Chapter 33: Kekesalan Iluka

327 41 0
                                    

Sudah sepuluh hari berlalu sejak kejadian penusukan di Kediaman Pratama terjadi. Sudah sepuluh hari pula Iluka menjalani kehidupan normal nan damai. Tentu saja 'kehidupan normal' yang Iluka maksud tidak seperti apa yang kebanyakan orang kira.

Secarakan tidak ada orang yang memiliki pemikiran bila kehidupan yang dipenuhi ancaman dan rasa tidak nyaman yang setiap beberapa waktu berubah menjadi kehidupan penuh cinta itu normal. Iya, 'kan?

Akan tetapi, bukan tanpa sebab Iluka memiliki pemikiran yang berbeda. Semua ini terjadi karena Iluka sudah menjalani fase ancaman-cinta-ancaman-cinta yang terus berulang sedari usia dini yang membuatnya berpikir bila kehidupan seperti itu adalah hal yang wajar. Padahal nyatanya tidak sama sekali.

Kemudian, ada beberapa hal yang membuat Iluka kesal. Ini mungkin hanya perkiraan Iluka saja, tapi barangkali Elio sudah tau perihal niatnya untuk menjauh.

Pemuda itu ... entahlah.

Iluka tau Elio memang menyebalkan, tapi beberapa hari ini tingkat menyebalkannya bertambah berkali-kali lipat. Membuat Iluka tidak bisa menghindari serangan darah tinggi yang menyerang setiap kali berduaan bersama Elio. Masih untung Iluka tidak melempar pisau ke wajah tampan Elio untuk melampiaskan kekesalan.

Ah! Bukan hanya sifat menyebalkannya saja yang semakin menjadi, tetapi sikap posesif dan protektifnya juga bertambah parah. Iluka bahkan tidak diperbolehkan menginjak lantai barang sedetik pun. Garis bawahi, tidak satu detik pun!

Bukankah Elio sangat gila?!

"Ancaman bisa datang kapan aja. Bukannya gak mungkin jaitan lo lepas karena berdiri terlalu lama. Gimana kalau nanti, karena jaitan yang lepas, lo pendarahan dan berakhir mati kehabisan darah? Gue gak mau itu terjadi! Dibayangin aja udah serem banget. Pokoknya, mulai detik ini, lo gak boleh pergi ke mana-mana. Lo harus diam di kasur sampai luka lo bener-bener sembuh. Kalau lo mau keluar atau ke mana pun, kasih tau gue. Biar gue gendong. Ngerti?"

Begitu katanya. Alhasil Iluka menjambaki rambut Elio sekuat tenaga hingga banyak rambut si pemuda berguguran dan Iluka jatuh sakit sore harinya lantaran kedongkolan yang tidak bisa dilampiaskan sepenuhnya. Lalu, Elio yang mengetahui Iluka demam pun semakin protektif padanya. Benar-benar, deh. Dipedulikan oleh Elio terasa bagai neraka bagi Iluka.

Iluka yang dikuasai amarah tentu saja menolak keprotektifan Elio yang dibungkus apik dengan label kepedulian. Dia tidak mendengar maupun menuruti perintah Elio.

Akan tetapi—pada suatu sore kala hujan deras—dia melihat dengan matanya sendiri bagaimana paniknya Elio ketika memergoki dirinya berjalan seorang diri. Telinganya pun menjadi korban sebab Elio menceramahi Iluka sepanjang hari. Membuat Iluka kapok dan berakhir bertindak kooperatif.

Ah, sebenarnya bukan hanya karena omelan itu Iluka jadi menurut. Akan tetapi karena ancaman Elio yang menyertai ceramah panjangnya. Iluka ingat kala itu Elio mengakatan, "Kalau lo sampai kenapa-napa atau lo sampai dapat luka baru, walau cuma segores aja, gue bakal pastiin keluarga ini juga bakal dapat luka yang lebih parah dari luka yang lo dapet. Atau ... kalau lo emang sebegitu pengennya ketemu Tuhan, gue bisa bikin kita semua mati bareng. Tapi, gue gak bisa janji kalau lo mati nanti bakalan gak sakit—"

"Stop! Gue gak mau denger kelanjutannya lagi!" bentak Iluka seraya membekap mulut Elio. Ia memejamkan mata menahan emosi, lantas melanjutkan, "Okey, gue ngerti! Gue bakal nurut sama lo! Jadi, berhenti!"

Iluka benci situasi ini. Iluka benci ketidakberdayaannya ini. Lebih dari apa pun, Iluka benci senyuman yang terukir di wajah rupawan Elio. Senyuman itu, senyum penuh kepuasan yang seakan mengejeknya itu ... Iluka benar-benar berharap hilang dari muka bumi ini. Sebab Iluka sangat membencinya.

Elio's Obsession [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang