu kalah kalau debat sama lo, Honey. Jadi, ini kunci yang lo pengen." Elio turun dari ranjang. "Gih, mandi! Gue mau nyiapin baju ganti buat lo. Bye!" sambungnya riang seraya berjalan ke luar kamar. Elio pergi seakan kejadian penuh tekanan beberapa menit lalu tidak pernah terjadi. Meninggalkan Iluka yang masih terdiam di tempatnya dengan pikiran semrawut.

____________________________________________
12 Desember 2023

Elio's Obsession [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang