Chapter 31: Rasa Sakit

342 37 0
                                    

"Maaf." Hanya itu yang bisa Iluka katakan setelah Elio selesai mengomel. Ia menunduk, memutar-mutar gelas bening yang masih terisi air dua pertiga bagian. Enggan memandang Elio yang masih menatap seakan dirinya adalah hewan peliharaan yang berhasil melakukan suatu trik berkesan. Membuat Iluka tersadar—untuk kesekian kali—jika dirinya tidak lebih dari sekadar penghibur Elio.

Ini ... membuat hatinya sakit.

"Pfffttt ...." Elio menutup mulut, menahan tawa yang mendobrak minta dikeluarkan. "Jangan tegang kayak gitu." Elio menarik dagu Iluka dengan lembut agar bisa melihat wajahnya lebih jelas.

Oh? Mengapa Iluka memasang ekspresi ketakutan seperti ini? Padahal Elio tidak melakukan apa pun, loh. Ah, atau Iluka takut Elio marah, ya? Lihat? Betapa manisnya kekasihnya ini. Elio tidak bisa tidak tersenyum setelah melihat tingkah menggemaskan Iluka yang membuatnya merasakan euforia luar biasa ini.

Elio menggigit bibir bawahnya kuat. Menahan keinginan untuk mengecup bibir Iluka yang mencebik lucu. "Jangan buat ekspresi kayak gitu. Soalnya muka lo bener-bener lucu. Bikin gue pengen nerkam lo sekarang juga."

Melihat tubuh Iluka yang bertambah tegang, Elio tidak bisa menahan tawa lagi. Ia memeluk tubuh Iluka dan berujar, "Gue bercanda. Gue gak mungkin ngelakuin sesuatu yang gak lo suka. Dan kalau alasan lo bikin ekspresi kayak gitu karena takut gue marah, lo bisa tenang. Karena ... mana mungkin gue bisa marah sama lo, 'kan? Jadi, jangan takut."

"Maaf." Lagi-lagi hanya itu yang bisa Iluka katakan.

"Gue bilang gitu bukan buat denger permintaan maaf lo," ungkap Elio seraya menaruh dagunya di pundak Iluka. "Pokoknya gue seneng lo selamat," lanjut Elio. Ia menyeringai kala meneruskan, "Lo tau sendiri gue gak bisa hidup tanpa lo. Kalau lo pergi, dunia gue bakalan ikutan hilang."

Bohong!

Iluka tau perkataan manis itu hanyalah kebohongan.

Dan kalimat itu sukses membuat dadanya bertambah sesak.

Ah, ada apa dengan Iluka hari ini? Mengapa dia menjadi lebih sensitif? Padahal biasanya dia tidak akan ambil pusing pada apa pun yang Elio lakukan. Namun, mengapa sekarang setiap perkataan dan tindakan manis Elio laksana belati tajam yang mengoyak setiap inchi tubuhnya? Mengapa Iluka seperti ini? Mengapa? Tidak seperti Iluka yang biasanya.

Dan mengapa seseorang bisa mengatakan sesuatu yang berlawanan hanya dalam waktu singkat? Bukankah sebelumnya Elio mengatakan bahwa tidak masalah jika Iluka tiada? Lantas mengapa sekarang dia mengatakan tidak bisa hidup tanpa Iluka? Benar-benar bajingan.

"Maaf gue gagal nepatin janji gue buat ngelindungi lo dari marabahaya," sesal Elio sembari mengecup leher Iluka yang berhasil membuat si gadis mematung dan menahan napas sejenak.

"Lo gak gagal," jawab Iluka setelah berhasil keluar dari pemikiran rumit yang membuat kepala dan hatinya sakit. "Gue tau, kok, selama ini lo udah berusaha keras buat bikin gue aman. Gue berterima kasih untuk itu."

"Kalau lo tau, kenapa lo gak berusaha buat lebih mentingin keselamatan lo? Gue tau lo bukannya gak bisa ngehindari situasi yang bisa bikin lo dalam bahaya, lo cuma ... apa, ya?" Elio berpikir sejenak, lantas melanjutkan, "Terlalu pasrah dan nganggap itu emang seharusnya terjadi? Nah, iya, itu!" Elio menjentikkan jarinya. "Padahal kalau lo punya niat sedikit aja buat gak terluka, lo gak bakal terluka. Jadi gak usah nyari alasan."

"Maaf."

"Gue maafin," jawab Elio seraya melepas dekapan. Ia mengambil piring berisi apel yang telah dikupas di meja samping ranjang, kemudian bertanya, "Ngomong-ngomong, lo gak penasaran sama nasib saudara seayah lo itu?"

Benar juga.

Iluka hampir saja melupakan sifat kejam Elio yang tidak akan membiarkan siapa pun yang sudah merusak 'mainan'-nya lepas begitu saja. Kira-kira apa yang sudah Elio lakukan, ya? Perkiraan Iluka, Nata sudah mendapatkan balasan. Kemungkinan paling buruk yang bisa Iluka bayangkan, Nata sudah mati saat ini.

Elio's Obsession [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang