Chapter 28: Halusinasi

338 37 0
                                    

"Jadi, lo mau pacaran sama gue? Bukan pacaran pura-pura kayak yang sekarang kita jalanin, tapi pacaran beneran. Gimana?"

Tanpa perlu berpikir panjang, Iluka langsung menjawab, "Enggak."

"Astaga!" Elio menggeleng tak mengerti. "Walau gue udah tau bakalan ditolak, tapi gue pikir lo gak bakal langsung nolak karena masih punya rasa gak enak dan gak mau bikin gue sakit hati," lanjutnya dengan tampang kecewa. "Tapi, yah, apa yang bisa gue harapkan dari seorang Iluka Adira? Lo bahkan gak berpura-pura mikirin itu dulu sebagai bentuk sopan santun."

"Hm?" Iluka  memutar kepalanya menghadap Elio. "Lo pengen gue ngelakuin itu?"

"Iya! Lakuin itu; pikirin pernyataan cinta gue selama beberapa hari," jawab Elio dengan mata berbinar.

Iluka menggulirkan pandang, menatap langit biru dengan awan putih di atas sana. Ia menghela napas pendek, lantas berujar, "Walau lo tau hasilnya bakalan sama, lo tetep nyuruh gue buat mikirin itu?"

"Iya. Lo tau? Meski lo tolak beribu kali pun, gue gak bakal pernah berhenti." Elio menarik lengkungan melawan gravitasi di wajahnya. "Gue bakal terus menyatakan cinta sampai lo muak dan nerima perasaan gue."

Iluka menekuk wajahnya masam. Bila jawaban Iluka tidak akan membuat hidupnya menjadi damai, lantas mengapa Elio tetap menanyakan dan meminta jawaban? Toh, mau diterima maupun tidak, Elio akan tetap mengganggu hidupnya. Mungkin, lelaki itu akan berhenti bila salah satu dari mereka mati.

"Lo nyebelin," kesal Iluka sembari menendang kaki Elio.

"Gue tau, hahaha!"

Iluka kian menekuk wajahnya. "Dasar sinting!"

***

Di sebuah kamar gelap dan berantakan, seorang gadis berambut panjang acak-acakan terduduk di kaki ranjang. Matanya menyorot hampa. Lalu, ketika iris coklatnya menangkap Iluka yang berjalan dengan langkah riang melewati gerbang masuk, tatapan matanya berubah laksana pisau berbilah tajam yang siap menusuk siapa pun di hadapan.

Apa maksudnya ini?

Di saat kehidupan Nata hancur, Iluka malah berbahagia? Ini tidak adil! Padahal kehidupan Nata yang damai dan nyaman berubah berantakan karena ulah anak haram itu, tapi bisa-bisanya Iluka bersenang-senang. Jangan pikir Nata akan diam saja setelah melihat ini.

"Jalang ... beberapa hari ini lo hidup dengan nyaman, ya?" tanyanya dengan wajah bengis. "Sampai-sampai lo lupa kalau tempat lo bukan di sini."

Tangannya yang penuh luka terkepal erat. Bibirnya yang kering serta pucat menggeram murka. "Tapi, apa lo pikir lo bisa hidup bahagia jauh lebih lama dari ini? Terlebih ...." Matanya menajam dengan kobaran amarah yang tampak nyata di kedua iris coklatnya. "Setelah bikin kehidupan gue hancur?"

Nata membanting gelas kaca di atas nakas, lalu tertawa terbahak dengan air mata yang mengucur menyusuri pipi. "HAHAHA! MIMPI AJA SANA, SIALAN! DASAR JALANG!"

Nata mengusap matanya yang berair. Ia memeluk lututnya erat dengan mata yang bergerak liar—memastikan keadaan aman—setelahnya mendesis murka, "Berhubung kehidupan gue udah hancur dan gak bisa balik kayak semula, gue bakal bikin kehidupan lo sama hancurnya, Iluka."

Matanya mengekor mengikuti Iluka yang berjalan di halaman. "Tunggu aja," ujarnya penuh ambisi. "Gue bakal bikin lo kehilangan segalanya, termasuk Elio."

Nata memang mencintai Elio. Perasaannya pada pemuda itu sangatlah besar. Bahkan hingga detik ini dan hari yang akan datang, Nata masih dan akan selalu mencintai Elio.

Sayangnya, kebencian Nata pada Iluka jauh lebih besar dari rasa cintanya pada Elio. Maka dari itu, selama Elio menjadi orang yang berharga bagi Iluka, Nata tidak keberatan untuk menyingkirkannya juga. Masalah penyesalan yang tidak akan hilang meski sudah melewati beberapa waktu, bisa Nata urus belakangan.

Elio's Obsession [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang