Chapter 17: Obsesi Gila

625 56 0
                                    

"Lo gak boleh mati." Elio menatap mengintimidasi. Wajah ramah yang sebelumnya terpasang, lenyap. Menyisakan raut dingin yang terlihat menakutkan. "Tanpa ijin gue, lo gak boleh mati!" ucapnya penuh penekanan.

Elio merangkak maju, membuat Iluka refleks beringsut mundur hingga punggungnya membentur kepala ranjang. Iluka menelan ludah susah payah. Sadar jika Elio benar-benar marah. Iluka merutuki mulutnya yang suka berbicara seenaknya. Andai saja ia menyaring ucapannya terlebih dahulu, mungkin kejadian ini tidak akan terjadi.

Dan apa tadi katanya? Iluka tidak bisa mati tanpa ijinnya? Hey, yang benar saja! Memang Elio itu Tuhan? Punya hak apa dia berbicara seperti itu? Nyawa Iluka tentu milik Tuhan. Elio tidak akan bisa berbuat apa-apa jika Tuhan sudah bertindak; jika Tuhan menakdirkan Iluka mati, tidak ada yang bisa mengubahnya, termasuk Elio.

Meski begitu, Iluka menjawab lain. "Iya, nyawa gue milik lo. Sedari awal, nyawa gue cuma milik lo. Selama lo mengijinkan, gue bakalan hidup untuk jangka waktu yang lama."

Elio menyeringai puas. Jarak antara wajahnya dengan Iluka hanya satu jengkal. Membuat Elio merasakan embusan napas hangat Iluka. Ia mengangkat satu tangan, lantas mengusap kepala sang gadis. "Anak pintar," pujinya.

Elio mendekatkan bibirnya ke telinga Iluka, kemudian berbisik, "Lo itu hidup gue, dunia gue, dan segalanya bagi gue. Karena itu ... jangan bilang 'mati' semudah itu. Walau lo gak punya alasan untuk hidup, lo harus tetap hidup."

Memang selama ini apa yang Iluka lakukan? Dia tidak punya alasan penting untuk hidup, tapi karena dia selalu terbangun di pagi hari, dia jadi meneruskannya saja. Iluka tetap hidup meski tidak punya alasan untuk hidup. Itu sudah menjadi rutinitas hariannya.

Meski akhir-akhir ini Iluka sering menggembar-gemborkan perihal alasannya hidup adalah balas dendam, itu tidak sepenuhnya benar. Bisa dibilang, pembalasan dendam itu hanya ... hiburan kecil untuk hidupnya yang hampa; hiburan yang memberinya kesenangan sesaat. Hanya itu. Tidak lebih.

Dan bisakah Elio berhenti mengatakan kata-kata manis ketika sedang berusaha mengontrol hidupnya? Jujur saja, itu memuakkan.

"Paham?"

Iluka memejamkan mata. Tengkuknya terasa dingin, sedangkan di lehernya seakan ada sebilah pisau yang siap menusuk bila Iluka berkata tidak. Dengan suara yang dipaksa stabil menjawab, "Iya."

"Gue cinta lo, Iluka. Cinta mati."

Tidak! Elio tidak mencintainya. Sedari awal Iluka tau jika Elio terobsesi dengannya. Karena itu, sebelum Iluka benar-benar jatuh hati dengan segala rayuan manisnya, Iluka membangun tembok tak kasat mata-di hatinya. Ia tidak boleh jatuh cinta pada siapa pun. Baik Elio atau lelaki manapun. Sebab mencintai Elio artinya siap menderita sampai akhir hayat; sedangkan mencintai lelaki lain artinya mati.

Iluka terjebak dan tidak bisa keluar.

Ini menyiksanya. Sangat.

Karena Iluka tau tidak akan ada jalan keluar, makanya ia berusaha menerima nasib dan menikmati sisi baik dari setiap kejadian yang terjadi. Itu satu-satunya cara agar Iluka tetap waras.

Yah, meski Iluka tidak tau cara itu berhasil atau tidak; Iluka tidak tahu apa dirinya masih waras atau sudah gila sekarang ini. Keseringan bersinggungan dengan Elio membuat otaknya ikut terganggu, membuat Iluka nyaris memiliki pikiran yang sama dengan Elio.

"Gue cinta lo," ulang Elio. Ia menyunggingkan senyuman manis, memundurkan wajahnya, mengecup hidung Iluka, lantas berucap, "Lo tau alasan gue ngehukum lo itu karena apa?"

"Mungkin ... buat kesenangan lo?"

"Gue gak sejahat itu sampai bikin orang yang gue cinta menderita demi kesenangan gue," sangkal Elio sembari terbahak. Ia menyingkir dari tubuh Iluka, lantas bertanya, "Lo tau orang yang suka bareng gue?"

Iluka mengangguk. Ia menatap Elio yang turun dari ranjang dan melepaskan dua kancing teratas kemejanya. Alisnya tertaut. Tidak menyangka topik sensitif ini diangkat. Pasalnya, membicarakan seseorang-terlebih seorang lelaki-bisa membuat Elio diselimuti kecemburuan.

Mendadak perasaan Iluka tidak enak. Dalam benak bertanya perihal apa yang sudah Elio lakukan pada temannya.

"Dia suka lo," ucapnya seraya memasang wajah dingin. "Dia berusaha ngerebut lo di depan gue." Atmosfer dalam kamar terasa mencekam. Ditambah aura mengintimidasi dari Elio semakin membuat Iluka tertekan. Bahkan, untuk sekadar bernapas saja rasanya sulit sekali. "Manusia rendahan itu berusaha rebut lo dari gue!"

Elio tertawa mengerikan. Matanya pun terlihat mematikan. Ia menyeringai. Siapa pun yang melihat pasti merasa takut yang berlebih. Elio yang seperti ini terlihat lebih menakutkan dibanding hantu manapun. Sangat mengerikan.

Elio mendatarkan wajahnya seraya berbisik, "Bener-bener gak tau malu."

Terjadi keheningan selama beberapa saat. Iluka menelan ludahnya-yang entah keberapa kali-dengan susah payah tatkala melihat seringaian Elio di depan sana. Membuat seluruh tubuh Iluka merinding parah. "Lo ...." Iluka mengatupkan mulutnya kembali. Ia kebingungan harus merespon bagaimana.

"Gue kenapa?" tanya Elio seraya tersenyum manis. Perubahan ekspresinya sangat cepat, menimbulkan kesan tidak nyaman bagi Iluka.

"Apa yang lo lakuin sama temen lo?"

"Kenapa lo nanya itu?" Elio mengernyit. Ia menatap Iluka sendu seraya melanjutkan, "Lo nuduh gue kalau gue ngapa-ngapain bajingan itu, Honey? Padahal ... gue gak sejahat itu sampai bikin temen terdekat gue celaka."

Omong kosong. Iluka tau semua yang Elio katakan hanyalah kebohongan. Mana mungkin seorang Elio Evano Javier diam saja ketika mainannya hendak direbut. Iluka jelas lebih percaya jika alien ada dibanding ucapan Elio saat ini.

"Apa yang lo lakuin sama temen lo?" ulang Iluka sembari menekan ucapannya.

Elio menghela napas panjang. "Cuma gue tabrak sampe koma," katanya tanpa beban. "Padahal gue berharap dia mati di tempat," lanjutnya dengan ekspresi penyesalan. Elio jadi menyalahkan dirinya sendiri lantaran tidak bisa melajukan mobil dengan benar serta menyesali kedatangan beberapa orang asing yang menolong Ezra kemarin malam.

"Kenapa? Lo kasian sama dia?" tanya Elio seraya memiringkan kepala. "Mau gantiin dia buat gue bunuh, hm?"

Itu ancaman. Selama Elio mengklaim bahwa suatu 'benda' adalah miliknya, Elio akan menjaganya sepenuh hati. Termasuk menyingkirkan siapa pun yang menginginkannya. Namun, Iluka berbeda. Jika gadis itu tidak bisa Elio jaga, Elio tidak keberatan untuk memusnahkannya. Sebab selain Elio, tidak ada yang boleh memilikinya.

"Enggak." Iluka menggeleng. "Bunuh aja dia. Gue gak peduli." Bukannya tidak peduli, tapi jika Ezra tidak mati, dirinyalah yang akan mati. Tidak apa-apa, 'kan, Iluka egois seperti ini? Walau Iluka tidak memiliki semangat untuk hidup, Iluka jelas tidak mau mati konyol di tangan Elio. Sebab mau dipikir bagaimana pun, Elio tidak mungkin membiarkannya mati semudah itu, bukan?

____________________________________________
11 Desember 2023

Elio's Obsession [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang