Chapter 34: Rasa Cinta Gue Lebih Besar dari yang Gue Kira

302 32 0
                                    

"Kita beda," ungkap Elio seraya menatap serius. Senyuman dan wajah lugu yang sedari tadi menghiasi wajah rupawan lenyap terganti ekspresi datar serta tatapan tajam. Membuat atmosfir berubah berat.

"Apa bedanya?" Iluka menaikkan salah satu alis penasaran. "Lo manusia, gue manusia. Lo makan nasi, gue juga makan nasi. Lo bisa mati kapan aja, gue juga sama. Menurut gue, selama lo manusia, kita itu sama."

"Pokoknya kita beda," bantah Elio sembari menggeleng dua kali. Dia mendudukkan Iluka di kursi jati dengan hati-hati, kemudian berjalan memutari meja marmer putih panjang dan mendudukkan diri di seberang Iluka. Dia mengolesi roti tawar dengan selai strawberry seraya melanjutkan, "Bagi gue, luka tusukan itu gak ada apa-apanya, tapi bagi lo beda. Lo cuma manusia lemah yang bisa mati hanya karena pendarahan."

Iluka menerima roti yang Elio sodorkan dengan senang hati, lantas berujar, "Masa bodo. Gue gak peduli. Pokoknya gue mau sekolah besok."

"Apa?!" tanya Elio dengan tampang terkejut. Dia menatap Iluka seolah si gadis telah mengatakan kalimat paling tabu yang pernah ada; seakan Iluka sudah mengatakan kalimat terlarang yang akan membuatnya mati hanya dengan mengucap saja. "Enggak-enggak! Gue gak ijinin! Lo gak perlu sekolah—"

"Ya! Emangnya lo siapa, hah?!" bentak Iluka sembari menggebrak meja. "Punya hak apa lo larang-larang gue?!" tanyanya yang seketika membuat atmosfir dalam ruang makan mencekam.

Si gadis berambut panjang menatap Elio sengit. Wajahnya memerah, dadanya kembang-kempis lantaran amarah yang mulai menyelimuti hati. Dia mengepalkan tangan—yang ada di atas meja—sembari menggertakkan gigi, geram dengan tingkah Elio yang kembali berusaha mengendalikan diri lagi.

Lihat saja! Tidak akan Iluka biarkan lelaki brengsek itu mengontrol kehidupannya. Akan Iluka perjuangkan sampai titik darah penghabisan.

Berbanding terbalik dengan Iluka yang dikuasai amarah, Elio tampak santai. Dia malah mengukir senyuman manis seolah menemukan hiburan menarik. Dengan santai menyantap roti tawar yang sudah dioles selai coklat, lalu menjilat ujung telunjuk yang ternoda coklat.

"Lo milik gue, Iluka." Elio mengingatkan dengan tatapan penuh obsesi.

"Enggak! Gue bukan milik lo!" sanggah Iluka cepat.

Walau Elio mengatakan bahwa Iluka milik Elio seribu kali pun, Iluka tidak akan mengakui. Dari dulu hingga sekarang, Iluka hanya milik diri sendiri. Dia tidak akan pernah menjadi milik siapa pun sampai ajal menjemput.

"Mau lo nyangkal jutaan kali pun, itu gak bakal mengubah fakta kalau lo milik gue." Elio masih mempertahankan senyuman manis di bibir, meski beberapa detik setelahnya raut Elio berubah tak berekspresi. "Karena lo milik gue, tentu gue punya hak buat ngatur-ngatur lo, 'kan?" tanyanya datar dan mengintimidasi.

Iluka tidak menjawab. Dia terdiam dengan tangan terkepal di kedua sisi tubuh. Napasnya memburu. Tubuhnya pun bergetar efek amarah yang tak terlampiaskan. Matanya menatap tajam, tapi masih kalah memojokkan dibandingkan tatapan datar milik Elio.

"Kalau lo ngerasa gue terlalu ngontrol lo, gue minta maaf," lontar Elio penuh sesal. Ia menyeka kedua sudut bibir dengan tisu, kemudian melanjutkan, "Tapi, semua yang gue lakuin demi kebaikan lo, Iluka." Elio mentautkan jemari di atas meja. "Mungkin lo marah kayak gini karena salah paham. Jadi, gue jelasin secara singkat biar gak ada kesalahpahaman di antara kita."

Elio menunjuk kursi di samping Iluka. "Lo duduk dulu. Takutnya jaitan lo lepas karena berdiri terlalu lama," perintah Elio yang dituruti dengan keterpaksaan oleh Iluka.

Setelah memastikan Iluka duduk dengan nyaman, dia menuturkan, "Buat kutu buku kayak lo, gue tau ketakutan lo apa. Tapi, lo gak perlu takut sama sesuatu yang gak bakal terjadi. Karena ... lo masih bisa sekolah. Bedanya cuma lo gak perlu ke luar rumah dan menghadapi berbagai macam ancaman seorang diri."

"Apa maksud lo ... gue homeschooling?" tanya Iluka dengan kening berkerut.

Elio mengangguk. "Iya. Bunda juga udah ngasih ijin, kok."

Iluka menatap Elio tidak percaya. "Walau gue kadang gak waras, gue tetep manusia, El," kata Iluka. "Gue butuh kebebasan," lanjutnya dengan tampang kecewa. "Setelah semua yang terjadi, setelah gue nurutin semua permintaan lo, ini balasan yang gue terima? Dikurung dan kebebasan gue direnggut?"

Mata Iluka memanas. Untuk pertama kalinya setelah hidup bersama selama tujuh tahun, Iluka menunjukkan sisi lemahnya. Dia menatap Elio pilu yang sukses membuat sang pemuda merasa jantungnya seolah diremas kuat.

Mengapa ini terjadi pada Iluka? Padahal satu-satunya alasan Iluka bisa keluar rumah tanpa melewati proses 'interogasi' panjang—yang bisa memakan waktu setengah jam penuh—hanya sekolah. Jika seperti ini, bukankah tiada beda dengan dipenjara?

Bola mata Iluka bergetar. Pandangan memburam efek air mata yang tertahan di pelupuk. Tak berapa lama, air mata yang dibendung tumpah membasahi pipi. Cepat-cepat mengusap mata kasar dan berujar, "Kalau kayak gini, apa bedanya gue sama para tahanan?!"

"Bukan gitu." Elio mengusap wajah kasar. Kehabisan kata untuk menjawab pertanyaan Iluka. "Gue gak bermaksud gitu, Ka. Sama sekali gak bermaksud," lanjut Elio. "Lo gak ngerti—"

"Gak ngerti apa? Lo yang gak ngerti gue, El!" Iluka membentak, sedangkan tatapannya menunjukkan kekecewaan besar. Mau dipikir berulangkali pun, kesimpulan yang Iluka dapat tetap sama; semua yang Elio lakukan hanya untuk mengekangnya saja; Iluka tidak diizinkan untuk mengendalikan dirinya sendiri. Jelas saja itu membuat hatinya serupa disayat pisau.

Dan apa yang Elio katakan? Tidak bermaksud katanya? Heh? Iluka tidak bisa untuk tidak tersenyum remeh. Iluka tahu lebih dari siapa pun jika apa yang Elio lakukan padanya dilakukan dengan kesadaran penuh. Jelas Elio tahu itu, tapi seperti biasa, dia berpura-pura tidak tahu.

Bukankah sangat tidak tahu malu?

"Okey, sorry." Elio yang melihat kekecewaan di wajah Iluka meminta maaf. Memilih mengalah daripada menyangkal sebab tidak ingin membuat mereka terlibat perkelahian panjang. "Gue emang gak pernah ngerti lo. Maaf, Iluka .... Tapi, lo juga harus ngertiin gue. Gue ngelarang lo bukan tanpa sebab. Gue ngelakuin ini karena takut lo kenapa-napa, Ka.

"Lo itu terlalu naif. Lo gak tau kalau dunia ini lebih menyeramkan dari yang lo duga. Banyak sisi gelap dari dunia yang belum lo tau. Intinya, di setiap langkah lo, ancaman selalu ada. Gue takut kalau lo hilang dari pengawasan gue sedetik aja, nyawa lo bisa dalam bahaya.

"Gimana kalau pas gue gak ada, ada seseorang yang pengen lo mati dan gue gak bisa bantu lo? Gue gak bisa bayangin itu terjadi."

Mendengar penjelasan Elio membuat Iluka melunak. Ia mengerti akan ketakutan si pemuda berlesung pipi, tapi bukankah Iluka akan aman selama bersama Elio? Karena Elio jauh lebih berbahaya dari apa pun yang mengancam nyawa, jadi Iluka tidak perlu takut dengan ancaman lain. Bukankah tempat paling berbahaya adalah tempat yang aman?

Iluka mengangguk, menyetujui pemikiran sendiri. Ia menatap Elio beberapa saat, lantas berucap, "Lo terlalu paranoid. Dunia emang menyeramkan, tapi gak semenyeramkan itu."

"Lo gak ngerti, Ka," balas Elio seraya menghembuskan napas kasar. "Seandainya lo jadi gue, lo pasti tau kenapa gue ngelakuin ini." Elio melipat bibir ke dalam, lalu mengingat kejadian yang membuat Elio nyaris mati jantungan. "Waktu itu, pas liat lo pingsan dengan tubuh berlumuran darah, yang ada dipikiran gue cuma satu, lo pasti mati."

Elio menatap Iluka yang terdiam. "Dengan tubuh yang lemah itu, lo pasti mati," lanjutnya dengan menekan kata terakhir. Ia menjilat bibir bawah yang terasa kering, kemudian meneruskan, "Gue takut, Ka! Gue bener-bener takut."

Iluka bungkam. Tidak tahu harus menjawab apa. Amarah yang sedari tadi menguasai pun menguap entah ke mana. Membuatnya terdiam dan dengan segala keterpaksaan mendengar keluhan Elio.

"Untuk pertama kalinya dalam hidup, gue takut lo mati. Dari situ gue sadar kalau rasa cinta gue ke lo lebih besar dari yang gue kira. Dari situ gue juga sadar kalau lo berharga banget bagi gue. Kalau lo mati, gue juga bakalan ikut mati. Jadi, tolong ngerti kalau apa yang gue lakuin ini demi lo; gue pengen lo hidup tanpa ancaman apa pun. Ngerti?"

____________________________________________
04 Januari 2024

Elio's Obsession [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang