Chapter 7: Kegilaan Iluka

700 61 21
                                    

"Sialan, sialan, sialan!" Elio memaki seraya terus berlari. "Lo di mana, Iluka?" Matanya mengedar, menatap keadaan sekolah di malam hari yang mengeluarkan kesan horor. "ILUKA?" Elio berteriak, lanjut berlari menuruni gedung kelas sebelas.

Sudah terhitung setengah jam Elio mengelilingi sekolah. Namun, keberadaan sang pujaan hati masih tak jua ditemukan. Membuatnya frustasi bukan main. "ILUKA? LO DI MANA?" Tadi, Elio sempat mencari ke ruang kelas Iluka. Sayangnya yang ia temukan hanya tas dan ponsel saja. Sedangkan si empunya entah menghilang ke mana.

"ILUKA!" Elio kembali berteriak. Matanya tak henti melihat satu persatu ruang kelas-yang ada di setiap sisi koridor-dari luar jendela, setelahnya mempercepat laju lari dan keluar dari gedung tersebut.

Gedung kelas, perpustakaan, gudang di sebelah timur, kantor guru, ruang OSIS, semuanya sudah Elio periksa. Namun, Iluka masih tidak ditemukan. Ia mengacak rambut frustasi, lantas berteriak, "ILUKAAAA!" Berharap teriakkan mampu terdengar oleh si empunya nama.

Kali ini, kaki Elio membawanya pergi ke toilet di ujung gedung kelas sepuluh. Toilet itu jarang dipakai. Mungkin karena letaknya di tempat yang jarang dilalui orang membuat kamar mandi satu itu mendapat label horor. Meski begitu, tidak menutup kemungkinan bila dia bisa menemukan keberadaan sang kekasih di sana.

Elio mengayunkan kenop pintu. Dikunci. Sontak memaki. "Iluka?! Lo ada di dalem?!" Elio bertanya dengan suara kencang. Tangannya tak henti menggedor. Dalam hati memohon agar Iluka ada di dalam.

"E-El ...."

Mata Elio membulat. Meski suara yang membalas terdengar sangat lirih, Elio yakin itu milik Iluka. Lekas berujar, "Ka, lo minggir dari pintu, oke? Biar gue dobrak." Elio menempelkan telinganya pada pintu, setelah mendengar persetujuan Iluka, ia mundur dan menubrukkan diri.

Percobaan pertama, gagal. Percobaan kedua dan ketiga juga tidak membuat pintu terbuka. Hanya bagian kuncinya saja yang sedikit rusak. Baru di dobrakan keempat, pintu terpelanting masuk.

Mata Elio kembali membulat. Di sana, di dekat wastafel, Kucing Kecilnya meringkuk tak berdaya. Bajunya basah. Jejak darah kering mengalir dari kening dan pipi. Di beberapa bagian tubuh-seperti lengan dan wajah-terdapat lebam.

Keadaan Iluka sangat ini ... benar-benar cantik.

Elio selalu dibuat jatuh hati pada ekspresi kesakitan Iluka, tapi ....

Elio mengepalkan tangannya erat. Amarah mulai menguasai akal sehatnya. Ia masuk dengan tergesa, kemudian menjambak rambut Iluka hingga si gadis mendongak dan menatap Elio sayu begitu sesampainya di sana.

"Siapa yang berani nyakitin lo? Manusia lancang mana yang berani bikin lo berdarah-darah kayak gini?!" bentak Elio murka. Wajahnya memerah. Urat-urat menonjol di leher serta tangan. Matanya pun ikut memerah. Dia benar-benar marah sampai rasanya bisa membunuh seseorang dengan auranya saja.

Tapi, hal itu tidak berlaku pada Iluka. Si gadis malah tertawa miris, setelahnya menatap Elio menantang. "Kenapa? Bukannya lo suka liat ekspresi kesakitan gue?" bisik Iluka pelan.

Agaknya ... urat ketakutan Iluka sudah putus. Padahal keadaan Elio saat ini tidak bisa dikatakan baik. Apalagi kaos penuh darah serta wajah penuh amarah itu terlihat sangat menyeramkan, tapi Iluka tidak menunjukkan ketakutan sedikit pun. Jikalau Elio nanti kelepasan membunuh karena ucapan kurang ajar Iluka, ia tidak masalah. Toh, sedari awal nyawanya sudah bukan miliknya.

Elio menguatkan tarikan pada rambut Iluka. Matanya menyorot bengis. "Lo lupa? Gak ada seorang pun yang boleh nyakitin lo selain gue. Siapa pun orangnya, kalau berani nyentuh lo, bakalan gue bikin hancur sampai gak dikenali lagi." Elio tersenyum miring. "Toh, bikin mereka hancur gak sesusah itu, 'kan?"

Iluka tersenyum. Ia mengalungkan lengannya pada leher Elio yang sontak saja membuat jambakan pada rambutnya terlepas. Iluka menatap wajah Elio yang kebingungan, lantas tertawa, "Sebegitu cintanya lo sama gue?"

Dengan pipi merona, Elio melingkarkan tangannya pada pinggang Iluka. "Tanpa gue jawab pun lo udah tau, 'kan?"

Iluka mengangguk. "Tapi, kita saudara, El. Gak mungkin buat kita pacaran-"

"Persetan! Gue gak peduli. Gue bisa bunuh siapa pun yang ngehalangin kita." Elio memotong. Kesal dengan fakta bila dirinya dan Iluka bersaudara. Meski sebatas saudara angkat, Elio tetap tidak suka dengan status mereka saat ini.

"Kalau gitu ... lo rela ngelakuin apa aja demi gue?"

"Tentu!" Elio menjawab antusias. Amarah yang sedari tadi menggelegak, menguap begitu saja. Ia menunduk, menatap wajah Iluka yang tersiram cahaya lampu penuh puja. Setelahnya mengecup puncak kepala kesayangannya berkali-kali.

"Lo pengen apa? Semua yang lo mau, bakal gue kabulin. Oh, tentu ada pengecualian, ya. Kalau keinginan lo pergi dari hidup gue, jangan berharap bakal terkabul, oke? Jangan buang-buang waktu buat harapan mustahil kayak gitu. Lo tau sendiri, 'kan, kalau sampai kapan pun lo gak bisa pergi dari gue?"

"Gue tau." Iluka memeluk Elio. Menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher pemuda berlesung pipit, kemudian melanjutkan, "Kalau gue cuma manfaatin lo ... gimana?"

"Gue gak masalah. Gue malah seneng bisa berguna buat orang yang gue cinta." Elio balas mendekap tubuh Iluka. Setelahnya menggendong sang pujaan hati dan membawanya pergi meninggalkan area sekolah. "Jadi, apa yang bisa gue lakuin?"

Iluka mengeratkan pelukan. Setelah terdiam beberapa saat, Iluka menjawab, "Deketin Nata. Bikin dia jatuh sejatuh-jatuhnya sampai gak bisa hidup tanpa lo."

"Itu aja?"

"Di saat dia butuh lo lebih dari siapa pun, tinggalin dia."

Sebenarnya, Iluka enggan melakukan ini. Akan tetapi, perundungan yang terjadi tadi membuatnya berubah pikiran. Iluka rasa pembalasan dendamnya akan jauh lebih seru jika ditambah ini. Melihat adik kesayangannya merasa terkhianati oleh orang yang dia cinta, pasti menyenangkan, 'kan?

"Lo jahat," celetuk Elio seraya menaruh Iluka di kursi samping kemudi dengan hati-hati.

"Gak lebih jahat dari lo."

Elio tersenyum. "Kita cocok, 'kan? Dengan begini, kita bakalan sama-sama terus. Di akhirat juga kita bakalan masuk ke neraka bareng-bareng. Yah, kedengarannya gak terlalu buruk." Elio memakaikan hoodie dan memasangkan sabuk pengaman pada Iluka. Setelahnya berjalan memutari mobil dan masuk ke kursi kemudi.

"Apa ada lagi yang bisa gue lakuin, Honey?"

Iluka menatap keluar jendela. Menikmati embusan angin yang membelai kulitnya lembut, lantas menjawab, "Buat sekarang, gak ada."

Elio mengangguk paham. "Sebagai bayarannya, gue pengen tidur sambil meluk lo, ya?"

Iluka menatap Elio, lalu menjawab sinis, "Biasanya juga gitu, 'kan? Setiap malam lo selalu masuk ke kamar dan meluk gue semalam. Lo kira gue gak tau?"

Elio tergelak. Setelahnya menginjak pedal gas dan melajukan mobil dengan kecepatan normal membelah jalanan ibukota.

____________________________________________
10 November 2023

Elio's Obsession [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang