Chapter 35: Gue Cinta Mati Sama Lo, Iluka

256 29 0
                                    

"Untuk pertama kalinya dalam hidup, gue takut lo mati. Dari situ gue sadar kalau rasa cinta gue ke lo lebih besar dari yang gue kira. Dari situ gue sadar kalau lo berharga banget bagi gue. Kalau lo mati, gue juga bakalan ikut mati. Jadi, tolong ngerti kalau apa yang gue lakuin ini demi lo, gue pengen lo hidup tanpa ancaman apa pun. Ngerti?"

Runtuh sudah pertahanan Iluka. Kekeras-kepalaan, amarah, tekad—semua hancur hanya dengan sebuah kalimat manis yang Elio ucap. Iluka yang sedari tadi menggenggam erat harapan untuk hidup bebas, kembali disadarkan dengan kenyataan yang membentang di hadapan.

Kenyataan yang memberi tahu bahwa harapan yang Iluka percaya adalah bentuk kesia-siaan paling percuma. Sebab sampai kapan pun, keinginan Iluka yang satu itu tidak akan pernah terwujud; Elio tidak akan membiarkannya terkabul.

Pada akhirnya, tidak ada yang bisa Iluka katakan selain, "Iya, gue ngerti."

Meski begitu, rasanya sangat disayangkan jika Iluka menyerah sekarang. Maka dari itu, Iluka mencoba membujuk untuk terakhir kali. Dia tau Elio lemah akan dirinya. Oleh sebab itu, Iluka akan memanfaatkan kesempatan ini baik-baik.

Iluka berdiri, lantas melangkah menyusuri sisi meja dengan telapak tangan menyentuh setiap sandaran kursi. Dia mendudukkan diri di pangkuan Elio, kemudian mengalungkan lengan di leher pemuda berlesung pipi. Iluka mengulas senyum menggoda seraya berbisik, "Tapi, El, bukannya selama gue ada di sisi lo, gue bakalan tetap aman?"

Elio tersentak. Cukup terkejut dengan tindakan tanpa aba-aba Iluka. "Lo bener," jawab Elio sembari melingkarkan tangan kekarnya di pinggang ramping Iluka. Dia menarik kedua sudut bibir ke atas, menikmati sisi nakal dari sang pujaan hati yang membuat tubuhnya panas tak karuan.

Jujur saja, dia sangat menyukai sisi Iluka yang satu ini.

Dia menarik Iluka ke dalam dekapan, kian mempersempit jarak yang menjadi penghalang. Tangannya terulur melepas kacamata Iluka, lantas menunduk dan menempelkan kening dengan gadis di pangkuan. "Lalu?"

Iluka memejamkan mata merasakan embusan napas hangat menerpa wajah. Mendadak menyesal bertingkah murahan macam ini.

Iluka memegang kedua bahu Elio, hendak berdiri dari pangkuan. Namun sayang, tangan yang melingkar di pinggangnya tak mengizinkan Iluka bergerak barang se-inchi pun. Tangan itu semakin memeluk erat. Membuat Iluka pasrah dan kembali mendudukkan diri.

Karena sudah terlanjur begini, Iluka tidak punya pilihan lain selain melanjutkan rencana.

Dengan napas memberat, Iluka berujar susah payah, "Karena gue bakalan aman selama gak jauh-jauh dari lo, itu artinya gak masalah, 'kan, buat gue pergi ke sekolah? Karena gue percaya lo bakalan jagain gue gimana pun caranya."

Sebenarnya Elio sudah tahu akan di bawa ke mana arah pembicaraan yang berbelit ini sedari awal. Walau begitu, kekesalan Elio pada Iluka yang terus menyinggung perihal keinginan untuk sekolah di sekolah formal tidak berkurang. Malah semakin membuat kesal saja.

Memang apa bagusnya sekolah? Padahal menurutnya tidak ada satu pun hal menarik dari tempat mencari ilmu itu.

Ah, Elio tau. Bukan sekolahnya, tapi Iluka ingin pergi dari sisi Elio barang sebentar. Benar, 'kan? Elio heran, mengapa Iluka selalu mencoba untuk menghilang dari Elio? Padahal selama ini ... Elio sudah memperjuangkan segala cara agar Iluka tetap berada di sisinya; Elio terus berjuang dengan susah payah supaya Iluka tetap dalam genggaman.

Membayangkan Iluka pergi membawa ketakutan tersendiri bagi Elio. Ketakutan yang tidak bisa dijelaskan lewat kata-kata. Ketakutan yang tidak akan pernah bisa Elio hadapi. Ketakutan yang sanggup membuat dunia Elio menjadi gelap dalam sekejap.

"El?" Iluka bertanya hati-hati setelah mendapati hening yang menjadi respon.

Elio abai. Ia melepas dekapan, lalu mencengkeram kedua bahu Iluka erat dan sedikit mendorong gadis itu. Mata hitam kelamnya menatap Iluka yang kebingungan dengan sorot tajam. Setelahnya, Elio tersenyum miring.

Elio tahu, ketakutan yang dia rasakan selama ini, itu terjadi karena Elio tidak pernah tahu kapan Iluka akan pergi meninggalkannya, 'kan? Gadis yang jiwanya semakin lama semakin rusak akibat Elio ini ... Elio tidak tahu harus berbuat apa padanya. Dia selalu saja dibuat seperti orang bodoh setiap kali di hadapkan dengan Iluka.

Agar Elio tidak merasa takut lagi, apa Elio perlu mengikatnya lebih erat? Apa Elio kurung saja di tempat yang hanya ada mereka berdua? Atau ... Elio bunuh Iluka saja agar tidak ada siapa pun yang bisa merebut sang pujaan hati, lalu setelahnya Elio bunuh diri? Tampaknya bukan ide yang buruk untuk bertemu di neraka, 'kan? Yah, itu pun jika tempat setelah kematian benar-benar nyata.

"Elio!" bentak Iluka sembari memegang pergelangan tangan Elio. Dia memandang si pemuda berlesung pipi yang tampak linglung dengan tatapan menuntut, setelahnya melanjutkan, "Lo kenapa, sih?!"

Elio mengerjap. Lekas melepas cengkraman dengan wajah bersalah. "Maaf, maaf. Ini pasti sakit, ya? Maafin gue." Elio berucap penuh sesal.

Dengan hati-hati menarik turun kain yang menutupi bahu mulus Iluka. Wajahnya kian dipenuhi perasaan bersalah kala bekas kemerahan sebesar telapak tangan tampak nyata di pundak Iluka. Bahkan ada bekas tancapan kuku di permukaan kulitnya.

Elio tau, cengkraman tadi pasti menyakitkan, tapi Iluka bahkan tidak menampilkan ekspresi sakit sedikit pun. Membuat rasa bersalah Elio semakin besar aja.

"Maaf," gumamnya seraya mengelus bahu Iluka dengan ibu jari.

"Gak papa. Gak sakit, kok," ucap Iluka risih. "Gue pernah dapet luka yang lebih parah dari ini. Menurut gue, ini gak ada apa-apanya."

Itu benar. Bahkan jika dibandingkan dengan kekerasan yang Elio lakukan di masa lalu, ini tidak berarti banyak bagi Iluka. Jika Iluka kesakitan hanya dengan cengkraman tadi, bukankah dia akan mati dari dulu? Sebab Elio selalu melakukan segala cara untuk membuatnya menangis. Termasuk mematahkan tangan dan menenggelamkan Iluka yang tidak bisa berenang.

"Gue gak papa," ulang Iluka meyakinkan seraya menarik kaosnya hingga menutupi bahu.

Namun, tak berselang lama, Elio kembali menyingkap kain itu dan memegang tangan Iluka agar tidak mengganggu aktivitas sang pemuda. Setelahnya, Elio mengecup rona kemerahan di pundak Iluka beberapa kali. Yang sontak membuat si gadis bergidik geli.

"Udah, El! Geli," pinta Iluka yang tidak digubris Elio. Dia menghela napas panjang, lalu berujar, "Tentang permintaan gue ... jadinya gimana, El?"

Elio diam tak menanggapi. Lelaki itu masih sibuk mengecup inchi demi inchi bahu Iluka hingga meninggalkan sensasi geli yang tidak nyaman.

Melihat itu membuat Iluka kembali menghela napas panjang. "Ngebayangin gue gak bisa keluar rumah bikin gue sedih, loh. Emangnya lo gak sakit liat gue sedih karena lo?"

Iluka melepaskan cekalan tangan Elio seraya berucap, "Oh, apa jangan-jangan ...." Iluka menutup mulut dengan telapak tangan dramatis. "Lo gak cinta sama gue, ya, El?"

Elio membatu. Beberapa saat setelahnya menegakkan tubuh dan menatap Iluka tajam. "Jangan bicara omong kosong!" bentak Elio. Ia memejamkan mata rapat, berusaha menekan emosi yang naik ke ubun-ubun. Setelahnya menangkup wajah Iluka dan melanjutkan dengan nada melembut. "Lo tau kalau gue cinta mati sama lo. Lo juga tau kalau di dunia ini gak ada yang bisa ngasih cinta sebesar gue ke lo. Lo tau itu, 'kan?"

____________________________________________
06 Januari 2024

Elio's Obsession [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang