Eps. 24- Unek-unek Jeffrey

145 13 5
                                    

HAI👋

Gimana sama malming nya semalam?

Cuma mau ngasih tahu, kencan aku sama Jaemin semalam gagal gara-gara hujan dan petir. Huhu ... sedih sih, tapi mau gimana lagi.

Harusnya tuh aku rebahan sambil scroll ayang, tapi malah disuruh tidur lebih awal sama emak.

Selamat akhir pekan kalian🥰

Salam dari aku yang gagal kencan😣

Happy Reading❤




_•°•_

Akhirnya setelah setengah jam lebih mendapat ceramah panjang dari Pak Djarot sehingga mendatangkan Hani ke sekolahnya, Jeffrey dan teman-temannya diperbolehkan keluar dari ruangan menyesakkan itu.

"Jef, lo--"

"Enggak usah ikut campur!" ucap Jeffrey cepat memotong perkataan Hendrey.

Laki-laki itu menghela nafas panjang, lalu menoleh ke arah pintu yang dibuka oleh Hani.

"Gimana, ma?" tanya Hendrey pada Hani.

Meski tidak lagi menjabat sebagai ketua OSIS, tapi hal yang menyangkut Jeffrey adalah tanggung jawabnya juga sebagai seorang kakak. Perselisihan diantara mereka memang sudah bukan rahasia keluarga lagi, bahkan seluruh warga Excel pun tahu.

Sikap yang ditunjukkan oleh Jeffrey terhadap Hendrey, membuat mereka menerka-nerka apa yang terjadi diantara keduanya.

"Jeffrey enggak akan dikeluarin dari sekolah, mama juga minta dispensasi supaya adik kamu enggak di skorsing karena sebentar lagi akan diadakan ujian sekolah," papar Hani.

"Terus bisa?"

Hani menatap putra bungsunya yang sedari tadi hanya diam.

"Uang adalah segalanya," jawab Hani yang langsung dimengerti mereka semua.

"Dimana menantu mama?"

Sejurus pertanyaan itu Hani tunjukkan pada Jeffrey.

"Dikelas mungkin," balas Jeffrey cuek.

"Dia lihat kamu berantem tadi?" tanya Hani lagi yang dibalas anggukkan oleh laki-laki itu.

Wanita paruh baya yang terlihat sangat modis itu menghela nafas.

"Beruntung kali ini yang mereka hubungi adalah mama, Jef. Coba kalau papa kamu?"

Jeffrey terdiam, begitu juga dengan teman laki-laki itu.

"Cari Shena, tenangkan dia. Tadi, mama sempat lihat dia nangis."

Hani menepuk bahu Jeffrey sebelum berlalu dari sana. Kini, memang saatnya ia menuai apa yang ia dan James tanam, dulu pada pribadi Jeffrey.

Anak laki-laki mereka sudah tumbuh dengan karakter yang keras. Tak ada hal lain yang patut ia sesali selain menerima kenyataan.

"Jef--"

"Apa lagi?" Jeffrey menatap sinis Hendrey. "Mau gantiin mama maki-maki gue? Silahkan!"

"Bukan begitu, tapi enggak seharusnya semua masalah lo selesaikan dengan cara kekerasan," ucap Hendrey.

"Ngerasa paling benar hidup lo, dan gue yang salah, iya?!"

"Asal lo tahu ya, Rey. Gue begini karena enggak pernah dapat didikan yang benar dari orang tua lo."

JeffreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang