Chapter 26: Kencan

344 44 5
                                    

Bagi Iluka, bertemu dengan Elio adalah keberuntungan sekaligus kesialan.

Nyawa Iluka memang selamat karena pertolongan Elio. Namun, sebagai imbalan, nyawa dan raga Iluka menjadi milik pemuda itu. Iluka tidak bisa hidup sesukanya. Dia tidak memiliki hak untuk menyuarakan ketidaksukaan terhadap setiap tindakan Elio kepadanya. Dia bahkan tidak diperbolehkan membantah dan membuat Elio marah bila tidak ingin mendapat hukuman.

Singkatnya, Iluka di masa lalu tak ubahnya boneka marionette yang digerakkan menggunakan benang.

Menyakitkan.

Iluka bukannya tidak bisa melawan. Hanya saja, rasa takut mengalahkan akal sehatnya. Ia tidak bisa berpikir rasional dan berakhir—mau tidak mau—pasrah diperlakukan seenaknya. Karena Iluka tau apa pun yang dia lakukan tidak akan Elio hiraukan. Makanya dia menyerah sebelum berjuang.

Suatu hari, Iluka sadar bila kehidupannya sangat berbeda dengan gadis lain. Hal itu membuat Iluka semakin kehilangan gairah hidup. Dia jadi lebih penurut dan tidak ambil pusing dengan apa pun yang Elio lakukan. Pada saat itu, Iluka mirip manusia tanpa jiwa. Bahkan ketika diajak mengobrol sekali pun, Iluka tidak menanggapi. Mata Iluka juga senantiasa menatap kosong.

Orang tua angkatnya tentu merasa khawatir. Namun, tidak ada yang bisa mereka lakukan. Sebab Iluka adalah 'mainan' si bungsu. Mereka tidak bisa ikut campur bila tidak ingin anaknya mengamuk dan mencelakai mereka. Alhasil mereka memilih menutup mata pada apa pun yang Elio lakukan terhadap Iluka.

Hingga pada suatu titik, Iluka lelah dengan semua yang terjadi. Dia sudah mencapai batas dan nyaris gila. Semua emosi yang dibendung meledak. Iluka yang pada saat itu duduk di kelas dua SMP, untuk pertama kalinya mengeluarkan apa yang ada di hati dan memaki Elio.

"Lo selalu ngancam mau bunuh gue, 'kan? Ya udah, bunuh gue sekarang, brengsek! Gue muak diperlakukan kayak gini! Gue bukan boneka yang bisa lo perlakukan seenaknya! Gue manusia dan gue punya perasaan! Harusnya lo bunuh gue dari dulu! Biar gue gak perlu ngerasain hidup kayak di neraka kayak gini!"

Kurang lebih itulah yang Iluka teriakkan pada Elio seraya menyerahkan pisau dapur padanya. Iluka kira nyawanya akan melayang di detik ketika dia menantang manusia tanpa hati macam Elio, tapi perkiraan Iluka salah. Elio malah semakin terobsesi untuk memilikinya.

Kejadian itu membuat Iluka sadar jika Elio tidak mungkin membunuh walau dia bersikap seenaknya. Dan sejak saat itu, Iluka jadi tidak takut dengan apa pun dan selalu melawan permintaan Elio.

Seperti sekarang contohnya. Sedari setengah jam yang lalu, Elio terus memeluknya dari belakang dengan erat sampai-sampai Iluka sesak napas. Alhasil menendang tulang kering serta menjedotkan kepalanya dengan wajah Elio sampai lelaki itu terdorong mundur dan menabrak rak buku.

"Lo jahat," kesal Elio seraya memegangi hidungnya yang berdenyut nyeri.

"Gak lebih jahat dari lo," balas Iluka tak peduli. Ia lanjut menyusuri rak-rak kayu setinggi dua meter untuk mencari buku yang menarik perhatian. Sesekali mengeluarkan buku dari dalam rak hanya untuk sekedar melihat sampulnya.

Elio berdecih. Ia membuntuti Iluka yang fokus menatap deretan buku. "Gue ajak lo buat nge-date, loh."

"Gue tau."

"Terus kenapa lo malah fokus sama dunia lo sendiri? Ini bukan kencan namanya," protes Elio dengan wajah tertekuk masam.

"Ini kencan. Namanya library date," bantah Iluka sembari menyimpan buku yang barusan ia lihat. "Bentar lagi ujian. Jadi gue harus belajar. Lo mah enak punya otak jenius. Lah, gue? Otak pas-pasan, tapi ngincer juara paralel." Langkah Iluka terhenti di rak novel. Ia mengambil buku bersampul hitam yang menarik perhatiannya, mendudukkan diri di lantai, bersandar pada rak di belakang, kemudian membuka halaman pertama.

Elio melakukan hal yang sama—ikut mendudukkan diri di samping Iluka. Ia menatap wajah Iluka, lantas menghela napas panjang. Memang, ya, jatuh cinta pada Iluka itu sulit. Seandainya rasa cinta yang Elio miliki itu dangkal, sudah sedari lama dia menyerah untuk mendapatkan hati gadis berambut panjang itu.

"Gue pengennya perhatian lo tertuju ke gue aja. Gue cemburu sama buku yang lo liat itu. Rasanya ... gue pengen ngebakar perpustakaan ini," rajuknya seraya menatap tajam.

Baiklah. Iluka menyerah. Ia tidak ingin pemuda di samping bertambah kesal. Jangan sampai perpustakaan kota dihancurkan Elio hanya karena perasaan cemburu. Itu terlalu tidak masuk akal.

Iluka menutup bukunya, kemudian bertanya, "Oke-oke. Sekarang lo mau gue ngapain?"

"Perhatiin gue," pinta Elio sembari memainkan rambut Iluka. "Cukup fokus ke gue aja," lanjutnya.

Iluka mengangguk mengiyakan. Ia menoleh ke samping, menatap Elio sesuai permintaan lelaki itu. Iluka menelisik penampilan Elio. Kulit putih terawat, rambut hitam, alis tebal, hidung mancung, bibir merah pucat, rahang tegas, dan lesung pipit di kedua pipi yang akan terlihat jika tersenyum.

Sebutan iblis berparas malaikat memang cocok untuknya. Tidak heran banyak yang jatuh cinta pada pandangan pertama. Karena terlepas dari ketidakwarasannya, Elio memang tampan. Andai saja sifatnya sedikit lebih manusiawi, Iluka mungkin sudah dibuat jatuh hati sejak lama.

"Dari dulu gue pengen bilang ini." Elio menautkan jemarinya di atas pangkuan, lalu menyandarkan kepalanya pada bahu Iluka. Wajahnya terlihat memerah kala berucap, "Makasih ...."

"Buat apa?"

Elio menelan ludah susah payah. Ia menunduk, menyembunyikan rona kemerahan di wajah serta telinga, lantas melanjutkan dengan suara kecil nyaris berbisik. "Makasih karena gak pergi walau lo udah tau semua sisi jelek gue. Makasih karena selalu maafin semua yang gue lakuin—meski itu ngerugiin diri lo sendiri. Intinya, makasih karena tetep bertahan di sisi gue."

Mata Iluka melebar. Kembali dibuat terkejut dengan perkataan manis Elio yang terlalu tiba-tiba. Memang, sih, selama ini Elio sering mengungkapkan perasaan cintanya, tapi Iluka tau itu hanya omong kosong belaka.

Maka dari itu, kala mendengar ucapan terima kasih dari Elio yang terdengar tulus sekaligus manis, membuat wajah Iluka memerah dan terasa panas. Jantungnya bertalu tak terkendali sampai-sampai Iluka mampu mendengarnya dengan sangat jelas. Untuk sekejap, Iluka bahkan melupakan caranya bernapas.

Ada yang salah dengan Elio!

Iluka tau itu. Apa lelaki di samping salah meminum obat? Atau mungkin kerasukan setan penjaga perpustakaan? Ah, tidak! Itu tidak mungkin. Soalnya perilaku Elio sering kali membuat para iblis sekali pun minder. Jadi, itu hal yang mustahil.

Tapi sumpah demi apa pun!

Terlepas dari alasan di balik Elio bersikap seperti ini, perkataan Elio mampu membuat jantungnya berdebar tak karuan. Ini bukan karena jatuh cinta, 'kan? Iya, 'kan? Masa, sih, Iluka suka sama manusia modelan Elio? Itu tidak mungkin, 'kan? Iya, 'kan? Ayolah! Lelaki di sampingnya ini adalah manusia tanpa perasaan. Rasanya sangat amat mustahil untuk Iluka jatuh hati pada Elio.

Mendengar jantungnya berdetak cepat karena Elio membuatnya nyaris gila. Ia menunduk, lantas menggigit bibir bawahnya menahan teriakkan yang mendobrak minta dikeluarkan.

"Ka, kok, diem?"

____________________________________________
21 Desember 2023

Elio's Obsession [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang